Berdoa di Tradisi Dlugdag, Sultan Cirebon Minta Wabah Corona Berakhir
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Cirebon, IDN Times - Sultan Sepuh Kesultanan Kasepuhan XIV, PRA Arief Natadiningrat melangsungkan prosesi pemukulan Bedug Samogiri di halaman Langgar Masjid Agung Keraton, Kamis (23/4). Prosesi adat tradisi Dlugdag itu dilaksanakan sebagai petanda bahwa bulan Ramadan sudah tiba.
Tradisi ini dilakukan usai Sultan Sepuh melaksanakan salat asar. Tradisi Dlugdag sudah ada sejak ratusan tahun lalu, dan dilestarikan sebagai syiar dan merawat khazanah budaya leluhur Cirebon. Kendati demikian, tradisi Dlugdag ini dilakukan tidak seperti di tahun sebelumnya.
1. Tidak semua tradisi keraton digelar di bulan Ramadan
Ramadan di tengah pandemi COVID-19 membuat prosesi tradisi Dlugdag berlangsung sepi. Lingkungan Keraton Kasepuhan pun jauh dari keramaian. Sultan Arief menyampaikan, di tengah wabah virus corona, memang ada beberapa budaya lokal yang masih bisa dilakukan tanpa mengundang orang banyak.
"Pada sore hari ini sesuai adat dan tradisi adalah pemukulan bedug atau dlugdag, sebagai tanda nanti malam melaksanakan Tarawih. Beberapa tradisi lain tidak bisa dilaksanakan, karena ada wabah COVID-19. Kami mengikuti anjuran pemerintah, MUI, dan Kementerian Agama," ujar Sultan, Kamis (23/4) malam.
2. Berdoa agar pandemi COVID-19 berakhir
Usai melangsungkan prosesi tradisi Dlugdag, Sultan berdoa agar masa pandemi COVID-19 di Tanah Air segera berakhir, dan tidak ada lagi korban akibat penyakit yang sedang mewabah di penjuru dunia ini. Saat menabuh bedug, Sultan pun mengenakan masker untuk menghindari paparan persebaran virus corona.
"Kita semua berdoa agar wabah ini segera berakhir dan seluruh masyarakat Cirebon diberi kesehatan dan panjang umur, tidak ada lagi yang menjadi korban karena COVID-19 ini," ujarnya.
3. Bedug menjadi isyarat waktu salat
Arief menjelaskan, tradisi Dlugdag ini tak lepas dari perkembangan proses Islam masuk di Indonesia. Sebelum teknologi pengeras suara ada, bedug menjadi isyarat masuk waktu salat.
"Tradisi ini sudah berlangsung ratusan tahun. Pertama kali dilakukan oleh para Wali Songo untuk mengingat waktu salat," ujarnya.
4. Zaman dulu tidak ada pengeras suara
Arief menjelaskan, apabila sudah didapat waktu tepat masuk salat, Panatagama atau pemuka agama menabuh bedug sebagai tanda sudah masuk waktu salat.
"Belum ada pengeras suara apalagi media sosial. Makanya para wali menggunakan bedug sebagai pertanda masuk waktu salat," katanya.