TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tingkatkan Literasi Digital Tenaga Pendidik, Ini Upaya Pemerintah

Milea Lab bantu pemerintah tingkatkan literasi digital

ilustrasi Pendidikan (IDN Times/Sukma Shakti)

Bandung, IDN Times - Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi menjalin kerja sama dengan SHINTA VR, melalui salah satu brand-produknya: MilleaLab, guna memperlancar implementasi Kurikulum Merdeka.

Milela Lab merupakan jenama yang berfokus pada pengembangan teknologi imersif melalui metode pembelajaran virtual reality. Maka itu tak heran Kemendikbudristek memerlukan kerja sama ini guna mendukung program Kurikulum Merdeka dalam mengedepankan potensi setiap peserta didik.

Pertemuan kerja sama antara Ditjen GTK Kemendikbudristek dengan MilleaLab dilaksanakan di Ruang Sidang Ditjen GTK Kemendikbudristek, Jakarta. Agenda pokok dalam pertemuan tersebut adalah Penandatangan Dokumen Perjanjian Kerja sama mengenai “Program Peningkatan Kompetensi Literasi Digital bagi Guru dan Tenaga Kependidikan.”

Dengan adanya kerja sama ini, kedua belah pihak sepakat untuk memajukan kualitas pendidik yang berwawasan teknologi untuk mengoptimalkan kegiatan belajar mandiri bersama peserta didik di dalam negeri.

1. Peran pemerintah dalam literasi digital

Tingkatkan Literasi Digital Tenaga Pendidik, Ini Upaya Pemerintah (IDN Times/istimewa)

Pemerintah menilai bahwa pendidik adalah subjek utama yang perlu didukung secara optimal agar implementasi Kurikulum Merdeka dapat terlaksana dengan maksimal.

Tanpa kesadaran tersebut, wawasan pendidik terkait dunia digital dapat tertinggal dengan kecenderungan peserta didik yang mayoritas merupakan Gen Z dan Gen Alfa.

Sementara MilleaLab, selaku mitra, selanjutnya akan bertugas membantu pemerintah dalam meningkatkan kompetensi literasi digital yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila dalam kerangka acuannya, yaitu Kurikulum Merdeka.

MilleaLab akan membuat pengayaan praktis bagi para pendidik di Indonesia untuk terlibat dalam praktik bagi pendidikan yang menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran kontekstual sesuai perkembangan teknologi imersif terapan mutakhir. Harapannya, para pendidik dalam menciptakan pembaharuan bahan ajar sesuai dengan semangat kreativitas di platform Merdeka Mengajar.

Menyikapi program ini, Andes Rizky, Direktur SHINTA VR, menyatakan bahwa penandatanganan kerja sama memperlihatkan relevansi inovasi teknologi yang SHINTA VR kerjakan dengan ancangan literasi digital yang Kemendikbudristek persiapkan.

“Sekali lagi, MilleaLab membuktikan kontribusinya terhadap pendidikan teknologi di Indonesia. Dengan mengedepankan metode virtual reality, MilleaLab mendukung sepenuhnya agenda peningkatan literasi digital yang dicanangkan dalam Kurikulum Merdeka. Teknologi imersif adalah solusi nyata pendidikan hari ini,” ujar Andes Rizky, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Selasa (17/10/2023).

2. Teknologi imersif dan tantangan literasi digital

Tingkatkan Literasi Digital Tenaga Pendidik, Ini Upaya Pemerintah (IDN Times/istimewa)

Setidaknya MilleaLab mencatat dua hal yang menjadi tantangan yang melatari kerja sama ini, yaitu kurangnya literasi digital bagi pendidik dan keterbatasan anggaran teknologi pendidikan.

Faktor pertama tersebut mengindikasikan bahwa kualitas pendidik di Indonesia perlu ditingkatkan secara masif. Hal inilah yang selama ini telah dikerjakan MilleaLab melalui Pendekar VR, komunitas yang mewadahi guru-guru atau tenaga pendidik yang mempraktikkan pembelajaran virtual reality di dalam kelas belajar masing-masing.

Pendekar VR tersebar di seluruh wilayah strategis di pulau-pulau Indonesia. Dengan rekam jejak tersebut, MilleaLab ingin mengentaskan masalah pendidik di ranah pendidikan sesuai UNESCO ICT Competency Framework for Teacher; knowledge acquisition, knowledge deepening dan knowledge creation.

Maka itu, kata Andes, teknologi berfungsi menjadi pengakselerasi dalam menghadapi segala keterbatasan yang ada, salah satunya keterbatasan anggaran teknologi pendidikan yang menjadi tantangan kedua.

Pandangan itu menunjukkan bahwa teknologi imersif sangatlah mungkin menjangkau akses yang selama ini menjadi problem primer dalam pendidikan.

"Teknologi imersif yang SHINTA VR kontribusikan selama ini telah memperlihatkan bahwa virtual reality dapat mengatasi masalah pemborosan anggaran pengadaan sarana dan infrastruktur pendidikan sementara," kata Andes.

Baca Juga: Mahfud: Literasi Digital Indonesia Rendah, Ranking 51 dari 63

Baca Juga: 8 Alasan Literasi Awal Penting bagi Anak, Analitisnya Melejit!

Berita Terkini Lainnya