Suara dari Berbagai Penjuru Indonesia, PSSI Harus Direformasi!

PSSI punya banyak urusan yang harus segera dituntaskan

Bandung, IDN Times – Pendapat bahwa liga sepak bola yang kuat akan menghasilkan tim nasional yang sama kuatnya sepertinya tak dapat ditampik. Mari tengok liga-liga raksasa di dunia yang sebagian besar merupakan negara-negara di Eropa, di mana jarang sekali absen saban gelaran piala dunia.

Namun, untuk menciptakan liga utama yang kuat, diperlukan pondasi kokoh pada kasta di bawahnya. Begitu pula tiap kasta liga, di mana memerlukan pembinaan yang profesional dan terukur sehingga sumber daya pesepak bola berkualitas terus terpenuhi.

Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tiada tim nasional yang kuat tanpa adanya pembinaan yang baik. Itu pula yang menyebabkan banyak negara berguguran di partai level internasional lantaran tidak memiliki sistem pembinaan yang mumpuni.

Seperti yang terjadi di Indonesia, setidaknya selama PSSI berdiri pada 1930, atau setidak-tidaknya sejak mereka terdaftar sebagai anggota FIFA pada 1952. 

Selama hampir 93 tahun berdiri, PSSI tak pernah terlihat menaruh perhatian khusus pada sektor pembinaan.

Contohnya yang terjadi belakangan ini. Alih-alih berpikir keras untuk menciptakan pembinaan yang oke, PSSI malah menerbitkan keputusan untuk sementara waktu menon-aktifkan gelaran Liga 2 dan Liga 3. 

Hal tersebut mengundang banyak reaksi dari berbagai stakeholder sepak bola Indonesia, meski didominasi oleh ungkapan protes.

Seperti reaksi yang dilontarkan Direktur PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB), Teddy Tjahjono, yang merasa kecewa dengan keputusan tersebut. Baginya, keputusan itu bakal berdampak kepada regulasi kompetisi Liga 1 yang tengah bergulir saat ini.

"Kami sangat kecewa dengan keputusan ditiadakannya kompetisi Liga 2. Karena keputusan PSSI tersebut mempunyai implikasi kepada ditiadakan regulasi promosi dan degradasi pada kompetisi Liga 1 yang tengah bergulir," kata Teddy, Jumat (13/1/2023).

Menurut Teddy, secara tidak langsung PSSI telah mencederai sporting merit system kompetisi yang hierarkinya sudah sangat jelas. Padahal promosi dan degradasi merupakan jiwa dari sebuah kompetisi.

"Dengan tidak adanya sistem promosi dan degradasi, klub peserta liga akan mempunyai strategi yang berbeda, dan yang paling kami khawatirkan adalah membuka peluang terjadinya praktik-praktik pengaturan skor di Liga 1," ujarnya.

Selain itu, kata Teddy, keputusan PSSI telah merusak ekosistem kompetisi sepak bola nasional yang sudah dibangun sejauh ini.

Berbagai ketidakpuasan pada keputusan dan kinerja PSSI saat ini melahirkan harapan bagi calon-calon Ketua Umum PSSI periode 2023-2027, yang segera diputuskan pada Kongres Luar Biasa (KLB), 16 Februari 2023.

Hingga penutupan pendaftaran calon Ketua Umum PSSI pada 16 Januari 2022, terdapat lima nama yang akhirnya unjuk diri. Mereka ialah La Nyalla Mattaliti, Arif Putra Wicaksono, Doni Setiabudi, Fary Djami Francis, dan Erick Thohir.

Dua dari lima calon tersebut, La Nyalla Mattaliti dan Erick Thohir, menjadi perhatian publik karena populer dan memiliki sepak terjang yang mentereng di industri olahraga Indonesia. 

La Nyalla merupakan mantan Ketum PSSI 2015-2016 dan saat ini menjabat Ketua DPD RI, sementara Erick Thohir adalah mantan Presiden Inter Milan dan Menteri BUMN.

Sejauh ini, mereka dipandang positif oleh para pentolan klub-klub liga, misalnya, terlepas dari adanya sentiment politis atau tidak.

Apa saja tanggung jawab yang diemban oleh para calon Ketua Umum PSSI periode 2023-2027? Mari luangkan waktu untuk mendengarkan harapan dari berbagai penjuru Indonesia lewat artikel kolaborasi IDN Times kali ini:

1. Banyak yang blak-blakkan mendukung Erick Thohir

Suara dari Berbagai Penjuru Indonesia, PSSI Harus Direformasi!Menteri BUMN Erick Thohir resmi menyandang marga Sidabutar dan juga resmi menjadi bagian dari suku Batak, Sumatera Utara. (Dok Instagram Erick Thohir)

Teddy Tjahjono jelas-jelas menjadi salah satu orang yang lantang mendukung Erick Thohir untuk maju sebagai Calon Ketua Umum PSSI periode 2023-2027. Bahkan, ia mendampingi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu untuk mendaftarakan diri sebagai calon Ketua Umum PSSI.

"Pak Erick bukan sosok asing, karena kan delapan tahun beliau menjabat sebagai wakil komisaris utama dengan kontribusi yang signifikan di Persib," kata Teddy, Minggu (15/1/2023).

Selain di Persib, ET, sapaa akrab Erick, juga malang-melintang di sejumlah klub internasional seperti Inter Milan hingga DC United. Persib pun beberapa kali melakukan kerja sama dengan klub tersebut termasuk memberikan para pemain muda menimba ilmu di klub Inter Milan.

Begitu pula dengan Ketua Badan Liga Sepak Bola Pelajar Indonesia (Bilspi) Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhammad Jaelan. Dia merasa Erick lebih memberi harapan baru bagi nasib sepak bola Indonesia ketimbang nama-nama calon Ketum PSSI lainnya.

"Kami berharap besar kepada pak Erick Thohir dengan segala pengalaman dan kemampuannya sampai tingkat internasional agar sepak bola Indonesia ke depan lebih baik dan berprestasi," kata Jaelan, dikonfirmasi IDN Times di Mataram, Sabtu (21/1/2023).

Jaelan mengatakan, baik Erick maupun La Nyalla tentu punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun, sosok Erick lebih diharapkan karena La Nyalla pernah menjadi Ketum PSSI 2015-2016, namun tak mampu membawa banyak perubahan.

"Saya kira beliau harus legowo memberikan kepada orang baru, karena prestasi sepak bola kita sudah sekian puluh tahun tidak ada. Piala AFF saja kita tak pernah juara sampai sekarang. Thailand sudah tujuh kali juara, kita belum sama sekali," kata Pemilik Sekolah Sepak Bola (SSB) Selaparang, Kota Mataram ini.

Di sisi lain, Asosiasi Provinsi PSSI Sulawesi Selatan mengaku telah menaruh harapan besar pada sosok Erick Thohir untuk memimpin PSSI.

Sekretaris Asprov PSSI Sulsel, Ahmadi Djafri, berharap Erick Thohir mampu membawa perubahan. Salah satunya perbaikan tata kelola.

"Kami menjatuhkan pilihan ke Erick Thohir. Besar harapan kami mudah-mudahan dengan terpilihnya beliau itu dengan segudang pengalaman yang dia miliki, bisa mengangkat tata kelola yang dilakukan di PSSI," kata Ahmad saat diwawancarai IDN Times, Jumat (20/1/2023).

2. Memilih untuk menunggu pemaparan visi dan misi calon Ketua Umum PSSI

Suara dari Berbagai Penjuru Indonesia, PSSI Harus Direformasi!Logo PSSI. (Website/pssi.org)

Salah satu mantan pesepak bola Timnas Indonesia sekaligus Pelatih Persela Lamongan, Charis Yulianto, memiliki pandangan tersendiri. Ia tak menyebutkan secara lantang dukungannya terhadap salah satu calon Ketua Umum PSSI yang baru, hanya saja ia mengaku bosan dengan sosok-sosok di tubuh federasi yang itu-itu saja.

"Saya sih siapa pun Ketua PSSI akan mendukung, tapi ini ada orang lama dan baru yang mengerti sepak bola juga. Saya harap ada suasana baru di posisi Ketua PSSI," katanya, saat dikonfirmasi oleh jurnalis IDN Times pada Jumat (20/01/2023).

Charis merasa orang-orang baru ini bisa diibaratkan obat yang bisa menyembuhkan federasi yang tengah sakit. Namun, menurut Charis, hadirnya orang-orang lama dibutuhkan pula.

"Saya berharap seperti obat, kita punya yang baru untuk menyembuhkan sepak bola Indonesia agar lebih maju lagi. Orang-orang lama tetap dibutuhkan, tapi kita harus selektif juga agar memiliki orang-orang bersih di Exco PSSI," tuturnya.

Meski berbagai kecenderungan untuk memilih Erick Thohir muncul ke permukaan, ada pula beberapa voters yang belum mau menentukan sikapnya. Ketua Asprov PSSI Lampung, Eddy Samsu, misalnya.

Ia mengatakan bahwa Asprov PSSI Lampung memilih untuk belum menentukan sikap. Eddy memilih untuk melihat dan menimbang masing-masing penyampaian visi misi tiap calon Ketum. Itu pascadiumumkan lolos tahap verifikasi administrasi oleh Komite Pemilihan PSSI.

"Semua calon yang ada saat ini bagus, saya kenal semua. Kami akan lihat, ajak diskusi semuanya baru dinilai mana yang terbaik dan layak menjadi ketua umum," ucapnya kepada IDN Times, Jumat (20/1/2023).

3. Pembinaan usia dini harus jadi fokus bagi PSSI baru

Suara dari Berbagai Penjuru Indonesia, PSSI Harus Direformasi!SSB Tumpass berlaga di Kuala Lumpur (Doc SSB Tumpass for IDN Times)

Salah satu tugas besar yang diemban Ketua Umum PSSI periode 2023-2027 adalah terkait dengan pembinaan pesepak bola, sebagai hal fundamental yang tak pernah tuntas diurus.

Ketua Bilspi NTB Muhammad Jaelan juga berharap Ketum PSSI baru dapat memperhatikan struktur organisasi sepak bola sampai tingkat daerah. Karena faktanya, kata dia, kompetisi dan pembinaan usia muda masih jauh dari harapan.

"Di situlah titik berat perbaikan sepak bola yang harus dilakukan. Kita punya penduduk 250 juta, tapi sulit sekali cari tim 23 orang. Negara lain penduduknya 10 juta, atau 20 juta bisa jadi juara di level internasional. Berarti ada yang salah di manajemen sepak bola kita," katanya.

Terlepas dari bursa pencalonan nahkoda PSSI baru, salah satu pemain sepak bola profesional asal Lampung, Roni Rosadi menambahkan, sejatinya siapa pun calon ketum harus benar-benar bersinergi dengan masing-masing Asprov PSSI di tiap daerah.

"Saya rasa progam pembinaan PSSI untuk Asprov semua daerah itu sama, tapi balik lagi tergantung orangnya masing-masing. Bukan cuma Lampung, jangan dulu bicara di daerah, tapi induknya (badan PSSI) saja seperti apa? Kita semua tahu sendiri, sudah jadi rahasia umum," katanya.

Suara dari Berbagai Penjuru Indonesia, PSSI Harus Direformasi!Infografis Calon Ketua Umum PSSI 2023-2027 (Aditya Pratama/IDN Times)

4. PSSI harus bisa mencontoh pembinaan di negara lain

Suara dari Berbagai Penjuru Indonesia, PSSI Harus Direformasi!Timnas Indonesia Senior saat tampil di pertandingan (IDN Times/Herka Yanis)

Umumnya, sektor pembinaan memang menjadi harapan dari berbagai penjuru Indonesia, tak terkecuali suara yang diutarakan dari Bali. Pelatih SSB Putra Puputan, Gede Widiada, mengatakan bahwa tidak ada timnas di dunia ini yang kuat tanpa pembinaan usia dini dalam jangka panjang dan berkelanjutan.

“Kita tidak perlu bandingkan dengan Eropa. Beberapa negara seperti Jepang dan Korsel yang akhirnya sepak bolanya sangat berkembang, karena investasi dengan pembinaan pemain usia dini dalam jangka panjang,” ujar Widiada, yang saat ini memiliki 35 anak asuh di SSB yang ia kelola.

Melihat sepak bola saat ini, Widada sangat berharap Ketua PSSI ke depan untuk lebih berpihak pada pembinaan usia dini. Termasuk memperbaiki pola kompetisi dengan beberapa ketentuan untuk kepentingan para pemain muda.

“Misal saja dengan memperbanyak kompetisi tingkat nasional untuk para pemain muda. Bisa juga, misal dalam satu tim wajib memainkan dua pemain muda sehingga pemain muda dapat jam terbang yang cukup. Imbasnya nanti tentu ke Timnas Indonesia,” kata Widiada.

Setali tiga uang, manajemen SSB Haus Soccer Banjarmasin, Kalimantan Timur, Indra Syafruddin meminta PSSI memperhatikan sistem pembinaan sepak bola di Indonesia dari jenjang junior hingga senior. 

Sistem pembinaan yang akhirnya membuat prestasi timnas sepak bola Indonesia seperti jalan di tempat, bahkan tertinggal di antara negara-negara ASEAN. 

Menurut Indra, PSSI semestinya bisa mencontoh sistem pembinaan negara lain, seperti Jepang contohnya. Timnas Jepang dikenal sangat disiplin menjalankan pembinaan jenjang usia 12, 14, 17, 20 tahun, hingga timnas senior. 

Apalagi, Jepang menggunakan level sekolah sebagai pembinaan usia dini. Liga pelajar mereka begitu tertata, bahkan begitu mengasyikkan untuk sekadar ditonton.

Sistem pembinaan ini yang membuat Jepang berkesinambungan memperoleh pemain-pemain muda berbakat.

Di Indonesia peran pembinaan sepak bola mayoritas dipegang swasta. Sebenarnya terbilang bagus karena ada dukungan, namun media kompetisi usia dini masih minim dan masalah ini seharusnya bisa dipecahkan PSSI dengan memperbanyak kompetisi di pelbagai jenjang usia untuk menghasilkan pemain berbakat. 

5. Infrastruktur yang tidak merata jadi masalah menahun

Suara dari Berbagai Penjuru Indonesia, PSSI Harus Direformasi!Latihan Akademi Sepak Bola Utamasia di Lapangan Boca Junior Jalan Karya Jaya, Medan Johor, Kota Medan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Selain pembinaan, Gede Widiada juga mengatakan bahwa perbaikan infrastruktur sepak bola yang merata harus menjadi perhatian bagi Ketua Umum PSSI yang baru. Kepemimpinan PSSI ke depan diharapkan mampu meyakinkan kepala daerah sampai ke tingkat kabupaten untuk menyediakan infratruktur sepak bola yang memadai.

“Minimal lapangan sepak bola yang layak ada di masing-masing kabupaten. Misalnya saja di Kabupaten Klungkung, saat ini hampir tidak ada lapangan yang benar-benar layak untuk menggelar pertandingan sepak bola,” ungkap Widiada.

Infrastruktur yang ia maksud, merupakan lapangan khusus yang memang mencakup semua urusan sepak bola profesional. Saat ini ia melihat lapangan yang ada di Klungkung, masih lapangan umum yang digunakan bersama-sama dengan cabor lainnya.

“Rumput, ukuran lapangan, harus standar sepak bola. Jika mau serius memajukan sepak bola tanah air, menurut saya memang harus menyeluruh. Kuatkan pondasi sepak bola dari setiap kabupaten,” tuturnya.

Keresahan soal infrastruktur sepak bola juga dialami oleh masyarakat Lampung. Ketua Asprov PSSI Lampung, Eddy Samsu, mengaku bahwa provinsinya tak memiliki sarana sepak bola yang memadai.

"Secara umum, kami tidak memiliki sarana, mana lapangan? Kami tidak punya dan saat ini hanya ada dua, lapangan PKOR dan Pahoman. Pahoman bisa dikatakan tidak memenuhi standar dan rumputnya jelek, tapi kami dituntut untuk berprestasi. Bagaimana coba? Infrastruktur saja tidak ada, ya harusnya itu dulu dipenuhi," ucap dia.

Hal yang sama dirasakan masyarakat NTB. Anggota DPRD Provinsi NTB ini mengungkapkan sampai saat ini provinsinya belum memiliki lapangan sepak bola yang memenuhi syarat.

Meskipun ada GOR 17 Desember di Kota Mataram, tetapi belum layak untuk menjadi lokasi pertandingan Liga 1 dan Liga 2. Supaya dapat digunakan menjadi lokasi pertandingan sepak bola Liga 1 dan 2, GOR 17 Desember Kota Mataram perlu direnovasi besar-besaran. 

"Kalau kami punya stadion, ada klub yang home base di NTB. Dia bisa pakai stadion ini," ujarnya.

6. Gelaran Liga 2 dan Liga 3 yang berhenti jadi masalah mendesak

Suara dari Berbagai Penjuru Indonesia, PSSI Harus Direformasi!Supporter Persiba Bantul, Paserbumi.(Dok. Persiba Bantul Projotamansari)

Selain sektor pembinaan dan infrastruktur, harapan masyarakat Indonesia kepada PSSI yang paling mendesak ialah mengaktifkan kembali Liga 2 dan 3 yang sementara waktu dihentikan.

Sebenarnya, ada beberapa dasar pengambilan keputusan ini, seperti rekomendasi tim transformasi sepak bola Indonesia hingga permintaan dari sebagian besar klub. Akan tetapi, lebih daripada itu, keputusan ini kembali mencerminkan tidak konsistennya PSSI dan LIB dalam mengelola kompetisi.

Selepas tragedi Kanjuruhan pada Oktober 2022 lalu, PSSI berjuang gigih agar kompetisi Liga 1 2022/23, yang sempat tertunda beberapa bulan, bisa bergulir kembali. Ketika itu, alasan PSSI adalah soal nasib orang-orang yang bergantung pada sepak bola.

Buah dari perjuangan gigih ini terasa pada awal Desember 2022, di mana Liga 1 2022/23 bergulir lagi, meski harus menerapkan sistem bubble sepanjang Desember 2022.

Perjuangan PSSI untuk melanjutkan lagi Liga 1 sepertinya tidak dirasakan oleh masyarakat yang menggantungkan hidupnya di Liga 2 dan Liga 3. Tidak hanya datang dari Persib Bandung, protes terhadap penghentian Liga 2 dan Liga 3 umumnya diutarakan oleh banyak pihak.

Mantan pemain PSIM Yogyakarta, FX Harminanto mengatakan, penghentian kompetisi jelas berdampak pada pelaku sepak bola di lapangan seperti pemain, pelatih, dan kru tim. Selain itu, kata mantan pemain Persiba Bantul itu, secara tak langsung juga berimbas kepada pedagang yang berjualan.

“Di sisi lain, tidak ada kompetisi jelas menurunkan level pemain, karena akan semakin lama mereka tidak bermain. Dampaknya ke kualitas kompetisi nantinya dan kalau di bilang lebih jauh ya sampai kualitas timnas apalagi Liga 1 tanpa degradasi,” kata Harmin, sapaan akrabnya.

Harapan untuk dijalankannya kembali Liga 2 dan 3 pun datang dari kelompok suporter. Paserbumi, pendukung setia klub Persiba Bantul yang kini berlaga di Liga 3, mengaku tak bisa berbuat banyak dan kecewa atas keputusan PSSI yang menghentikan Liga 2 dan Liga 3.

Meski begitu, Paserbumi masih merasakan secercah harapan untuk bergulirnya kembali Liga 2 dan 3 setelah Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI memilih ketua umum pada bulan Februari mendatang.

Pentolan Paserbumi, Herry Fahamsyach, mengatakan keputusan PSSI menghentikan Liga 3 khususnya sangat memukul perjuangan mereka.  Padahal, sebelumnya suporter di sana terus mendesak Asprov PSSI DI Yogyakarta untuk segera menggulirkan Liga 3.‎

"Tentu dengan keputusan ini, Asprov PSSI DIY tunduk pada putusan PSSI sehingga perjuangan dari Paserbumi mendesak Asprov PSSI DIY menggelar Liga 3 otomatis tertutup," ungkapnya, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (19/1/2022).

7. Momentum baik untuk mereformasi PSSI

Suara dari Berbagai Penjuru Indonesia, PSSI Harus Direformasi!Iwan Bule, Shin Tae Yong, dan Indra Sjafri di latihan Timnas Indonesia U-19, Kamis (23/6/2022). (IDN Times/Tino)

Ada pula masalah di luar infrastruktur yang kudu menjadi perhatian bagi Ketua Umum PSSI baru. Ketua Persatuan Sepak Bola Banjarmasin (Peseban) Hermansyah mengatakan, PSSI merupakan pemegang otoritas sepak bola tertinggi di Indonesia, sehingga pergantiannya bisa menjadi momentum dalam pembenahan di dalam struktur PSSI. 

Seperti kepengurusan, perangkat sepak bola, komisi disiplin, wasit, hingga struktur PSSI di kota, kabupaten, dan provinsi di Indonesia. 

"Momentum baik pembenahan persepak-bolaan di Indonesia. PSSI harus berbenah secara menyeluruh. Jangan sampai terkontaminasi yang negatif dan dapat merusak citra PSSI," katanya, saat ditemui di kediamannya, Kamis (19/1/2023).

Begitu pula bagi pengurus klub sepakbola Persitangsel Kota Tangerang Selatan, yang berharap pemilihan Ketua Umum PSSI jadi momentum reformasi kepengurusan PSSI hingga tingkat kota kabupaten.

Sebab, meski sebelum-sebelumnya ketua PSSI punya niat yang baik membangun sepak bola Indonesia, namun pada praktiknya banyak oknum di bawah bersikap tak profesional.

"Reformasi PSSI harus sampai asprov dan askot. Apalagi besok pemilihan Ketua Umum PSSI, yang terpilih harus berani bersikap, yang terpilih bahwa menyentuh sampai ke daerah-daerah," kata Wakil Ketua Persitangsel M. Toha, dihubungi Sabtu (21/1/2023).

Perubahan secara menyeluruh, termasuk dengan orang-orang di dalam tubuh PSSI, juga merupakan suara yang berasal dari Sumatera Utara. Oki Rengga Winata, mengatakan jika PSSI harus mengubah kepengurusan mulai dari Ketua Umum hingga Exco.

"Ubah kepengurusan PSSI, terutama Exco, kan secara prestasi kita gagal, apa yang mau dipertahankan lagi sama mereka? Kenapa gak ada jiwa sportif untuk mundur karena gagal, kan yang diurus olahraga, tapi gak ada jiwa sportifnya," ujar Oki yang kini menjalani karier sebagai komika ini.

Penulis:

Debbie Sutrisno (Jabar)Muhammad Nasir (NTB)Rizal Adhi Pratama (Jatim)Tama Wiguna (Lampung)Sri Wibisono (Kaltim)Wayan Antara (Bali)Muhammad Iqbal (Banten)Doni Hermawan (Sumut)Ashrawi Muin (Sulsel)Hironymus Daruwaskita (DI Yogyakarta)Satria Permana (Jakarta)

Baca Juga: Penghentian Liga 3, Asprov PSSI DIY Sebut PSSI Tak Bertanggung Jawab 

Baca Juga: Bos Persib Teddy Tjahjono Masuk Dalam Calon Anggota Exco PSSI

Baca Juga: Petinggi Persib Dukung Erick Thohir Maju Jadi Ketua Umum PSSI

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya