TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cara Inovatif Hadapi Krisis Iklim dengan Model Pengelolaan Hutan Wakaf

Kawasan hutan harus diperbanyak agar suhu tetap dingin

Hutan mangrove (freepik.com/mb-photoarts)

Bandung, IDN Times - Suhu yang makin panas sangat dirasakan masyarakat seiring perubahan iklim. Keberadaan hutan yang kian menipis pun menjadi salah satu penyumbang perubahan tersebut.

Untuk menjaga agar kawasan hutan tetap ada dan bisa bertambah, berbagai program dilakukan salah satunya yang diinisiasi oleh Yayasan Hutan Wakaf. Instrumen wakaf atas tanah menjamin kelestarian hutan karena wakaf mempunyai ciri khas yaitu tidak boleh dijual, diwariskan, dan dihibahkan.

"Hutan wakaf tidak hanya menjaga ekosistem, namun juga memberikan manfaat sosial, edukasi, dan ekonomi," kata Ketua Yayasan Hutan Wakaf Bogor Khalifah Muhammad Ali, dalam diskusi yang diselenggarakan Rabu (25/9/2024).

Berdasarkan data Badan Pusat Statisitk (BPS) Jawa Barat pada 2021. Luas kawasan hutan di provinsi ini mencapai 789 179,49 hektare. Terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan area penggunaan lainnya.

Saat ini Jabar memiliki kawasan hutan kurang lebih 21 persen dari total luasan provinsi dengan areal tutupan lahan 16,21 persen.  Selain itu, Jabar juga memiliki 41 Daerah Aliran Sungai (DAS) dan luas indikasi hutan rakyat sebesar 856.000 hektare. Jabar pun masih mempunyai banyak tantangan, khususnya untuk menangani lahan kritis seluas 829.000 hektare. 

1. Hutan wakaf pun bisa memberikan dampak ekonomi

Menurutnya, Program ekologi merupakan program yang konservasi hutan yang fokus di pembebasan lahan hutan wakaf dan upaya konservasinya. Sedangkan, program ekonomi mewajibkan hutan wakaf untuk memiliki nilai ekonomis yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Kedua hal tersebut harus ditopang dengan edukasi yang memastikan bahwa generasi penerus dapat melanjutkan hutan wakaf agar keberlanjutannya terjamin.

Dalam penelitian yang dilakukan juga mengungkap bahwa perspektif masyarakat terhadap program Hutan Wakaf sangat positif, di mana 76 persen menyatakan setuju dan sangat setuju untuk berpartisipasi dalam program Hutan Wakaf. Di Indonesia saat ini sudah ada beberapa lokasi hutan wakaf, antara lain di Aceh, Mojokerto dan Sukabumi dengan total luas yang baru mencapai 10 Hektar.

“Studi kasus hutan wakaf kami di Bogor yang mulai sejak tahun 2018, dari sisi luasan sudah mencapai 2,5 hektare dan terbagi di enam bidang tanah. Hutan wakaf ini sudah memberi manfaat lebih dari 500 kepala keluarga melalui berbagai program ekologi, ekonomi, hingga sosial dakwah”, jelas Khalifah.

2. Banyak lahan terbengkalai yang bisa dijadikan hutan

Sementara itu Wakil Sekretaris Badan Wakaf Indonesia Emmy Hamidiyah mengatakan, sumber dana untuk program wakaf hutan bisa fleksibel, termasuk memungkinkan untuk mengumpulkan dana abadi dari penjualan karbon.

“Misalnya perusahaan harus menyisihkan CSR, kita minta CSR itu selama ini dalam bentuk program-program dan sebagian dalam bentuk uang diwakafkan sebagai dana abadi. Kemudian jadi sumber dana berkelanjutan untuk pengelolaan wakaf hutan,” katanya di kesempatan yang sama.

Ia pun mendorong agar wakaif bisa memastikan wakafnya lebih bermanfaat. Salah satunya bisa dilakukan nazhir dengan menyosialisasikan tanah yang tidak dikelola agar diwakafkan menjadi hutan, termasuk tanah-tanah yang terbengkalai dan jauh dari pemukiman agar bisa dimanfaatkan sebagai hutan.

“Bisa buat program bersama, wakaf produktifnya adalah hutan,” ujar Emmy.

3. Masyarakat mulai sadar akan perubahan iklim

Nur Hasan Murtiaji, Steering Comitee dari MOSAIC mengatakan, Indonesia selama ini dikenal sebagai paru-paru dunia dan memiliki posisi strategis dalam menyumbangkan oksigen dan serapan karbon yang bisa dimaksimalkan. “Selain itu kesadaran masyarakat terhadap isu perubahan iklim saat ini terasa begitu kentara,” katanya.

Dari hasil riset Purpose pada tahun 2021 terungkap bahwa 84 persen masyarakat Indonesia percaya bahwa aktivitas manusia ikut bertanggung jawab atas perubahan iklim. Masyarakat juga memiliki nilai-nilai paguyuban dan konformitas dan punya kesalehan yang tinggi, taat aturan, serta memiliki kepedulian yang tinggi.

“Maka kami membuat lima proyek yang sudah berjalan, salah satunya hutan wakaf ini yang bentuknya crowdfunding untuk perluasan hutan dan mengintensifkan upaya konservasi dan produktivitas area di dalam hutan wakaf,” katanya.

Dia berharap hutan wakaf ini nanti ke depan bisa meluas dan direplikasi oleh berbagai pihak, sehingga semakin banyak hutan wakaf di Indonesia dan semakin luas keberadaannya.

Baca Juga: Groundbreaking Teras Hutan IKN by Plataran, Jokowi Senang

Baca Juga: Perjuangan Masyarakat Ambil Kembali Hutan Adat yang Masuk Konsesi HTI

Berita Terkini Lainnya