Sewindu Bank Sampah Astana Eyang Perindah Pemukiman Warga Citepus 

Bank sampah ini akan diubah jadi badan usaha

Bandung, IDN Times - Mesin pencacah plastik menderu sepanjang siang hingga sore di Bank Sampah Astana Eyang. Berbagai bekas minuman berbagan plastik dimasukkan ke mulut mesin dan berakhir menjadi ukuran kecil meluncur ke sebuah bak berisi air

Cacahan plastik kemudian dicuci dan dikeringkan memakai mesin pengering. Tak berapa lama, plastik tersebut kemudian disimpan dalam karung besar untuk dibiarkan beberapa hari hingga benar-benar kering.

Dedi dan Yayan, dua orang pekerja yang sudah delapan tahun menghidpkan Bank Sampah Astana Eyang. Dibandung sejumlah pekerja yang masuk keluar, mereka mengolah limbah rumah tangga yang ada di RT 04 RW 06, Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung.

"Sudah dari 2015 kita mulai inisiatif membangun bank sampah ini. Ya sebenarnya sudah lama dipikirkaan warga, tapi baru terelaisasinya delapan tahun lalu," kata Ketua Bank Sampah Astana Eyang, Dedi Mulyadi, ditemui IDN Times, Kamis (22/6/2023).

Berada di Jalan Citepus II, tempat ini berdekatan dengan pemukiman warga. Luasnya tidak begitu besar hanya 20x6 meter, tapi cukup menampung sampah dari masyarakat untuk diolah kembali agar tidak langsung dibuat ke tempat pembuangan sampah (TPS). Mulai dari sampah plastik, kertas, hingga logam bisa ditampung di sini.

Dia menceritakan, keberadaan bank sampah ini berawal saat Dedi dan beberapa masyarakat melihat banyak warga membuang sampah langsung ke sungai. Mereka seenaknya membuang sampah tanpa memikirkan dampak buruknya. Alhasil tumpukan sampah kerap menutupi aliran sungai. Seringkali sampah pun menumpuk di depan rumah warga atau di jalanan karena memang tidak ada pengambilan sampah secara rutin dari petugas.

Keinginan tersebut makin mencuat setelah Pemkot Bandung berencana memberikan kendaraan pengangkut sampah ke masing-masing Rukun Warga (RW). Saat dua sepeda motor merek Triseda pun terparkir di RW 06 yang dipakai mengangkut sampah, Dedi dan warga lainnya makin kepikiran untuk membuat bank sampah.

Bank Sampah Astana Eyang awalnya dikerjakan oleh 10 orang. Enam orang bekerja sebagai penarik sampah, dua petugas gudang, dan dua sekretaris. Selama seminggu, petugas melakukan empat kali penarikan sampah ke rumah-rumah warga dengan menggunakan dua triseda.

1. Tak mudah ajarkan masyarakat mau memilah sampah

Sewindu Bank Sampah Astana Eyang Perindah Pemukiman Warga Citepus Debbie Sutrisno/IDN Times

Dalam perjalanannya, bank sampah ini tidak langsung berjalan secara mudah. Saat 2015 didirikan, Dedi dan para pekerja lainnya mengambil sampah dari masyarakat di bale warga dengan menimbangnya lebih dulu. Warga harus mendaftar dan nantinya menabung dari sampah yang mereka setorkan.

Namun konsep ini tidak mulus. Butuh lebih dari satu tahun warga mau memilah sampah dan menabungnya. Sosialisasi pun dilakukan setiap pekan melalui selebaran agar mereka tidak sekedar membuang sampah dari rumah tangga ke dalam plastik.

"Ada yang ikut nabung tapi jumlahnya ga banyak. Akhirnya kita sekarang fokus pilah di gudang saja. Kita kerja sama sama pengangkut sampah, jadi dari mereka dulu yang pilah baru nanti masuk ke bank sampah," ungkap Dedi.

Menurutnya, kesadaran masyarakat di kawasan RW 06 yang notabene padat penduduk, untuk memilah sampah memang belum besar. Meski demikian, dengan adanya bank sampah di sekitar pemukiman ini mereka perlahan sudah memisahkan mana sampah yang bisa diolah dengan organik.

Pemilahan ini mempermudah para pekerja di Bank Sampah Astana Eyang untuk memisahkan sampah agar bisa dijual dan diolah oleh industri. Apalagi dari uang yang didapat bank sampah ini sebagian juga digunakan keperluar RW yang manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar.

"Kawasan kita jadi lebih bersih. Kadang ada pemulung yang mengeluh kalau ke sini sudah jarang yang bisa diambil. Itu kan sebenarnya bagus buat kita," ungkap Dedi.

2. Mampu olah sampah ratusan kilogram

Sewindu Bank Sampah Astana Eyang Perindah Pemukiman Warga Citepus Debbie Sutrisno/IDN Times

Dedi mengatakan, sampah yang bisa diolah dari warga setiap minggunya mencapai 700 kilogram (kg). Sampah ini kadang tidak hanya plastik karena ada sampah lain yang masih bisa diolah dan dijual ke pengepul.

Selama ini selain mengambil dari petugas pengumpul sampah, ada juga yang memang menyetorkan sampahnya dan menabung di Bank Sampah Astana Eyang, meskipun jumlahnya bisa dihitung jari.

Adapun daftar harga beli sampah dari masyarakat yang dikonversi menjadi tabungan Bank Sampah Astana Eyang sebesar:

  • Plastik Rp2.000 per Kg
  • Dus Rp1.200 per Kg
  • Duplek Rp500 per Kg
  • Beling Rp100 per kg
  • Tembaga Rp80.000 per Kg
  • Besi Rp4.500 per Kg
  • Seng Rp3.000 per Kg
  • Alumunium/Timah Rp11.000 per Kg

Dri pengolahan yang ada bank sampah ini bisa meraup uang mencapai Rp6 juta secara rata-rata per bulannya. Jika dinominalkan memang tidak besar, tapi pendapatan tersebut sebagian bisa menjadi tambahan bagi para pekerja di bank sampah.

"Tapi yang paling saya syukuri ya kan lingkungan jadi bersih. Itu bagus buat warga khususnya anak-anak yang suka pada main di sekitar sini," kata Dedi.

Baca Juga: Wagub Jabar Dorong Dukungan CSR untuk Turunkan Stunting

3. Ingin jadikan badan usaha

Sewindu Bank Sampah Astana Eyang Perindah Pemukiman Warga Citepus Debbie Sutrisno/IDN Times

Salah satu kepuasan lain dengan keberadaan bank sampah ini, banyak pihak baik dari aparat kewilayahan, mahasiswa, atau peneliti datang ke Bank Sampah Astana Enyang untuk melihat perkembangan dan bagaiman fasilitas ini berdampak pada lingkungan sekitat.

Menurut Dedi, bank sampah ini pun sering kali diajak bekerjasama mengolah sampah dari RW lain di Kelurahan Pajajaran. Namun, karena jumlah pekerja yang sedikit dan ruangan yang belum terlalu besar keinginan tersebut belum diamini.

Meski demikian, ke depan Dedi dan para pengurus sedang memikirkan agar Bank Sampah Astana Eyang bisa menjadi sebuah badan usaha. Badan ini nantinya diharap bisa membuat bank sampah lebih besar untuk mengolah sampah

"Kalau jadi badan usaha kita bisa olah sampah se-kelurahan," ujarnya.

Sementara itu, Lurah Pajaran Paridin berterimakasih dengan bantuan dari BRI atas bantuan yang telah diberikan berupa mesin. Bantuan pembangunan pengolahan sampah terpadu dan sarana prasarana bank sampah ini dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar.

"Ya, tentunya dampaknya bisa memberikan lingkungan yang sehat, bersih, asri dan adanya perubahan ekonomi di masyarakat,” jelasnya.

Di Astana Eyang ini, pasalnya, telah berdiri sejak 2015, dan dihuni hampair 1.055 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa sebanyak 2.780 orang. Adapun lahan yang digunakan untuk lokasi Bank Sampah merupakan lahan milik negara di bawah pengelolaan Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo Bandung.

"Program ini, sinergi dengan program yang di galakan Pemerintah Kota Bandung dan  merupakan salah satu program unggulan yakni ‘Kang Pisman’ yang artinya Kurangi, Pisahkan dan Manfaatkan. Melalui program ini juga warga bisa ikut berperan dalam mengurangi timbunan sampah mulai dari sumbernya,’’ ujar Paridin.

Regional Head Small Medium Enterprise BRI Regional Bandung, Nurrohmi Handayani mengatakan, bantuan seperti ini memang sudah menjadi fokus perusahaan. Bantuan biasanya melihat kebutuhan masyarakat yang kemudian bakal diberikan peralatan yang sesuai.

Artinya, dalam setiap bantuan BRI perusahaan tidak memberikan uang melainkan barang yang bisa digunakan. Seperti yang dilakukan di Bank Sampah Astana Eyang ada beberap alat yang bisa dipakai untuk produksi cacahan sampah plastik.

"Kita ingin agar bantuan ini bisa berdampak jangka panjang dan dirasakan secara luas," paparnya.

4. Pemkot Bandung perbanyak bank sampah kurangi limbah masuk ke TPA

Sewindu Bank Sampah Astana Eyang Perindah Pemukiman Warga Citepus Seorang nasabah tengah menimbang sampah yang dibawa ke Bank Sampah Resik. IDN Times/Debbie Sutrisno

Di tingkat daerah, Pemerintah Kota Bandung makin serius untuk mengurangi limbah sampah rumah tangga masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA). Berbagai program pun dilakukan, salah satunya bekerja sama dengan PT Pegadaian dengan menghadirkan program Mengelola Sampah Menjadi Emas kepada 300 Bank Sampah Unit dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Bandung.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Bandung, Eric M Attauriq mengatakan, program ini merupakan bentuk optimalisasi pelayanan publik terutama terkait pengelolaan sampah.

"Masyarakat diajak untuk menyulap sampah rumah tangga menjadi tabungan emas melalui bank sampah," kata Eric.

Pengolahan sampah menjadi emas melalui program Kang Pisman juga merupakan bentuk literasi dan inklusi keuangan. Saat ini, produksi sampah di Kota Bandung mencapai sekitar 1.300 ton per hari hingga 1.500 ton per hari. Lewat bank sampah, diharapkan dapat mengurangi 30 persen produksi sampah setiap harinya.

"Selain itu, sampah juga dapat menjadi nilai ekonomi. Saya berharap dengan kolaborasi ini bisa berlanjut dan difasilitasi oleh OJK dan semakin diminati masyarakat," katanya.

Baca Juga: Ubah Limbah Jadi Uang, Bank Sampah Darling dapat Pernghargaan KLHK

Baca Juga: Volume Sampah Plastik Tinggi, Sekda Bandung: Gali Kuburan Sendiri

Baca Juga: Atasi Sampah, Pemkot Bandung Incar Teknologi Gibrik Mini dan KSM Banyumas

Topik:

  • Galih Persiana
  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya