Ganggu Pelayanan Publik, Penghapusan Tenaga Honorer Minta Dikaji Ulang

Usulan itu disampaikan dalam rapat pimpinan komisi DPR RI

Subang, IDN Times - Rencana penghapusan tenaga honorer di instansi pemerintahan bisa mengganggu pelayanan publik. Karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia meminta pemerintah mengkaji ulang rencana tersebut.

Hal itu disampaikan Anggota DPR RI Dedi Mulyadi dalam rapat pimpinan Komisi IV, VII, IX dan X, Selasa (23/8/2022) kemarin.

"Nasib tenaga honorer sekarang di ujung tanduk dan dikhawatirkan pelayanan publik akan ambruk,” katanya, Rabu (24/8/2022).

Dalam keterangan persnya, Dedi menilai penghapusan tenaga honorer akan mempengaruhi pelayanan kepada masyarakat. Ia beralasan, tenaga honorer selama ini sudah menjadi bagian penting dalam pemerintahan tingkat pusat hingga daerah.

“Hitung saja penyuluh honorer, petugas pelayanan bidang peternakan honorer, Puskesmas honorer, guru yang mengajar tiap hari itu honorer. Jadi, kalau (honorer) ini dihapus tanpa menghitung berdasarkan kebutuhan maka akan lumpuh pelayanan pemerintah," tutur Dedi.

1. Pengangkatan ASN lebih baik dari masa pengabdian

Ganggu Pelayanan Publik, Penghapusan Tenaga Honorer Minta Dikaji UlangIlustrasi CPNS (ANTARA FOTO/Siswowidodo)

Menurutnya, pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) didasari oleh masa pengabdian seharusnya diterapkan sejak dulu hingga saat ini. Sehingga, permasalahan seperti saat ini tidak akan terjadi.

"Seiring dengan kebijakan yang berubah ini memang ada kelemahan, titik itu yang seharusnya ada larangan pengangkatan tenaga honorer, tapi (pengangkatan honorer) tetap dilakukan pada akhirnya terjadi penumpukan pada hari ini," ujar mantan Bupati Purwakarta itu.

2. Honorer lama kesulitan bersaing dengan lulusan baru

Ganggu Pelayanan Publik, Penghapusan Tenaga Honorer Minta Dikaji UlangIlustrasi tes sistem CAT seleksi CPNS. (ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra)

Dalam rapat di Gedung DPR RI kemarin, Dedi mengatakan para pekerja honorer yang sudah lama bekerja pada bidang yang ditekuni akan sulit bersaing dengan pelamar baru. Sebab, menurutnya, orang yang sudah lama bekerja tidak lagi berpikir soal akademik, tapi akan fokus pada pekerjaan dan keluarga.

"Sedangkan mereka yang baru lulus perguruan tinggi aspek-aspek akademiknya sangat kuat, jadi ketika tes mereka akan selalu kalah dengan sarjana baru. Makin lama mereka (honorer lama) makin tidak terangkat dan jadi problem," kata Dedi meyakinkan.

3. Tes bersifat komputerisasi bukan satu-satunya cara

Ganggu Pelayanan Publik, Penghapusan Tenaga Honorer Minta Dikaji UlangIlustrasi CPNS (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Selain itu, Dedi mempertanyakan alasan penerapan tes akademik secara komputerisasi seakan menjadi hal yang harus dilakukan dalam setiap hal. "Pertanyaan saya adalah apakah sopir setum itu hafal komputer? Apakah sopir truk bisa komputer? Jangankan komputer mereka pegang pensil 2b saja kadang gemetar,” ujarnya.

Karena itu, Dedi menilai mereka yang punya pengabdian kepada masyarakat dan pekerjaan selama berpuluh-puluh tahun itu tidak akan kunjung diangkat jadi ASN. Menurut pengamatannya di daerah-daerah, banyak lulusan ASN tetapi tenaga yang dibutuhkan daerah tetap tidak ada yang isi.

“Tukang sapu tidak ada isi, sopir truk tidak ada yang isi, OB (office boy) tidak ada yang isi, akhirnya nanti ASN numpuk di administrasi," kata Dedi. Akibatnya, postur anggaran dinilai lebih banyak terserap untuk tenaga administrasi.

4. Tenaga administratif diprediksi akan menumpuk nantinya

Ganggu Pelayanan Publik, Penghapusan Tenaga Honorer Minta Dikaji UlangIlustrasi ASN (Dok.IDN Times/Istimewa)

Hal itu diakui berdasarkan grafik anggaran yang habis oleh Tambahan Perbaikan Penghasilan (TPP). Sementara itu, anggaran pemerintah untuk pembangunan justru mengalami penurunan tajam.

"Sifat TPP itu orang kerja dan tidak kerja itu sama karena sifatnya administratif. Karena sifatnya administratif orang ngumpul di foto kemudian dipakai laporan untuk pimpinan lalu jadi uang. Akhirnya sifatnya administratif," ujarnya.

Permasalahan itu ditambah dengan pengelompokan kepegawaian yang mengakibatkan disparitas penggajian. Misalnya, sektor pertanian masuk kelompok dengan gaji rendah. Berbeda dengan honorer sekretariat daerah yang bertugas melayani pimpinan akan mendapat honor yang jauh lebih besar.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Minta Kenaikan Tarif Wisata Pulau Komodo Dievaluasi

Baca Juga: Peringati Kemerdeakaan, Petani Subang Upacara Bendera di Tengah Sawah

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya