Ketersediaan Air Baku Bagi Warga di Pulau Jawa Memprihatinkan
Masyarakat makin lama merasakan krisis air bersih
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Perubahan struktur alam bukan hanya menyebabkan bencana ekologi. Persoalan yang sampai saat ini belum bisa diselesaikan pemerintah adalah pemenuhan hak atas air baku bagi masyarakat.
Kondisi ini menjadi perhatian penuh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) se-Jawa. Dalam diskusi di Kota Bandung, Selasa (27/2/2024). Para perwakilan WALHI menilai bahwa air yang seharusnya menjadi hak masyarakat sekarang sudah sulit diakses.
Bahkan privatisasi atau swastanisasi dalam pengelolaan sumber daya air membuat sumber daya alam yang seharusnya bisa didapat secara murah sekarang harus dibayar mahal.
"Di Jawa Tengah misalnya, ketika ada musim panas kekeringan parah terjadi di sejumlah daerah. Bahkan di Kota Semarang saja masyarakat pesisir airnya sudah terkena air laut. Jadi mereka harus beli air yang harganya mahal," kata Ketua WALHI Jawa Tengah, Fahmi Bastian.
Di Pekalongan, lanjutnya, warga yang jaraknya sudah lebih dari lima kilometer (km) saja dari pesisir bisa mendapat air tanah yang tidak asin. Namun, untuk yang ada di pesisir dan punya sumur pasti airnya sudah tercampur.
Pemerintah daerah (Pemda) yang seharusnya bisa menyediakan air bersih dengan harga murah pun nyatanya tidak bekerja dengan baik. Di Kota Semarang saja PDAM hanya mampu menyuplai sekitar 50 persen kebutuha warga.
"Artinya pemerintah belum mampu memenuhi kebutuhan hak dasar masyarakat," kata dia.
1. Pertumbuhan industri dan hutan yang makin gundul turunkan debit air bagi warga
Di Jawa Barat, tingginya industri yang menggunakan air tanah membuat masyarakat yang ada di sekitar kawasan tersebut kehilangan akses mendapatkan air tanah secara gratis.
Pengambilan air yang berlebihan pun membuat ketersediaan air tanah semakin dalam untuk dijangkau masyarakat umum.
Di sisi lain, kawasan hutan yang seharusnya bisa menjadi penampung air sekarang terus dibabat untuk berbagai kepentingan. Alhasil krisis yang ada bukan hanya dari pangan tapi terjadi juga pada air ketika musim kering.
"Sekarang pemerintah tidak mengedepankan kepentingan pada rakyat karena air saja terus dikeluarkan izin privatisasi dan swastanisasi sehingga warga dipaksa untuk membeli air bersih," kata Ketua Walhi Jabar, Wahyudin.
Bahaya yang akan mengancam ketersediaan air baku di Jawa Barat adalah kawasan Rebana. Wahyudin mendapat data bahwa industri di sana akan membutuhkan suplai air hingga 16 ribu meter kubir per detik. Jumlah ini sangat tinggi dan bisa membuat masyarakat sekitar tidak mendapat suplai air bersih yang mencukupi.
"Sudah mah saat musim kemarau ada krisis air, saat musim hujan juga bisa jadi mereka (warga sekitar Rebana) tidak kebagian air," ungkap Wahyudin.