Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Ciri Kamu Sebenarnya Tukang Bully, Hentikan Sekarang Juga!

ilustrasi bullying (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi bullying (pexels.com/RDNE Stock project)
Intinya sih...
  • Sering menjadikan kelemahan orang lain sebagai bahan candaan
  • Merasa perlu mengontrol orang lain supaya nurut ke kamu
  • Kamu sering beralasan “cuma becanda” saat ada yang tersinggung
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernahkah kamu merasa bercanda dengan teman tapi dia malah jadi pendiam setelahnya? Atau kamu sering mengomentari penampilan orang lain dengan dalih “buat lucu-lucuan aja”? Bisa jadi tanpa sadar, kamu sedang melakukan perundungan atau bullying. Meskipun tidak menyadarinya, beberapa sikap yang dianggap “normal” dalam pergaulan bisa berpotensi menyakiti orang lain secara emosional maupun mental.

Bullying tidak selalu berbentuk fisik seperti memukul atau mendorong. Bullying juga bisa berbentuk verbal, emosional, bahkan sosial. Jika kamu merasa ada yang salah dengan perilakumu belakangan ini, yuk coba renungkan. Bisa jadi kamu sedang tanpa sadar jadi tukang bully. Berikut lima tanda yang bisa jadi alarm agar kamu berhenti melukai orang lain secara sengaja maupun tidak.

1. Sering menjadikan kelemahan orang lain sebagai bahan candaan

ilustrasi bullying (pexels.com/Keira Burton)
ilustrasi bullying (pexels.com/Keira Burton)

Kalau kamu hobi melontarkan lelucon dengan menjadikan kekurangan orang lain sebagai punchline, kamu perlu berhati-hati. Misalnya, menyindir tinggi badan, warna kulit, berat badan, atau latar belakang keluarga seseorang. Meskipun kamu anggap itu lucu, dampaknya bisa menyakitkan bagi orang yang jadi sasaran. Bahkan jika mereka tertawa di depanmu, belum tentu mereka benar-benar merasa nyaman.

Memang tidak semua orang akan langsung marah atau membalas. Tapi kalau candaanmu membuat mereka jadi lebih diam, enggan bergaul, atau bahkan menjauh, itu sudah jadi sinyal bahwa kamu melampaui batas. Empati perlu ditanamkan dalam pergaulan. Coba posisikan dirimu di posisi mereka. Apakah kamu nyaman jika terus-menerus dijadikan bahan ejekan?

2. Merasa perlu mengontrol orang lain supaya nurut ke kamu

ilustrasi gestur tangan (pexels.com/SHVETS production)
ilustrasi gestur tangan (pexels.com/SHVETS production)

Kalau kamu merasa selalu harus jadi yang paling didengar, paling berkuasa, atau bahkan paling dituruti, ada kemungkinan kamu sedang mempraktikkan bullying secara emosional. Misalnya, kamu memaksa temanmu untuk setuju dalam setiap keputusan, atau membuat mereka merasa bersalah kalau berani berbeda pendapat. Ini bukan sekadar dominan, tapi bisa termasuk bentuk tekanan sosial yang menyiksa.

Tukang bully seringkali menggunakan tekanan emosional untuk mengontrol kelompoknya. Bisa dengan ancaman halus, manipulasi, atau bahkan pemaksaan secara verbal. Perilaku ini tidak sehat dan bisa menciptakan lingkungan yang penuh ketakutan. Padahal, hubungan yang sehat mestinya dibangun atas dasar rasa hormat dan kesetaraan, bukan dominasi. Semua orang berhak merasa dihargai dan aman dalam lingkungan pertemanan mereka.

3. Kamu sering beralasan “cuma becanda” saat ada yang tersinggung

ilustrasi bercanda (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi bercanda (pexels.com/Yan Krukau)

Kalimat “ih, baper amat sih, aku kan cuma becanda” sering dijadikan tameng oleh para pelaku bully. Padahal, tidak semua orang bisa menerima bentuk candaan yang sama. Apa yang lucu buatmu, belum tentu lucu buat orang lain. Kalimat ini sering kali digunakan untuk lepas tanggung jawab setelah menyakiti perasaan orang.

Jika kamu benar-benar tidak berniat menyakiti, seharusnya kamu siap mendengar saat seseorang merasa tidak nyaman dengan ucapanmu. Alih-alih menyalahkan mereka karena “terlalu sensitif”, coba perbaiki caramu dalam berinteraksi. Humor itu menyenangkan, tapi tidak seharusnya menyakiti. Belajar memahami batas antara bercanda dan menghina adalah salah satu kunci membangun hubungan yang lebih sehat.

4. Kamu suka menyebar gosip atau mempermalukan orang lain di depan umum

ilustrasi gosip (pexels.com/Felicity Tai)
ilustrasi gosip (pexels.com/Felicity Tai)

Kalau kamu pernah menyebarkan rahasia teman, atau suka membeberkan kesalahan mereka di depan orang banyak, kamu sedang melakukan bentuk bullying secara sosial. Tujuannya bisa jadi untuk menjatuhkan reputasi mereka, membuat mereka dijauhi, atau sekadar membuatmu merasa lebih unggul. Sayangnya, tindakan ini sering dibungkus dengan gaya "bercanda" atau dianggap wajar dalam tongkrongan.

Tindakan ini tidak hanya menyakiti secara emosional, tapi juga bisa merusak kepercayaan dalam pertemanan. Jika kamu merasa senang saat orang lain jadi bahan omongan atau merasa puas ketika mereka malu, kamu perlu evaluasi dirimu. Perilaku ini bisa meninggalkan luka yang mendalam bagi korbannya. Dan ketika rasa percaya sudah rusak, hubungan yang dibangun bertahun-tahun pun bisa runtuh dalam sekejap.

5. Kamu pernah membuat orang lain takut untuk bicara atau jadi diri sendiri

ilustrasi menghibur teman (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi menghibur teman (pexels.com/cottonbro studio)

Jika orang-orang di sekitarmu merasa perlu menyensor diri mereka agar tidak kena komentar pedas darimu, ini adalah red flag besar. Perasaan tidak aman, takut dikritik, atau bahkan takut diintimidasi, menunjukkan bahwa kamu punya kecenderungan mengintimidasi secara verbal maupun psikologis. Ini bukan hanya menyakiti orang lain, tapi juga menciptakan suasana sosial yang tidak sehat.

Tukang bully kerap membuat lingkungan sekitar jadi penuh tekanan dan ketakutan. Jika kamu merasa puas saat orang lain merasa minder atau takut mengungkapkan pendapatnya di hadapanmu, kamu perlu bertanya: kenapa kamu perlu merasa superior dengan cara menjatuhkan orang lain? Menjadi pribadi yang suportif jauh lebih dihargai dan disukai dalam jangka panjang. Tidak ada gunanya merasa hebat jika harga diri dibangun dari rasa takut orang lain.

Jadi tukang bully bukan cuma soal memukul atau mencaci maki. Terkadang, niat bercanda yang tidak peka dan sikap ingin merasa lebih hebat bisa menjelma jadi bentuk bullying yang sangat merusak. Kalau kamu menemukan tanda-tanda ini dalam dirimu, tidak ada kata terlambat untuk berubah. Meminta maaf, memperbaiki sikap, dan belajar memahami perasaan orang lain adalah langkah awal menuju pergaulan yang lebih sehat dan manusiawi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us

Latest Life Jawa Barat

See More

Rahasia Menghilangkan Bau Sepatu dengan Cara Alami

12 Sep 2025, 21:00 WIBLife