TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

49 Persen Rumah Tangga di Jabar Pakai Air Kemasan untuk Minum

Apakah air tanah atau sumber lainnya sudah kurang layak?

ilustrasi minum kopi (pexels.com/Vlada Karpovich)

Bandung, IDN Times - Kondisi air tanah di Provinsi Jawa Barat dianggap tidak terlalu bersih untuk digunakan konsumsi sehari-hari. Alhasil masyarakat lebih memilih untuk mengkonsumsi air kemasan yang sudah diolah untuk diminum.

Hal ini tergambarkan dalam data Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam publikasi terbaru mengenai kondisi perumahan di Jawa Barat (Jabar) pada 2023, terlihat ada 49,03 persen rumah tangga di provinsi ini yang menggunakan air kemasan bermerk atau air isi ulang untuk kebutuhan minum sehari-hari.

Selain pemakaian air kemasan, rumah tangga di Jabar ada yang menggunakan air dari sumur bor atau pompa untuk minum mencapai 18,44 persen, sumur terlindung atau tidak terlindung 17,02 persen, mata air 10,45 persen, leding 4,66 persen, dan sisanya dari sumber lain.

1. Hanya setengah rumah tangga yang miliki sumber air minum dalam pagar

Pada 2023 sebanyak 54,44 persen rumah tangga di Jawa Barat memiliki sumbe air minum utama di rumah atau kawasan dalam pagar rumah. Jika dirinci menurut tipe daerah, terlihat bahwa pada tahun 2023 persentase rumah tangga yang memiliki sumber atau fasilitas air minum utama di rumah/kawasan dalam pagar rumah untuk daerah perkotaan lebih rendah dibandingkan yang perdesaan. Adapun dari kuintil pengeluaran yang merupakan proksi dari tingkat kesejahteraan rumah tangga, ada kecenderungan penurunan persentase seiring dengan meningkatnya kuintil pengeluaran.

Masih dari data Susenas BPS 2023, menunjukkan informasi terkait waktu yang dibutuhkan rumah tangga untuk mengambil air minum di luar kawasan pagar rumah. Sebanyak 88,91 persen rumah tangga menyatakan bahwa waktu kembali lagi ke rumah (termasuk waktu menunggu atau antri) kurang dari 30 menit. Adapun menurut tipe daerah, waktu yang digunakan mengambil air kurang dari 30 menit, di perkotaan persentasenya lebih tinggi dibanding yang di perdesaan.

2. Presentase rumah layak huni naik perlahan

Ilustrasi perumahan (IDN Times/Cokie Sutrisno)

Provinsi Jabar merupakan provinsi terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, maka idealnya jumlah tempat tinggalnya akan memiliki jumlah terbesar juga di Indonesia. Untuk perkembangan tempat tinggal layak di provinsi Jawa Barat memang terus mengalami perubahan yang lebih baik.

Persentase rumah tangga yang tinggal pada rumah layak huni (RLH) di Jawa Barat terus mengalami kenaikan selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2021, persentase RLH sebesar 53,14 persen, lalu naik di tahun 2022 menjadi 53,37persen, dan pada tahun 2023 naik kembali menjadi 54,17 persen.

Mengacu pada definisi nasional dan global, hunian layak memiliki empat kriteria yang diwajibkan terpenuhi kelayakannya adalah sebagai berikut:

1. Ketahanan bangunan (durabel housing) yaitu bahan bangunan atap, dinding dan lantai rumah memenuhi syarat:

a. Bahan bangunan atap rumah terluas adalah genteng,
kayu/sirap, dan seng.
b. Bahan bangunan dinding rumah terluas adalah tembok/GRC
board, plesteran anyaman bambu/kawat, kayu/papan, dan
batang kayu.
c. Bahan bangunan lantai rumah terluas adalah marmer atau granit termasuk keramik, parket/vinil/karpet, ubin/tegel/ teraso, kayu/papan, dan semen/ bata merah.

2. Kecukupan luas tempat tinggal (sufficient living space) yaitu luas lantai per kapita ≥ 7,2 m2. Jadi ketika di suatu rumah ada yang tinggal limaorang maka luas lantai yang memenuhi syarat adalah minimal 36 m2 agar bisa masuk ke dalam kategori rumah layak.

3. Memiliki akses air minum layak (access to improved water) yaitu sumber air yang berasal dari leding meteran (keran individual), leding eceran, keran umum (komunal), hidran umum, penampungan air hujan (PAH), sumur bor/pompa, sumur terlindung, dan mata air terlindung. Sementara itu, bagi rumah tangga yang menggunakan air kemasan dan/atau air isi ulang sebagai sumber air minum dikategorikan sebagai rumah tangga yang memiliki akses layak jika sumber air untuk masak dan MCK-nya menggunakan sumber air minum terlindung.

4. Memiliki akses sanitasi layak (access to adequate sanitation) yaitu, fasilitas sanitasi yang memenuhi kelayakan bangunan atas dan bawah, antara lain: memiliki fasilitas sanitasi yang klosetnya menggunakan leher angsa, dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tanki septik (septic tank) atau Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), dan fasilitas sanitasi tersebut digunakan oleh rumah tangga sendiri atau bersama dengan rumah tangga lain tertentu. Khusus untukrumah tangga di perdesaan, tempat pembuangan akhir tinja berupa lubang tanah dikategorikan layak.

Berita Terkini Lainnya