Pakar IT Unpad: Tak Semua Kinerja Perusahaan Startup Indonesia Turun
Investor sedang menyesuaikan modal yang dimiliki
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Gelombang rasionalisasi atau pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan startup pada 2022 menjadi ancaman tersendiri. Namun, tidak semua kinerja produk digital startup Indonesia mengalami penurunan selama 2022. Bahkan, permintaan masyarakat terhadap produk digital tidak melemah.
Pandangan itu disampaikan Associate Profesor Hukum Teknologi Informasi Universitas Padjajaran (Unpad) Danrivanto Budhijanto saat dimintai pendapat terkait gelombang rasionalisasi atau pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan startup Indonesia sepanjang 2022.
“Kita harus jeli melihat, yang terjadi bukan kinerja produk digitalnya menurun, bukan startup-nya yang turun, tapi sedang ada penyesuaian dari sisi bisnis. Terutama investor sedang menyesuaikan kembali modal yang mereka miliki," kata Danrivanto Budhijanto.
"Mereka tidak menumpuk semuanya di startup, tapi ditarik dulu untuk ditempatkan ke bidang yang tengah menguntungkan,” ujar Danrivanto Budhijanto.
1. Indonesia masih menjadi jumlah startup terbanya di Asia Tenggara
Data terbaru dari Startup Ranking menunjukkan Indonesia masih menjadi negara di Asia Tenggara dengan jumlah startup terbanyak dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2022, terdapat 2.305 startup atau dua kali lipat lebih dari posisi ranking dua, yakni, Singapura dengan 989 perusahaan. Selain secara kuantitas, data kualitatif dari Google, Temasek, dan Bain Company juga menunjukkan, 42 persen dari injeksi modal investor juga disalurkan ke perusahaan-perusahaan start up asal Indonesia.
Danrivanto menuturkan, kebutuhan masyarakat Indonesia pada start up meninggi atau bukan lagi tren atau prestise sosial sesaat. Interaksi masyarakat yang demikian tinggi pada produk digital telah menciptakan budaya hidup baru.
“Kalau konteksnya PT Telkom sebagai BUMN teknologi informasi komunikasi, saya pribadi menilai produk digital itu sudah harus terus dikembangkan. Posisi direksi terkaitnya jadi sangat strategis, harus menjadi bagian dari decision maker utama di perusahaan,” tutur Komisioner BRTI 2009-2019 tersebut.