TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pekerja di Jabar Banyak Kena PHK, tapi Cepat Dapat Kerja Lagi

Perbaiki skill agar tak kena PHK

ilustrasi PHK (IDN Times/Aditya Pratama)

Bandung, IDN Times - Angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di Provinsi Jawa Barat (Jabar) masih menjadi yang tertinggi dibandingkan daerah lainnya. Berdasarkan data
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per 2023 64.855 pekerja di Indonesia yang terkena PHK. Sepanjang tahun lalu, pemecatan paling banyak terjadi di Jawa Barat, jumlahnya sebanyak 19.217 orang atau 29,63 persen dari keseluruhan.

Kondisi ini tidak berbeda jauh dengan angka PHK awal 2024 (Januari-Maret). Jabar menjadi salah satu provinsi penyumbang angka PHK cukup tinggi. Di atas Jawa Barat ada DKI Jakarta dengan jumlah angka PHK 8.876 pekerja. Disusul kemudian Jawa Tengah dengan angka PHK 8.648 pekerja, Banten 941 pekerja, dan Riau 666 pekerja.

Meski demikian, Bank Indonesia Jawa Barat menilai bahwa banyaknya pekerja yang terkena PHK tidak berdampak tinggi pada angka pengangguran. Sebab pekerja yang di-PHK kemudian mampu masuk ke lain yang membutuhkan seperti otomotif yang sedang melakukan pengembangan.

"Jadi ada perpindahan bisa ke sektor lainnta atau pindah tempat lain. Mugkin dia dapat pekerjaan juga karena da penambahan sektor (industri) lain," kata Muslimin Anwar selaku Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat dalam diskusi di kantornya, Rabu (7/8/2024).

1. Jabar masih tertinggi dalam investasi

Menurutnya, Jawa Barat masih menjadi daerah provinsi dengan nominal investasi terbesar di Indonesia. Dalam satu triwulan pertama Jabar mampu menorehkan investasi sebesar Rp64,7 trilun dan triwulan kedua mencapai Rp63,7 triliun sehingga total mencapai sekitar Rp128 triliun.

Dengan potensi investasi di bidang industri, informasi dan komuniasi serta perumahan, maka modal dari dalam maupun luar negeri ke Jabar masih sangat tinggi. Perbaikan investasi ini bisa berdampak pada penambahan jumlah pekerja dan penurunan angka pengangguran.

"Akan ada penyerapan tenaga kerja baru dengan banyaknya investasi ini. Sekarang rasio angka investasi dan penyerapan kerja juga naik," ujarnya.

2. Industri TPT masih belum pulih

Muslimin menyebut, sektor yang sekarang sedang menjadi sorotan yaitu tekstil dan produk tekstil (TPT) masih harus melewati jalan terjal seiring penurunan produksi untuk diperjualbelikan baik dalam negeri maupun ekspor. Anwar menuturkan tantangan TPT dalam negeri bukan hanya sulitnya menjual barang ke negara tujuan, tapi juga maraknya produk impor dari negara pesaing seperti Tiongkok yang mudah masuk ke Indonesia.

Harus ada perbaikan industri di sektor ini agar lebih efisien dan efektif salah satunya dengan peremajaan mesin. Dengan mesin terbaru diharapkan produktivitas pabrik makin baik dan hasilnya bisa bersaing.

"Karena kalau dianalisis kebutuhannya (produk TPT) masih tinggi dengan populasi dunia naik tersebut. Tinggal peningkatan ke depannya mungkin teknologi digital," kata nya.

Berita Terkini Lainnya