TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

11 Warga Sukabumi jadi Korban TPPO di Wilayah Konflik Myanmar

Korban disekap dan putus komunikasi dengan keluarga

Korban TPPO asal Sukabumi (IDN Times/Fatimah)

Kabupaten Sukabumi, IDN Times - Sebalas warga Sukabumi dilaporkan menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di wilayah konflik Myanmar. Kasus ini menambah panjang daftar warga Indonesia yang terjebak dalam jaringan perdagangan manusia internasional.

Kasus itu bermula terungkap setelah viral di media sosial video para korban yang meminta pertolongan kepada Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Mereka meminta tolong agar dapat segera dievakuasi setelah disekap di Myanmar.

"Memohon dengan sangat, meminta pertolongan agar kami yang jadi korban TPPO di Myanmar dan ada dua teman kami yang sedang disekap di ruangan lain bisa segera dievakuasi," kata seorang pria dari balik video viral.

1. Terjebak modus lowongan kerja

Para korban dilaporkan terjebak oleh janji pekerjaan bergaji tinggi hingga Rp35 juta di luar negeri. Mereka awalnya ditawari pekerjaan di sektor teknologi dan industri di Thailand dengan upah besar, namun setibanya di Thailand, mereka dipindahkan ke Myanmar dan malah dipaksa bekerja di bawah ancaman.

"Awalnya mereka dijanjikan kerjanya di Thailand jadi admin di salah satu perusahaan seperti kripto. Namun, faktanya mereka bekerja di Myanmar atau negara konflik dan juga disekap sebagai scammer online. Kami dapat laporan ada sebelas orang warga Kabupaten Sukabumi," kata Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Sukabumi Jejen Nurjanah, Kamis (11/9/2024).

Sebelas korban itu berasal dari dua kecamatan berbeda yaitu Kecamatan Kebonpedes dan Cireunghas. Tujuh orang korban asal Desa Kebonpedes, dua korban Desa Jambenenggang, satu warga Desa Cireunghas dan satu di antaranya korban berasal dari Desa Cipurut, Kecamatan Cireunghas.

2. Wilayah konflik Myanmar

Para korban diketahui berada di daerah yang tengah dilanda konflik bersenjata di Myanmar, membuat upaya penyelamatan semakin sulit. Situasi keamanan yang tidak stabil di wilayah tersebut menjadi tantangan besar bagi otoritas untuk memulangkan mereka.

"KBRI tidak punya kewenangan untuk mengambil warga negaranya ke tempat asal dan juga itu berbahaya sekali karena di sana yang paling berkuasa adalah pemberontak yang mungkin risikonya sangat tinggi. Itu menurut keterangan dari Kementerian Luar Negeri, nyawa taruhannya," ujarnya.

3. Kerja paksa sebagai scammer online

Setelah tiba di Myanmar, korban dipaksa bekerja di sektor-sektor ilegal, termasuk di jaringan penipuan siber. Mereka dipekerjakan di bawah tekanan dan ancaman tanpa bisa melarikan diri.

"Iya disekap, ketika dia sudah ada yang tahu, bocor ke bosnya informasinya, dia disekap gak dikasih makan atau hanya dikasih makan satu kali sehari dan itu pun makanan sisa. Memang kasus seperti ini kalau tahu ada pengaduan, ya disekap," ungkapnya. 

4. Korban kehilangan kontak dengan keluarga

Banyak keluarga korban di Sukabumi yang sudah tidak bisa berkomunikasi dengan anggota keluarga mereka yang terjebak di Myanmar. Hal ini memicu kecemasan di kalangan keluarga yang masih menanti kepulangan mereka.

"Kalau komunikasi, paling cuma via telepon, itu pun dibatasi cuma 15 menit. Waktu itu, paman menelepon sambil menangis. Dia bilang sudah tidak tahan, ingin pulang, tidak diperlakukan manusiawi," kata Dani Ramdhan, salah satu kerabat korban.

Berita Terkini Lainnya