TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Peran Aktif Perempuan Dalam Wujudkan Kesehatan Seksual dan Reproduksi

Masih bentrok dengan budaya yang dimiliki masyarakat

IDN Times/Istimewa

Bandung, IDN Times - Sudah lebih dari setengah abad perempuan memperjuangkan kesetaraan dan mendorong pemenuhan hak-haknya, baik hak pribadi maupun profesional. Hal ini diantaranya untuk mengenyam pendidikan, memilih dalam pemilu, dan berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, misalnya, kini dapat secara bebas dinikmati oleh perempuan. Dan semua ini dapat terjadi karena perempuan berani untuk angkat suara.

Walau perempuan telah mengambil langkah signifikan dalam mengadvokasi hak-hak pribadi mereka, perempuan masih mengalami tantangan pada aspek kesehatan seksual dan reproduksi hingga yang menyebabkan kesenjangan kepuasan—disparitas kepuasan seksual antara laki-laki dan perempuan.

Faktanya, penelitian terbaru yang dilakukan oleh Durex Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 1 dari 3 perempuan yang aktif secara seksual di Indonesia memalsukan orgasmenya. Bahkan, perempuan jauh lebih sering memalsukan orgasme mereka daripada laki-laki.

Layaknya perempuan memperjuangkan haknya di masa lalu, upaya menutup kesenjangan akses terhadap kesehatan seksual dan kepuasan yang lebih baik dapat dimulai dengan kemauan dalam membahas secara terbuka mengenai topik tersebut, yang sayangnya perempuan masih kerap mendapatkan stigma negatif dan dihakimi ketika membahas kesejahteraan seksual, termasuk diskusi kepuasan.

1. Masih bentrok dengan budaya yang dimiliki masyarakat

IDN Times/Istimewa

Mengapa hal ini penting? Psikolog klinis Inez Kristanti menjelaskan, masyarakat memiliki budaya di mana diskusi tentang seksualitas ditentang dan diabaikan. Hal ini terutama dirasakan oleh perempuan, karena ada stigma dan stereotip tertentu tentang seksualitas perempuan yang akhirnya membuat perempuan menghindari topik ini sepenuhnya. Karena itu, orang enggan untuk membicarakan apa yang mereka inginkan, bahkan dalam relasi paling intim mereka.

Dia menyebutkan, sebuah studi dari Rutgers melihat hal ini lebih dalam. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa ketika perempuan jarang mendapatkan kepuasan dalam hubungan mereka, mereka belajar untuk menginginkan dan mengharapkan lebih sedikit orgasme dari pasangannya. Dan ketika perempuan menurunkan ekspektasi mereka akan orgasme, kesenjangan kepuasan ini melebar.

“Ini tidak hanya tentang orgasme. Ketika perempuan menjadi begitu terbiasa tak menerima hal-hal tertentu, termasuk orgasme, beberapa mungkin berpikir “ya memang begitu selayaknya jadi perempuan”, kata dia.

2. Perempuan memiliki hak untuk speak up

IDN Times/Istimewa

Namun, menurut dia, tidak, seharusnya tidak begitu. Perempuan memiliki hak untuk speak up dan menuntut hal yang berbeda.

Lalu bagaimana kita dapat mengatasi ini? Inez percaya, semua tahu bahwa setiap orang mencapai kepuasan secara berbeda. Masalahnya adalah, jarang, bahkan mungkin tidak pernah, membicarakannya.

Itulah mengapa sangat penting bagi kita untuk menciptakan lingkungan di mana diskusi tentang seksualitas itu diterima dengan baik. Speak up adalah kuncinya. Beri tahu pasangan apa yang cocok dan pelajari apa yang cocok bagi pasangan juga.

"Biasakan untuk berdiskusi dengan saling menghargai, terutama karena preferensi kita dapat berubah seiring waktu,” ujar dia.

Berita Terkini Lainnya