Produk Tersertifikasi BSN Selamatkan UMKM di Kala Pandemik

COVID-19 tak surutkan UMKM untuk berkreasi dalam berjualan

Bandung, IDN Times - Tumpukan masker kain tertata di sudut ruang kerja Irma Retnandalas. Berbagai model dan warna masker ada dalam tumpukan tersebut, seakan menjadi hiasan meja yang menemani kerja si empunya.

Sementara itu puluhan contoh masker lainnya menggunung di wadah yang tersimpan di lantai. Beberapa masker dibubuhi nama juga logo instansi pemerintahan dan swasta. Masker lainnya terlihat diberi sablon warna-warni dengan aneka gambar kartun.

"Ini ada banyak masker yang kami miliki, mulai dari masker kain desain awal sampai sekarang yang sudah ber-SNI (standar negara Indonesia). Sekarang kami lebih banyak produksi untuk masker dulu," ujar Irma, ketika memulai perbincangan dengan IDN Times, Senin (17/5/2021) sore di kantornya, Jalan Cibatu Raya, Antapani, Bandung.

Toko milik Irma berada dalam jejeran rumah toko (ruko), tak jauh dari Terminal Antapani. Di bagian depan ruko terdapat plang besar bertuliskan Triple Kids. Toko ini menjual pakaian, mainan, serta perlengkapan bayi dan anak.

Dia bercerita, toko Triple Kids dengan brand Baby Fynn Sass memang sebuah tempat untuk memproduksi dan menjual kebutuhan bayi dan anak. Namun, saat pandemik COVID-19 melanda Indonesia, jumlah masyarakat yang datang ke toko berkurang. Bahkan permintaan pakaian dan kebutuhan bayi pun makin sedikit. Kondisi ini membuat produksi Baby Fynn Sass harus dihentikan sementara.

Berkurangnya penghasilan dari produk yang selama ini dijual membuat Irma memutar otak. Bersama sang suami, Irma kemudian melihat potensi dari maraknya kebutuhan masker kain.

Bermodal dari amati, tiru, dan modifikasi, atau dalam komunitas pengusaha kerap disingkat ATM, Irma kemudian memproduksi kain maskernya mirip dengan para penjual lain. Dia lantas mencoba memasarkan kain masker ini ke berbagai tempat hingga instansi.

1. Produk jangan sekadar bagus, tapi juga harus baik dan aman ketika digunakan

Produk Tersertifikasi BSN Selamatkan UMKM di Kala PandemikPara pekerja tengah melakukan pembuatan masker kain berstandar SNI. IDN Times/Istimewa

Pandemik virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau COVID-19 yang melanda seluruh dunia termasuk Indonesia membuat masyarakat harus melakukan berbagai perubahan perilaku. Salah satu adaptasi yang paling menonjol adalah penggunaan masker di hampir seluruh aktivitas, khususnya ketika harus berada di luar rumah.

Pemerintah Indonesia bahkan mewajibkan pemakaian masker bagi masyarakat ketika awal mula virus ini muncul. Kondisi ini membuat banyak pelaku usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) terinsipirasi untuk membuat berbagai macam masker.

Musababnya, masker medis yang dianjurkan pemerintah harganya melambung. Belum lagi masker medis lebih diutamakan dipakai para tenaga kesehatan yang berada di garda terdepan penanganan COVID-19.

Sayangnya tidak seluruh masker yang beredar di masyarakat bisa dipastikan baik digunakan. Dalam pembuatan masker tidak seluruh pelaku usaha mengikuti kaidah pencegahan COVD-19, sehingga jaminan aman terkadang mesti diabaikan.

Berkaca dari informasi ini, Irma berpikir bahwa masker kain yang dia buat sebenarnya bisa mendapat sertifikasi melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN). Dengan adanya sertifikasi tersebut, maka masker yang dijualnya akan lebih aman dan nyaman ketika dipakai.

"Waktu itu kebetulan saya sedang coba mendapatkan sertifikasi dari BSN untuk produk pakaian. Kemudian ada masukan kenapa masker kain yang saya produksi tidak ikut disertifikasikan. Dari situ kemudian saya pikir untuk menstandarisasikan masker ini," papar Irma.

Dari permintaan itu, Irma kemudian bertekad agar masker kain yang diproduksinya bisa mendapat SNI. Mulai dari Juni 2020, dia dan suami bolak-balik ke laboratorium yang ada di Balai Besar Tekstil (BBT) untuk melakukan pengujian. Mulai dari model kain, jenis kain, kerapatan kain, hingga warna yang ada dalam masker kain, diuji secara teliti.

"Kami sudah punya banyak model termasuk masker yang pakai kapas di dalamnya ternyata kan tidak boleh. Mungkin sudah lebih dari 10 model masker yang dicoba apakah baik dan aman ketika digunakan," papar Irma.

Baca Juga: Ini Tips BRI Agar Pelaku UMKM Bisa Meraih Sukses Sejak Awal 

2. Produk yang ber-SNI lebih dipercaya masyarakat

Produk Tersertifikasi BSN Selamatkan UMKM di Kala PandemikProduk masker dari Baby Fynn Sass yang terlah bersertifikasi. IDN Times/Istimewa

Meski jalan yang ditempuh Irma tidak mudah, tapi berkat kegigihannya untuk membuat masker kain berstandar SNI rezeki perlahan datang. Dia menuturkan, banyak pihak khususnya dari lembaga pemerintah maupun swasta yang mulai order secara berkala untuk masker kain ber-SNI.

Sejak Juli 2020, permintaan datang silih berganti. Meskipun produk kain maskernya belum secara absah mendapatkan nomor SNI, tapi mereka menginformasikan bahwa masker dari Baby Fynn Sass ini produksinya sudah sesuai SNI. Sebab, pembuatan masker sudah mengikuti pedoman yang dibuat oleh BSN.

"Ada dari perusahaan swasta bisa minta sampai Rp500 ribu, ada juga permintaan dari pesantren dan perusahaan lainnya. Total sampai sekarang mungkin sudah ada 5 juta kain masker dijual," ujar Irma.

Menurutnya, saat ini banyak perusahaan atau pengadaan yang dilakukan lembaga tertentu untuk pendistribusian kain masker harus memiliki standar SNI. Karena pelaku usaha khusus UMKM yang memiliki standar SNI untuk kain masker tidak banyak, maka permintaan kepada Irma pun terus bertambah.

Baby Fynn Sass sekarang bisa menjual produk kain masker ber-SNI ini ke retail yang selama ini sudah bekerja sama menerima produk pakaian bayi. Tanpa adanya SNI untuk produk yang dia buat, maka permintaan dan pemasaran kain masker sudah pasti tersendat.

"Pada prinsipnya dengan adanya sertifikasi yang kita punya, kita bisa bersaing dengan kain masker dari pabrikan. Dan secara produk kita bisa memastikan bahwa barang yang dibuat juga aman digunakan," ungkapnya.

Dengan banyaknya permintaan kain masker bersertifikasi ini, Irma sangat bersyukur karena pandemik yang sempat menggoyahkan bisnis pakaian bayinya bisa sedikit terselamatkan. Di sisi lain, dia juga senang karena bisa membantu pelaku usaha konveksi lain yang sebelumnya sempat mati suri.

Akibat pandemik memang banyak pekerja di perusahaan garmen yang dirumahkan bahkan dipecat. Kemudian UMKM yang selama ini menerima jahitan baju pun tak sedikit harus gulung tikar.

Lewat masker kain ber-SNI, Irma dan suami coba merangkul pelaku UMKM dan pekerja lainnya untuk bersama-sama mengerjakan orderan dari banyak perusahaan.

"Jadi mereka kami ajak jadi partner. Untuk quality contol saja kemarin di atas ruko ini ada 35 orang. Belum yang UMKM jahit sama potong juga ada beberapa. Sekarang mereka malah milih untuk bikin masker saja ketimbang baju," kata Irma.

Baca Juga: Pelaku UMKM Semakin Optimis Kondisi akan Lebih Baik

3. Sertifikasi produk memberi banyak manfaat pada pelaku usaha

Produk Tersertifikasi BSN Selamatkan UMKM di Kala PandemikKepala KLT BSN Jawa Barat, Herdiles tengah menerangkan mengenai standarisasi produk UMKM. IDN Times/Debbie Sutrisno

Penjualan produk secara massal dengan pangsa pasar yang luas memang tidak mudah dilakukan pelaku UMKM. Salah satu penyebabnya adalah tidak ada kepastian mutu produk melalui sertifikat tentang apakah barang dan jasa yang diperjualbelikan sesuai standar?

Kepala Kantor Layanan Teknis (KLT) BSN Jawa Barat, Hardiles membenarkan jika UMKM tidak mudah mendapatkan sertifikasi SNI. Namun, ketika mereka memilikinya, akan banyak manfaat yang bisa didapat termasuk dalam meningkatkan omzet penjualan.

Menurutnya, sertifikasi SNI ada yang sifatnya sukarela juga wajib. Sebuah produk harus memiliki SNI ketika berkaitan dengan keselamatan, keamanan, kesehatan, dan pelestarian fungsi lingkungan (K3L). Contohnya adalah baju bayi atau air minum dalam kemasan (AMDK).

Sedangkan yang tidak berkaitan dengan K3L, SNI yang harus dimiliki oleh UMKM atau perusahaan masuk dalam kategori sukarela.

Karena untuk mendapatkan sertifikasi tidak mudah bagi UMKM, BSN melakukan berbagai cara agar pelaku usaha bisa mendapat sertifikat SNI. Mulai dari bantuan keuangan secara penuh atau separuhnya untuk melakukan sertifikasi, hingga mencari sokongan dana dari pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi.

"Kita juga lakukan pendampingan untuk UMKM yang memang berkomitmen untuk mendapatkan sertifikasi ini. Mulai dari awal pencarian bahan, produksi, packaging (pengepakan), hingga mencari pangsa pasar baik lokal maupun ekspor. Pokoknya kita dampingi dari awal sampai akhir jual," ujar Hardiles ketika berbincang dengan IDN Times di kantornya.

Dengan produk yang tersertifikasi, para pembeli baik perusahaan maupun perorangan akan lebih percaya pada barang yang dibeli di pasaran. Kepercayaan ini yang diharapkan bisa berdampak besar pada berkelanjutan bisnis UMKM tersebut.

Hardiles tidak menyangkal bahwa UMKM yang ingin melakukan sertifikasi masih sedikit. Berdasarkan data BSN Jabar, sejak 2020 awal kantor layanan teknis ini didirikan hingga April 2021, sudah ada 50 pelaku UMKM yang mendapat pendampingan. Namun, hanya ada 6 UMKM di Jabar yang berhasil mendapat sertifikat SNI.

Modal menjadi hambatan paling besar untuk UMKM ketika ingin mendapatkan cap SNI di produknya. Untuk produk masker dari Baby Fynn Sass saja, mereka setidaknya harus merogoh kocek Rp10 juta agar mendapat sertifikasi dari BSN.

Berkaca dari persoalan ini, melalui Undang-undang Cipta Kerja, BSN segera meluncurkan program SNI Bina UMKM. Melalui program ini UMKM bisa mendapatkan bantuan sehingga sertifikasi produk bisa mencapai nol rupiah.

"Sudah ada informasi nanti pembinaan UMKM (sertifikasi) lebih mudah. Biaya juga lebih murah atau bahkan digratiskan. Tapi belum bisa dipastikan karena ini baru informasi," paparnya.

Melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah, BSN berharap setiap tahunnya jumlah pelaku UMKM yang tersertifikasi terus bertambah. BSN mencatat sejak 1988 hingga 2020 ini ada 13.190 sertifikasi SNI yang dirilis BSN untuk sembilan sektor yakni pertanian dan teknologi pangan; konstruksi; elektronik dan IT; teknologi perekayasaan, umum dan infrastruktur; kesehatan dan keselamatan lingkungan; teknologi balian; teknologi khusus, transportasi dan distribusi pangan.

Tak hanya itu, pada 2020 BSN juga memiliki 203 UMKM yang dibina untuk melakukan penerapan sertifikasi SNI.

Produk Tersertifikasi BSN Selamatkan UMKM di Kala PandemikDokuman BSN.go.id

4. Produk UMKM Indonesia makin mendunia usai tersertifikasi

Produk Tersertifikasi BSN Selamatkan UMKM di Kala PandemikProduk masakan khas Tanah Minang yang berhasil diekspor usai mendapat berbagai sertifikat kelayakan konsumsi. IDN Times/Debbie Sutrisno

Manfaat dari sertifikasi untuk produk juga dirasakan Nenden Rospiani, pemilik Restu Mande. UMKM yang bergelut dalam produk makanan khas Tanah Minang ini sudah mampu menjual berbagai macam masakan hingga ke berbagai negara. Tanpa produk yang memiliki sertifikat, Restu Mande belum tentu dikenal banyak orang dari dalam dan luar negeri.

Nenden menuturkan, keinginan untuk mendapatkan pengakuan dalam bentuk sertifikasi berawal ketika dia dan suami kerap mengikuti berbagai pameran UMKM setelah berhasil membuat rendang dalam kemasan pada 2011. Dalam sebuah acara, dia mendapat informasi bahwa produk makanan bisa lebih lama ketika disimpan dengan teknik tertentu.

Dari situ, Nenden kemudian mempelajari tekniknya hingga produk dari Restu Mande bisa bertahan 6 hingga 12 bulan dalam suhu ruangan. Karena ingin menjual produk makanannya secara aman ketika berada di tangan konsumen, Nenden pun kemudian coba mengembangkan sayap dengan melakukan sertifikasi mulai dari BPOM, kehalalan dari MUI, sertifikat GMP (Good Manufactering, Practice), HACCP (Hazard Analysis CriticalControl Point), hingga saat ini sedang mempersiapkan untuk mendapat sertifikat SNI.

"Kita ingin bagaimana Restu Mande ini dipasarkan ke luar negeri. Ini produk dari Indonesia bisa dijangkau dan dijual khususnya orang Indonesia yang ada di luar negeri," ujar Nenden.

Menurutnya, untuk mendapatkan sertifikasi memang tidak mudah dan membutuhkan usaha keras. Demi mendapat satu sertifikasi dari BPOM saja, misalnya, Nenden bisa menghabiskan uang Rp8 juta. Meski demikian, dia yakin sertifikasi produk tetap penting agar UMKM bisa maju.

"Kalau tidak ada standarisasi bagaimana kita (UMKM) mau naik kelas," kata dia.

Dengan produk yang memiliki sertifikat resmi, Restu Mande mampu melakukan ekspor. Saat ini masyarakat di beberapa negara Eropa, Asia, dan Australia sudah bisa merasakan produk dari Restu Mande. Meski jumlahnya belum banyak, tapi penjualan ke luar negeri menjadi sebuah kebanggaan bagi Nenden bahwa produk dari Indonesia bisa diterima di negeri orang.

Untuk penjualan di dalam negeri, mulai dari 2011 Restu Mande sudah coba masuk ke supermarket. Meski sempat ada penolakan, tapi dari 2016 hingga sekarang setidaknya 40 gerai supermarket di Bandung dan Jakarta yang sudah menjajakan produknya. Total ada 30 jenis masakan yang dijual Restu Mande, mulai dari rendang, gulai ikan, gulai tunjang, ikan bakar, hingga bumbu masakan Padang.

Lewat sertifikasi yang dilakukan dan dampaknya pada kemudahan pemasaran serta kepercayaan masyarakat, pemasukan Restu Mande terus meningkat setiap tahun. Meski ada pandemik COVID-19, tapi masakan hasil dapur Nenden tidak pernah sepi pembeli.

Dia mengatakan, dari 2019 ke 2020 ada kenaikan 52 persen jumlah produk terjual. Bahkan hingga Lebaran 2021 permintaan pun masih tinggi. Saking banyaknya, Nenden sempat menolak sejumlah permintaan dari pembeli.

"Kalau di-rupiah-kan omzet ini ya lumayan untuk 2020. Ini hanya untuk produk kemasan saja baik yang dijual langsung atau yang lewat e-commerce," ungkap Nenden.

Dia yakin dengan produk yang tersertifikasi, para calon pembeli tidak lagi khawatir pada prduknya. Cukup melihat kemasan yang telah memiliki berbagai sertifikat, maka produk tersebut sudah pasti aman. Ini menjadi nilai penting dalam membangun kepercayaan masyarakat pada produk yang dijual.

5. Bersama bantu UMKM untuk tumbuh melalui penerapan SNI

Produk Tersertifikasi BSN Selamatkan UMKM di Kala PandemikIlustrasi produk UMKM (ANTARA FOTO)

Keinginan BSN Jabar untuk meningkatkan jumlah UMKM mendapat sertifikat SNI disambut baik oleh Pemprov Jabar. Wakil Gubernur Uu Ruzhanul Ulum optimistis sertifikat SNI dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas dan keamanan produk. Untuk itu dia memastikan Pemprov Jabar akan membantu BSN menyosialisasikan sertifikasi SNI kepada masyarakat, terutama pelaku UMKM.

"Harapan kami ke depan kalau sudah dapat SNI, para pengusaha itu harus ada keberanian untuk ekspor. Jangan sampai kita berkutat di Jawa Barat saja, sementara peluang untuk keluar negeri sudah ada," kata Uu.

Sejauh ini BSN pun sudah melakukan komunikasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Barat dan FTA (free trade agreement) Center guna mengidentifikasi upaya yang dapat dilakukan dalam rangka memanfaatkan Persetujuan Perdagangan Internasional yang telah disepakati.

Ketiga belah pihak akan memberikan bantuan kepada UMKM, khususnya terkait dengan pemenuhan persyaratan standar. Beberapa UMKM asli Jawa Barat telah menerima manfaat dari pendampingan ini di antaranya adalah industri sepeda Kreuz, masker kain Baby Fynn, dan rendang Restu Mande. Ketiganya dibimbing untuk memenuhi persyaratan hingga mendapatkan Surat Persetujuan Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI).

Saat ini, Disperindag Provinsi Jawa Barat telah meluncurkan program Go Export yang melibatkan 85 pelaku usaha untuk mendorong peningkatan volume ekspor produk asli Jawa Barat. Diharapkan, UKM unggulan di Provinsi Jawa Barat dapat memenuhi persyaratan mutu negara mitra FTA/CEPA yang selanjutnya diharapkan dapat menjadi role model bagi UKM lainnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun mengatakan, tidak mudah untuk mengajak pelaku usaha kecil melakukan sertifikasi produk. Terlebih UMKM yang berubah-ubah dalam penjualan produk karena mereka tidak terlalu memikirkan apakah barangnya sesuai standar atau tidak. Yang penting bagi mereka adalah bisa memproduksi dan menjualnya kepada masyarakat.

Pelaku usaha yang mungkin ikut dalam sertifikasi adalah mereka yang masuk kategori usaha kecil dan menengah (UKM). Sedangkan usaha mikro akan sangat sulit melakukannya.

Meski demikian dengan modal yang tidak sedikit dalam pembuatan SNI ini, pelaku UKM pun tak gampang mempersiapkan dana tersebut. Padahal, melalui berbagai aturan yang pemerintah buat pelaku UKM seharusnya bisa mendapat kemudahan termasuk penggratisan dalam pembuatan SNI.

"Kalau sertifikasi mahal UKM jelas ogah. Maka kalau masukan dari kami harusnya sertifikasi ini bisa gratis baik untuk BPOM, SNI, atau sertifikasi halalnya," ujar Ikhsan.

Saat ini produk UMKM dari Indonesia seperti fesyen, makanan, atau perhiasan banyak diminati untuk diekspor. Ketika produk ini telah tersertifikasi termasuk SNI, maka jumlah penjualannya bisa lebih meningkat.

Meski demikian, itu kembali pada kemudahan SNI-nya. Sebab, ketika anggaran untuk sertifikasi mahal bisa berdampak pada harga jual yang melambung. Ini justru bisa kontradiktif dengan upaya pemerintah memperbanyak produk untuk diekspor demi mendongkrak perekonomian.

Baca Juga: Borongdong.id, Inovasi Pemprov Jabar Menjual Produk UMKM Lokal

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya