TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Potensi Disrupsi Informasi Jelang Pemilu 2024, Ini Strategi Lemhannas

Berita hoax kerap muncul mengikuti momentum

ilustrasi hoax (IDN Times/Sukma Shakti)

Bandung, IDN Times - Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI mencatat di terdapat 280 miliar anomali di ruang digital di Indonesia sepanjang 2022. Artinya, setiap hari hampir ada 1 miliar anomali di ruang digital.

Anomali tersebut tidak mesti malware atau ransomware. Namun, data tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah dalam menangkal disrupsi informasi cukup berat.

Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto mengungkapkan, ada enam strategi yang disiapkan pemerintah guna menangkal disrupsi informasi menjelang pemilu 2024.

“Strategi pertama adalah memperluas aksi publik antara lain meningkatkan kesadaran masyarakat literasi media dan kemampuan berpikir kritis dalam menerima,” kata Andi, saat menghadiri acara Menangkal Disinformasi Informasi di Tahun Politik yang diselenggarakan oleh The Asia Foundation, Lembaga Ketahanan Nasional dan Katadata di Jakarta, Kamis (4/5/2023).

Selanjutnya, kata Andi, strategi kedua adalah meningkatkan kemampuan negara untuk bertindak seperti membentuk tim yang bertugas memantau penyebaran informasi serta mampu merespons cepat berbagai misinformasi dan disinformasi yang tersebar di berbagai platform.

“Sedangkan strategi ketiga adalah melakukan operasi langsung terhadap pelaku disinformasi,” kata Andi.

1. Strategi lainnya dari Lemhannas

Potensi Disrupsi Informasi Jelang Pemilu 2024, Ini Strategi Lemhannas (IDN Times/istimewa)

Andi Wijajanto menambahkan, strategi keempat yang dilakukan Lemhannas untuk menangkal disrupsi informasi yaitu menerapkan transformasi informasi pemilu di mana KPU, parpol, dan kandidat harus secara reguler merilis aktivitasnya untuk meminimalkan para pihak memanfaatkan misinformasi dan disinformasi untuk memanipulasi publik.

“Strategi kelima yaitu melakukan kolaborasi lintas lembaga contohnya bekerja sama dengan lembaga-lembaga independen untuk memverifikasi misinformasi dan disinformasi yang tersebar di masyarakat," ujarnya.

Dan, lanjut dia, strategi terakhir adalah melakukan kerja sama internasional baik bilateral maupun multilateral, untuk memitigasi disrupsi informasi yang bersifat lintas negara.

2. Minim literasi digital bikin hoaks makin sulit dibendung

neenahsatellite.com

Sementara itu di acara yang sama, Country Representative The Asia Foundation Hana Satriyo mengatakan, Pemilu 2024 akan menjadi ujian resiliensi demokrasi di Indonesia. Masih minimnya literasi digital masyarakat membuat hoax atau berita bohong diprediksi akan semakin sulit dibendung.

Kata Hana, Pemilu 2024 menjadi tantangan tersendiri mengingat banyaknya kehawatiran kontestasi demokrasi akan disertai pula dengan menguatnya kontestasi narasi yang justru mengurangi kualitas demokrasi seperti berita hoax dan juga “hate speech.”

“Sejumlah riset pada beberapa pemilu terakhir menyebutkan bahwa menjelang pemilu terjadi peningkatan signifikan lalu lintas kabar bohong, fitnah dan hasutan-hasutan, terutama melalui jaringan sosial media dan aplikasi pesan seperti WhatsApp,” kata Hana.

Menurut Hana, The Asia Foundation terus berupaya memberikan dukungan untuk peningkatan literasi digital, termasuk mempromosikan gerakan anti-hoax melalui program-program di wilayah dampingan.

“Semakin berkembangannya ruang digital yang di satu sisi menjadi saluran distribusi informasi yang baik buat demokrasi, karena memungkinkan keragaman kepentingan terkomunikasikan melalui berbagai platform. Namun di sisi lain, ancaman informasi yang menyesatkan, berupa hoax, ujaran kebencian dan hasutan tersebut juga mengisi ruang-ruang sipil yang berpotensi mengancam demokrasi,” ujar Hana.

3. Hoax di Indonesia selalu mengikuti momentum

Ilustrasi hoaks (IDN Times/Sukma Shakti)

Presidium Komite Litbang Mafindo Loina Lalolo Krina Perangin-angin memaparkan, hoaks yang muncul di Indonesia selalu mengikuti momentum, dan intensitas hoaks terkait Pemilu 2024 muncul di tiga bulan terakhir pada 2022 lalu.

Yang mengejutkan, ada tiga platform besar yang ternyata berpotensi menjadi sumber hoax, yakni Facebook, Twitter, dan Instagram. Penemuan tiga platform besar sebagai sumber hoax ini didasarkan pada kajian yang dilakukan oleh Mafindo.

“Jadi kalau ditanya, betulkah hoax berkembang secara masif di dunia digital? Jawabnya yes. Jadi data di Litbang Mafindo itu terjadi,” katanya.

Baca Juga: Yuk Belajar Bedakan Berita Hoax dan Fakta di Media Sosial

Baca Juga: 5 Tips Asah Kemampuan Critical Thinking, Bantu Cegah Hoax!

Berita Terkini Lainnya