Potret Pilu Warga "Kampung Pemulung" di TPA Sarimukti

Pemulung harap kebakaran TPA Sarimukti segera usai

Bandung Barat, IDN Times - Para pemulung di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat (KBB), sedang diselimuti duka. Mata pencaharian mereka terputus karena api yang melahap TPA regional itu tak kunjung bisa dijinakkan.

Selama ini mereka menggantungkan hidup dari gunungan sampah TPA Sarimukti. Namun hampir satu bulan ini nasib mereka tidak jelas; kapan bisa memungut sampah lagi demi selembar rupiah.

Meski diselimuti ketiakpastian kapan bisa memungut sampah lagi di TPA Sarimukti, mereka tetap sabar menunggu di gubuk-gubuk reyot yang berada di Kampung Ciherang, Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Daerah itu mereka sebut dengan "Kampung Pemulung".

"Iya udah hampir sebulan enggak mulung, otomatis enggak ada penghasilan," tutur Yusuf (63 tahun), salah seorang pemulung, Kamis (7/9/2023).

1. Para pemulung tinggal di gubuk reyot

Potret Pilu Warga Kampung Pemulung di TPA SarimuktiGubuk di "Kampung Pemulung" Milik Salah Satu Pemulung TPA Sarimukti. (Bangkit Rizki/IDN Times)

Senyum tetap ditebar warga "Kampung Pemulung" di tengah pilu yang mereka alami. Mereka tetap bertahan di gubuk reyot yang beralaskan bambu, beratapkan terpal hingga bekas tikar serta berdinding triplek.

Rasa syukur pun masih mereka panjatkan, salah satunya dengan menyebut tempat mereka sebagai gubuk derita yang membawa berkah.

Ada sekitar 65 gubuk yang dihuni sekitar 273 jiwa. Bukan hanya pemulung, namun ada juga yang memilih memboyong keluarganya untuk hidup di "Kampung Pemulung" yang lokasinya tak jauh dari TPA Sarimukti. Rata-rata gubuk yang mereka huni berukuran 2x3 hingga 4x5 meter.

"Kalau saya sendiri. Keluarga mah ada Majalaya, Kabupaten Bandung," ucap Yusuf.

Memungut sampah yang bisa dijual seperti bekas minuman plastik sudah dilakoni Yusuf sejak tahun 2007 untuk menghidupi keluarganya. Hampir setiap hari ia berada di TPA Sarimukti, menunggu truk pengangkut sampah yang masuk hingga memilahnya.

Sampah-sampah itu oleh Yusuf dan para pemulung lainnya dikumpulkan lalu dijual kepada pengepul. Dari sampah-sampah itulah ia bisa menghidupi ketiga anak dan istrinya di kampung halaman meskipun kini penghasilannya terus merosot.

Pria yang menghuni gubuk kecil bertuliskan "Gubuk Derita" itu kini rata-rata hanya bisa mengumpulkan sekitar 70 kilogram sampah plastik. Jika dirupiahkan, Yusuf hanya mendapat sekitar Rp50 ribu per hari.

"Saya anak tiga, tapi alhamdulillah yang dua sudah bekerja, dan satu masih sekolah," ujar dia.

2. Pemulung memilih bertahan di Kampung Pemulung

Potret Pilu Warga Kampung Pemulung di TPA SarimuktiAnak-anak di "Kampung Pemulung" Sedang Melakukan Aktivitas di Balai Terbuka. (Bangkit Rizki/IDN Times)

Meskipun tidak tahu kapan bisa memungut sampah lagi di TPA Sarimukti, Yusuf dan para pemulung lainnya memilih bertahan di gubuk mereka masing-masing. Atas peristiwa kebakaran itu, Yusuf tak bisa mengirimkan uang untuk sementara ini kepada istrinya karena sudah hampir sebulan tidak memiliki penghasilan.

Ia hanya berharap keluarganya mengerti akan kondisinya, dan berdoa semoga segera ada keajaiban yang membuat TPA Sarimukti lekas aktif kembali.

"Kalau pulang mau, buat ongkos juga ada bisa maksain. Tapi saya gak pilih itu, karena di kampung gak ada pekerjaan lagi. Biasanya saya pulang sebulan sekali. Keluarga juga khawatir sama kesehatan saya, waswas tapi mudah-mudahan selalu disehatkan," kata Yusuf.

3. Pemulung berharap kebakaran TPA Sarimukti segera bisa dipadamkan

Potret Pilu Warga Kampung Pemulung di TPA SarimuktiSalah Seorang Pemulung Tengah Membawa Sampah Sisa untuk Dijual. (Bangkit Rizki/IDN Times)

Di tengah kondisi perekonomian yang semakin menipis, para pemulung merasa sedikit kecewa karena tidak diizinkan memungut sampah di zona darurat TPA Sarimukti yang dibuka terbatas sejak pekan lalu. Padahal, lokasi itu bisa jadi jalan untuk menyambung perekonomian mereka.

Harapan pemulung, kebakaran TPA Sarimukti bisa segera dipadamkan sehingga pada 11 September 2023 truk-truk bisa kembali membuang sampah.

"Udah hampir sebulan libur, gak ada pemasukan. Informasinya tanggal 11 September ini bisa lagi, mudah-mudahan benar," ucap Oom Komalasari (52), pemulung lainnya.

Sebab mata pencahariannya terpusut usai TPA Sarimukti terbakar, para pemulung mengandalkan bantuan untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari untuk bertahan di "Kampung Pemulung". Mereka berasal dari berbagai daerah seperti Kabupaten Bandung, Cianjur, Garut, Sukabumi hingga Banten.

Namun, kata Oom, bantuan seperti makanan berupa nasi, mie instan dan sembako, sejak empat hari lalu sudah tak lagi mereka terima.

"Bantuan (makanan) sudah empat hari gak ada dan sudah tidak ada konfirmasi apa-apa lagi kalau masalah bantuan. Tapi kami gak bisa mulung lagi, katanya sampai 11 September," ujar dia.

4. Sejarah singkat Kampung Pemulung di TPA Sarimukti

Potret Pilu Warga Kampung Pemulung di TPA SarimuktiWarga di "Kampung Pemulung" TPA Sarimukti, KBB Sedang Berbincang. (Bangkit Rizki/IDN Times)

Oom menceritakan sejarah singkat keberadaan "Kampung Pemulung" di TPA Sarimukti. Awalnya, para pemulung berkumim di zona TPA Sarimukti yang kini masih dalam penanganan kebakaran. Namun mereka terpaksa harus angkat kaki karena area itu digunakan untuk membuang sampah.

Para pemulung pun meminta pihak berwenang untuk mencarikan solusi untuk tempat tinggal. Sehingga akhirnya pihak Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat memperbolehkan mereka membuat gubuk di area perkebunan yang tak jauh dari TPA Sarimukti.

"Baru sekitar delapan bulan lalu pidah ke sini, awalnya di lokasi yang kebakaran itu. Alhamdulillah gratis," ucap Oom.

Baca Juga: Masih Ada Api, Helikopter Water Bombing Beraksi Lagi di TPA Sarimukti

Baca Juga: Sarimukti Masih Kebakaran, Pemerintah Cari Lahan untuk TPA Baru

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya