TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Data Amburadul, Pelaporan Kasus COVID-19 Seharusnya Terintegrasi

Sampai kapan data kasus masih tidak ada kejelasan

Pasien virus corona di Wuhan, Tiongkok. (ANTARA FOTO/China Daily via REUTERS)

Bandung, IDN Times - Pelaporan data kasus baru positif COVID-19 yang terintegrasi antar sistem, mulai dari fasyankes, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi sampai ke pusat, harus dilakukan agar data yang didapatkan adalah data yang sesungguhnya atau real time.

Ketua Divisi Penanganan Kesehatan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Jawa Barat (Jabar) Marion Siagian mengatakan, ada sejumlah faktor yang membuat pelaporan kasus baru positif COVID-19 terhambat.

Pertama, waktu pelaporan data ke pemerintah pusat dibatasi yakni sampai pukul 14:00 WIB, sementara ada 49 variabel untuk setiap pasien yang mesti dimasukkan. Situasi tersebut menjadi salah satu kendala bagi Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah dalam melakukan pelaporan.

"Terbatasnya SDM dengan variabel yang harus diinput relatif banyak, maka sering kali tidak seluruh data dapat terlaporkan pada waktu yang ditentukan," kata Marion, Selasa (19/1/2021).

1. Ada pihak yang masih tidak melaporkan hasil pemeriksaan

Ilustrasi tenaga medis ( ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Hal lain yang juga menjadi kendala dalam pelaporan adalah data spesimen yang telah, tapi data hasil pemeriksaan belum dimasukkan oleh laboratorium jejaring pengetesan,

Selain itu, kata Marion, pihak-pihak yang melaporkan data COVID-19 ke pemerintah pusat yakni Puskesmas, rumah sakit, Dinas Kesehatan, dan laboratorium, harus memasukkan data ke dalam berbagai aplikasi.

"Kemudian masih ada laboratorium jejaring yang tidak melaporkan hasil pemeriksaan ke dalam aplikasi New All Record," ucapnya.

2. Metadata harus diperkuat untuk perkuat data pemerintah

Ilustrasi penggunaan internet. Dok Istimewa

Guna mengatasi masalah pelaporan COVID-19, lanjut Marion, kesepahaman dan komitmen berbagai pihak harus diperkuat. Tujuannya agar semua pihak memiliki semangat yang sama untuk mewujudkan satu data COVID-19.

"Untuk mencapai ini perlu memperkuat metadata yang ada, menentukan variabel pelaporan yang prioritas untuk menjadi bahan rilis pemerintah pusat, serta memperkuat verifikasi dan validasi data pelaporan," katanya.

Integrasi data pun amat penting supaya semua pihak yang melaporkan data COVID-19 tidak harus menginput data dalam banyak aplikasi.

"Semangat satu data juga perlu dimiliki oleh kabupaten/kota, di mana rilis data baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota mengacu pada data yang sama, dengan referensi waktu yang sama," tutur Marion.

Baca Juga: Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas Kelelahan

Baca Juga: Potret Chicco Jerikho Lakukan Isolasi Mandiri, Semoga Cepat Sembuh!

Berita Terkini Lainnya