Ironi di Indonesia, Negara Agraris yang Sulit Penuhi Kebutuhan Beras
Produksi gabah di Jawa Barat terus menurun
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Mayoritas masyarakat Indonesia saat ini tengah mengeluhkan harga beras yang terus mengalami kenaikan. Kondisi ini sudah terjadi sejak tahun lalu di mana komoditas beras jenis premium di pasaran harganya merangkak secara perlahan, belum pernah alami penurunan harga yang signifikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) tak menampik bahwa produksi pad di dalam negeri termasuk di Provinsi Jawa Barat yang menjadi salah satu lumbung alami penurunan. BPS mencatat beberapa peristiwa alam yang terjadi di Jawa Barat menyebabkan penurunan produksi padi pada tahun 2023 menjadi 9,095 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), dari sebelumnya 9,43 juta ton pada 2022.
Tiga kabupaten/kota dengan total produksi padi tertinggi pada 2023 adalah Kabupaten Indramayu (1,41 juta ton), Kabupaten Karawang (1,09 juta ton), dan Kabupaten Subang (1,01 juta ton). Sementara, tiga kabupaten/kota dengan produksi padi terendah yaitu Kota Depok (33,1 ton), Kota Bogor (117,8 ton), dan Kota Cimahi (445,5 ton).
Penurunan produksi padi yang cukup besar pada 2023 terjadi di beberapa wilayah sentra produksi padi seperti Kabupaten Karawang (turun 130,2 ribu ton), Kabupaten Indramayu (turun 62,5 ribu ton), dan Kabupaten Bekasi (turun 48,3 ribu ton).
Persoalan penurunan produksi padi tak hanya dikarenakan anomali cuaca. Hal lain yang menjadi pemicu adalah penurunan luasan lahan untuk memproduksi padi. Berdasarkan perkiraan luasan panen padi di Jawa Barat seluas 1,58 juta hektare yang terdiri dari realisasi luasan panen padi periode Januari−September 2023 sebesar 1,31 juta hektare, ditambah potensi luas panen padi pada Oktober−Desember 2023 sekitar 273,72 ribu hektare.
Dengan luas panen padi Provinsi Jawa Barat pada 2023 yang diperkirakan sekitar 1,58 juta hektare itu, mengalami penurunan sebanyak 81,53 ribu hektare atau 4,90 persen dibandingkan luas panen padi pada 2022 mencapai 1,66 juta hektare.
1. Pemerintah seakan mengabaikan permasalahan pangan yang sudah bertahun-tahun
Minimanya lahan yang berdampak pada produksi gabah yang menurun juga diakui Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat, Entang menuturkan bahwa ketersediaan beras karena lahan yang tergerus banyaknya pembangunan, seperti kawasan industri maupun pemukiman masyarakat. Selain itu ada juga proyek pembangunan nasional (PSN) seperti Bandara, Pelabuhan dan lainnya membutuhkan ruang pertanian yang tidak sedikit.
Dengan berbagai proyek pembangunan ini perlindungan terhadap lahan hidup untuk pertanian khususnya pesawahan menjadi tergerus. Dengan demikian semangat pemerintah untuk bisa menjadikam negara ini sebagai lumbung pangan bertolak belakang dengan banyaknya lahan sawan hilang akibat pembangunan yang masif.
"Ini jadi konsekuensi kita. Risikonya lahan kita tergerus dan seharusnya memikirkan gantinya. Lahan pertanian semakin menyempit sehingga tidak mungkin produksi meningkat," kata Entang.
Persoalan ini pun menjadi ironi bersama karena kebutuhan pangan kita besar seiring dengan pertambahan penduduk di dalam negeri. Pemerintah baik di pusat dan daerah seakan tidak peduli dengan pemenuhan pangan yang harus diselesaikan dan menjadi masalah akut.