Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Tipe MBTI yang Gampang Banget Kecanduan Sosial Media, Hati-hati

illustrasi kecanduan media sosial (unsplash.com/Sinitta Leunen)
illustrasi kecanduan media sosial (unsplash.com/Sinitta Leunen)
Intinya sih...
  • ENFP rentan terpancing buka media sosial setiap kali muncul notifikasi karena rasa penasaran dan FOMO.
  • INFP sering merasa overwhelmed akibat konten emosional yang mereka lihat di media sosial, mengganggu kestabilan emosi.
  • ESFP terlalu fokus pada respons orang lain terhadap unggahan mereka, bisa jadi candu yang mengikis keaslian diri.

Di era digital seperti sekarang, media sosial bukan cuma jadi alat komunikasi, tapi juga ruang pelarian dari dunia nyata. Nge-scroll tanpa henti, stalking akun random, atau sekadar refresh beranda bisa terasa sangat menggoda, terutama bagi orang-orang dengan kepribadian tertentu. Menariknya, ada tipe MBTI yang secara psikologis memang lebih rentan terhadap kecanduan sosial media dibandingkan tipe lainnya.

Tiap tipe MBTI punya dorongan dan kebutuhan emosional yang berbeda-beda. Bagi sebagian orang, sosial media bisa jadi tempat mencari validasi, memperluas koneksi, atau sekadar mengisi kekosongan emosional. Kalau gak hati-hati, hal ini bisa berdampak buruk terhadap produktivitas, kesehatan mental, bahkan hubungan sosial di dunia nyata. Yuk, simak tipe MBTI yang paling gampang kecanduan sosial media di bawah ini!

1. ENFP

illustrasi media sosial (unsplash.com/SumUp)
illustrasi media sosial (unsplash.com/SumUp)

ENFP dikenal punya energi tinggi dan semangat eksplorasi yang luar biasa. Mereka selalu tertarik pada hal-hal baru, termasuk tren media sosial yang silih berganti. Kombinasi antara rasa penasaran dan FOMO (fear of missing out) membuat ENFP gampang banget terpancing untuk buka media sosial setiap kali muncul notifikasi. Buat mereka, mengeksplorasi konten baru adalah bentuk stimulasi intelektual sekaligus pelarian dari rutinitas.

Namun, sifat impulsif ENFP juga bisa membuat mereka susah mengontrol waktu yang dihabiskan di media sosial. Mereka bisa kehilangan fokus saat sedang mengerjakan sesuatu hanya karena satu DM atau mention. Meskipun ENFP cenderung kreatif dan ekspresif, terlalu banyak mengandalkan sosial media untuk stimulasi bisa membuat mereka kehilangan koneksi dengan dunia nyata dan mengalami kelelahan mental.

2. INFP

ilustrasi membandingkan diri di media sosial (freepik.com/freepik)
ilustrasi membandingkan diri di media sosial (freepik.com/freepik)

INFP sering menjadikan media sosial sebagai tempat mengekspresikan pikiran dan emosi yang sulit disampaikan secara langsung. Mereka suka membagikan kutipan inspiratif, curhatan pribadi, atau sekadar repost hal-hal yang mereka anggap bermakna. Karena kepribadian mereka sangat berorientasi pada nilai dan perasaan, mereka sering terbawa suasana dari konten-konten emosional yang mereka lihat di media sosial.

Masalahnya, ketika terlalu sering mengonsumsi konten yang memicu emosi seperti video sedih atau topik sosial tertentu, INFP bisa dengan cepat merasa overwhelmed. Mereka cenderung merenung terlalu dalam, bahkan terhadap isu yang sebenarnya gak berhubungan langsung dengan hidup mereka. Akibatnya, bukan hanya waktu yang tersita, tapi juga kestabilan emosi yang terganggu.

3. ESFP

ilustrasi melihat media sosial (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi melihat media sosial (pexels.com/cottonbro studio)

ESFP punya kecenderungan besar untuk tampil dan mendapat perhatian, dan media sosial adalah panggung sempurna buat mereka. Mereka senang membagikan momen-momen hidup yang seru, dari liburan, outfit, sampai makanan yang mereka makan. Platform seperti Instagram dan TikTok sangat cocok dengan kepribadian mereka yang suka tampil spontan dan ekspresif.

Tapi di balik itu, ESFP bisa jadi sangat terikat pada respons orang lain terhadap unggahan mereka. Jumlah likes, komentar, atau view bisa menentukan mood mereka sepanjang hari. Gak jarang mereka jadi terlalu fokus membangun citra digital sampai lupa menikmati momen secara langsung. Kalau gak dibatasi, media sosial bisa jadi candu yang mengikis keaslian diri ESFP sendiri.

4. ENTP

ilustrasi scroll media sosial (freepik.com/yanalya)
ilustrasi scroll media sosial (freepik.com/yanalya)

ENTP senang berdebat, berdiskusi, dan mengeksplorasi ide-ide baru, dan media sosial menyediakan ruang luas untuk semua itu. Mereka menikmati adu argumen di kolom komentar, membuat thread panjang, atau sekadar membagikan opini dengan gaya retoris yang memikat. Dalam banyak kasus, aktivitas ini memberi kepuasan intelektual yang gak mereka temukan di lingkungan sehari-hari.

Namun, semangat berdebat ini bisa membuat ENTP terlalu tenggelam dalam dunia maya. Mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk membalas komentar atau membaca postingan yang menurut mereka menantang. Meskipun tampak produktif, keterikatan ini sebenarnya bisa merusak fokus dan mengalihkan energi dari hal-hal yang lebih berdampak nyata.

5. ISFJ

ilustrasi kecanduan sosial media (freepik.com/pvproductions)
ilustrasi kecanduan sosial media (freepik.com/pvproductions)

ISFJ punya kepribadian yang penuh empati dan perhatian terhadap orang lain, sehingga media sosial bisa jadi tempat yang sangat menggoda buat mereka. Mereka senang melihat kabar teman-teman, memberi dukungan lewat komentar, atau membagikan hal-hal yang dianggap bisa membantu orang lain. Tapi justru karena empatinya tinggi, ISFJ mudah larut dalam kehidupan orang lain yang mereka lihat di media sosial.

Ketika melihat teman-teman mencapai pencapaian tertentu, ISFJ bisa merasa tertinggal meskipun sebenarnya mereka gak sedang dalam kompetisi apa pun. Mereka juga gampang merasa terluka oleh postingan yang dianggap menyinggung, meskipun mungkin itu gak ditujukan buat mereka. Lama-kelamaan, paparan emosional ini bisa mengganggu kestabilan mental mereka sendiri tanpa disadari.

Ternyata, kecanduan media sosial gak cuma soal waktu layar, tapi juga berkaitan erat dengan karakter dan kebutuhan psikologis masing-masing. Memahami tipe kepribadian bisa jadi langkah awal untuk lebih bijak mengelola interaksi di dunia maya. Media sosial memang menyenangkan, tapi dunia nyata jauh lebih berarti kalau bisa dijalani secara utuh.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us