Bandung, IDN Times - Persidangan dugaan korupsi di PT Timah Tbk memunculkan sorotan tajam terhadap metode perhitungan kerugian lingkungan yang dilakukan pihak penuntut.
Penasehat hukum salah satu tersangka Harvey Moeis, Junaedi Saibih, menekankan pentingnya keterlibatan ahli yang relevan, seperti ahli geologi untuk menilai dampak tambang secara akurat, bukan ahli kehutanan.
“Interpretasi citra satelit atas bukaan tambang seharusnya dilakukan oleh ahli geologi, bukan ahli kehutanan,” ujar Junaedi di persidangan duplik terdakwa Dirut PT RBT, Suparta, Jumat (20/12/2024).
Ia mempertanyakan akurasi perhitungan yang dilakukan oleh spesialis forensik api di Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Bambang Hero Saharjo, yang menyatakan total bukaan tambang pada 2019-2020 mencapai 170.363 hektare dengan kerugian lingkungan mencapai Rp171 triliun.
Menurut Junaedi, data justru menunjukkan bahwa mayoritas area terbuka akibat aktivitas tambang PT Timah Tbk telah terjadi sebelum Januari 2015.
Pada periode 2015-2022, luasan bukaan hanya 5.658,30 hektare atau 10,86% dari total area. “Ini membantah tuduhan jaksa bahwa kegiatan tambang masif terjadi pada 2015-2022,” katanya.