TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Berburu Cuan Jelang Lebaran dengan Berjualan Makanan

Harga bakan baku harus turun agar harga dagangan stabil

Pelaku UMKM Bandung dapat uang lebih banyak saat berjualan selama Ramadan. IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung, IDN Times - Ramadan ada bulan penuh berkah. Perumpaan ini bukan omong kosong semata. Di bulan Ramadan banyak pahala yang bisa didapat ketika umat muslim menjalankan perintah-Nya.

Berkah lainnya adalah bagi para pelaku usaha kecil yang kerap meraup untung selama bulan puasa. Mulai dari mereka yang berjualan makanan untuk berbuka dan sahur, pernak-pernik selama Ramadan, hingga pakaian yang bakal digunakan saat perayaan Idul Fitri.

Melipahnya permintaan makanan atau minuman dialami Lisna. Wanita 29 tahun ini menjajakan minuman Kombucha atau teh fermentasi dengan merek dagang Oh My Booch.

Dia menuturkan, berjualan minuman meski berada di bulan Ramadan tidak menyurutnya masyarakat untuk membeli produknya.

Apalagi bagi mereka yang sudah tahu dan merasakan manafaat dari kombucha ini justru membeli lebih untuk stok agar bisa dinimun saat berbuka, setelah ibadah tarawih, dan sahur.

"Peminatnya tetap banyak pas Ramadan juga. Jadi memang tidak ada penurunan permintaan untuk kombucha ini," kata Lisna kepada IDN Times, Jumat (7/4/2023).

Produk yang dibuat dari fermenteasi green tea dan black tea ini dalam sehari bisa diproduksi 50 hingga 100 botol. Dengan varian rasa yang banyak, kombucha dari Oh My Booch sangat diminati pembeli.

Dia memprediksi jelang Lebaran pembelian kombucha akan meningkat karena pesanan pun masih sering ada. Produk ini bisa disajikan kepada tamu saat Idul Fitri dan menjadi minuman yang berbeda dari biasanya.

1. Permintaan makanan kering selama Ramadan tak pernah sepi

IDN Times/Debbie Sutrisno

Mencari penghasilan lebih di saat Ramadan juga dilakukan Yuyun Sumardiah. Wanita 55 tahun ini sudah tiga tahun ke belakang menggeluti pembuatan kue kering khususnya saat bulan puasa tiba.

Dia menuturkan, berjualan kue kering memang tidak mudah, apalagi di luar bulan puasa biasa permintaan kue kering tidak begitu banyak. Namun, saat Ramadan tiba apalagi menjelang Lebaran, permintaan sering meningkat.

"Kadang kalau selama Ramadan saja kita bisa buat 100 toples setiap harinya. Ini banyak untuk saya yang kerja cuman bareng keluarga di rumah," kata Yuyun.

Berbeda dengan saat ada pandemik COVID-19, permintaan sekarang jauh di atasnya. Dulu saat masih ada wabah orang tidak bisa berkujung baik ke saudara atau tetangga. Alhasil mereka juga tidak memesan kue kering untuk disajikan saat momen Idul Fitri.

Tapi sekarang pendemik sudah reda. Tak ada lagi larangan dari pemerintah agar masyarakat berdiam di rumah. Beberapa order-an Yuyun pun bahkan dipesan orang yang akan dibawa ke kampung halaman sembari mudik.

"Sekarang banyak orderan luar kota juga," ujarnya.

2. Harga bahan baku harus diturunkan agar harga produk stabil

ilustrasi mengoles nastar dengan kuning telur. (instagram.com/dian_chemil_cake)

Hal yang sulit sekarang adalah masalah harga. Karena banyak pemain baru di bisnis kue kering yang harganya jauh lebih rendah, tapi rasanya kurang begitu enak.

Untuk kue yang diproduksi Yuyun dengan merek dagang Kue WES, dia mematok harga rata-rata di atas Rp70 ribu untuk ukuran toples sedang. Harga ini naik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena harga bahan baku juga alami kenaikan.

Agar bisa bersaing dengan produsen lainnya, Yuyun biasanya melakukan inovasi dari bentuk kue atau toping yang digunakan. Sedangkan untuk rasa dia coba mempertahankannya agar konsumen yang selama ini beli tidak beralih ke pedagang lain.

"Kalau dari kami yang paling banyak dipesan itu nastar, kue keju, sama cokelat. Ya Alhamdulilah sekarang jumlah pesanan naik untuk Lebaran 2023," ujarnya.

Terkait gejolak harga pangan, Kepala Bank Indonesia (BI) Jawa Barat Erwin G. Hutapea mengatakan, pemerintah daerah harus menyiapkan strategi agar harga pangan bisa turun sehingga bisa menekan angka inflasi.Dengan demikian harga kebutuhan pokok tidak akan melambung meski permintaan sudah pasti lebih tinggi saat Ramadan.

Menurutnya, inflasi di Jawa Barat dan masing-masing daerah yang ada di provinsi ini harus jadi perhatian bersama . Meskipun inflasi Jabar pada Januari 2023 mengalami penurunan dibandingkan dengan Desember 2022 (0,74 % turun menjadi 0,47 % ), namun tren peningkatan inflasi diperkirakan masih akan berlangsung sepanjang 2023.

Erwin memaparkan, terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi laju inflasi Jabar di 2023 yang perlu diwaspadai, seperti perubahan cuaca, pencabutan PPKM, penyesuaian UMK/UMP 2023, persiapan tahun politik 2024, hingga tantangan geopolitik dunia.

"Adanya perubahan fenomena La Nina ke El Nino dapat membuat lahan menjadi lebih kering hingga mengganggu produksi padi serta produk hortikultura lainnya. Akhirnya, pasokan pangan pun terancam terganggu," ujarnya.

Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut, dia mengatakan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia se-Jawa Barat akan terus berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan para stakeholder terkait upaya menjaga momentum pemulihan ekonomi dan pengendalian harga.

"Kami juga menjaga stabilitas harga untuk memastikan ketersediaan pasokan, salah satunya melalui berbagai program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan," ungkapnya.

Baca Juga: 5 Pasar Ramadan untuk Berburu Takjil di Solo, Dijamin Bikin Kalap!

Baca Juga: Dishub Bandung Antisipasi Kemacetan Akibat Penjual Takjil

Berita Terkini Lainnya