Partai Gelora Minta Paslon Langgar Protokol COVID-19 Didiskualifikasi

Partai Gelora juga usulkan Pilkada Serentak untuk ditunda

Bandung, IDN Times - Ketua DPW Partai Gelora Jabar Haris Yuliana meminta pemerintah bisa lebih tegas dalam memberikan sanksi kepada pasangan calon (paslon) yang melanggar protokol kesehatan COVID-19 ketika menjalankan tahapan Pilkada Serentak yang akan ramai dengan kampanye akhir bulan ini.

Saat ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), DPR, dan pemerintah pusat belum memastikan akan seperti apa sanksi kepada para pelanggar tersebut. Padahal ini penting untuk mengantisipasi lonjakan kasus baru orang terpapar virus corona.

"Kekhawatiran kita sekarang ada ledakan dahsyat (kasus COVID-19). Ini menjadi warning bagi kita semua jangan sampai ada bencana pandemik di ujung tahun," kata Haris ditemui dalam deklarasi dukungan paslon Pilkada di Jabar, Selasa (22/9/2020) petang.

1. Diskualifikasi saja kalau ada paslon yang melanggar protokol di pilkada

Partai Gelora Minta Paslon Langgar Protokol COVID-19 DidiskualifikasiDok.IDN Times/Istimewa

Haris pun memberi masukan agar ada aturan dalam PKPU, di mana paslon yang melanggar protokol kesehatan dan membuat kerumunan massa ketika masa kampanye bisa didiskualifikasi.

Ini bisa menjadi sanksi yang sangat berat bagi setiap paslon. Dengan demikian diharap mereka akan patuh dengan aturan untuk meminimalisir dampak pandemik COVID-19 yang masih menghantui Indonesia.

"Kecuali pemerintah mau menanggung akibatnya ya silakan saja," kata dia.

2. Gelora mulai pertimbangkan agar Pilkada serentak ditunda

Partai Gelora Minta Paslon Langgar Protokol COVID-19 DidiskualifikasiIlustrasi Pilkada Serentak 2020 (IDN Times/Arief Rahmat)

Di sisi lain, DPW Gelora Jabar saat ini masih mendiskusikan mengenai kemungkinan penundaan Pilkada serentak. Dalam sebuah diskusi bersama sejumlah pakar, ada masukan bahwa penyelenggarakan pemilihan kepala daerah ini bisa saja ditunda sembari menunggu penurunan kasus COVID-19, serta adanya vaksin virus ini.

"Kita membuka wacana itu dan memang ada opsi dari para pakar. Pilkada ditunda karena urusannya dengan COVID-19," paparnya.

3. Penundaan pilkada tidak akan menggangu pelayanan publik di daerah

Partai Gelora Minta Paslon Langgar Protokol COVID-19 DidiskualifikasiDok. Humas Pemkot Solo

Kepala Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Anang Zubaidy, menilai pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan dilakukan pada 9 Desember 2020 sudah sepatutnya ditunda. Hal ini lantaran situasi di Indonesia masih masuk dalam kondisi darurat COVID-19.

Anang  menjelaskan, penundaan pelaksanaan Pilkada sebenarnya tidak akan mengganggu pelayanan publik di pemerintahan daerah. Menurutnya, bagi daerah yang sudah berakhir masa jabatan kepala daerahnya bisa dilakukan penunjukan Penjabat Kepala Daerah. Sehingga, aktivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah akan tetap berjalan. 

Merujuk pada data yang diumumkan pemerintah, lebih dari sepekan terakhir jumlah penambahan kasus positif corona sampai 3000 kasus. Pada beberapa hari, di pekan yang sama, bahkan menyentuh angka 4 ribuan. Menurut Anang, peningkatan jumlah kasus positif belakangan ini sudah sangat mengkhawatirkan.

"Di tengah napas pemerintah yang terkesan terengah-engah menghadapi pandemik COVID-19 ini, perhelatan Pilkada justru tetap akan dilaksanakan pada akhir tahun ini. DPR dan Pemerintah ngotot pelaksanaan Pilkada tetap dilaksanakan dalam suasana pandemik yang belum terkendali," ungkapnya melalui keterangan tertulis pada Selasa (22/9/2020).

4. Ada beberapa alasan Pilkada harus ditunda

Partai Gelora Minta Paslon Langgar Protokol COVID-19 Didiskualifikasi

Beberapa saat terakhir, sudah ada beberapa elemen masyarakat dan pihak lain yang menyuarakan agar pelaksanaan Pilkada bisa ditunda. Diantaranya NU, Muhammadiyah maupun Komnas HAM. Namun, desakan ini tidak diindahkan oleh para pengambil kebijakan.

Menurut Anang, pelaksanaan Pilkada yang dipaksakan tetap pada tanggal 9 Desember 2020 harus ditolak. Ada 5 alasan yang membuat Pilkada ini harus ditolak. Pertama, pelaksanaan Pilkada di tengah pandemik sangat rawan dan potensial menambah jumlah kasus positif COVID-19.

Kedua, penanganan pandemik COVID-19 membutuhkan banyak biaya/anggaran, alangkah bijaknya kalau anggaran penyelenggaraan Pilkada dialihkan untuk penanggulangan pandemik COVID-19.

Ketiga, penundaan pelaksanaan Pilkada tidak akan mengganggu pelayanan publik di pemerintahan daerah. Hal ini karena di daerah yang sudah berakhir masa jabatan kepala daerahnya sudah ditunjuk Penjabat Kepala Daerah.

Keempat, sudah banyak penyelenggara dan peserta Pilkada yang sudah positif terkena COVID-19. Diantaranya Ketua KPU Pusat, KPU Daerah, dan beberapa peserta Pilkada. Tidak menutup kemungkinan jumlah ini akan bertambah.

"(Kelima) tidak ada jaminan protokol kesehatan akan dijalankan dengan ketat, meskipun komitmen ini sudah ditegaskan oleh Pemerintah, DPR, dan KPU atau KPUD. Pelaksanaan Pilkada sangat potensial menghadirkan massa baik dalam jumlah besar maupun kecil," terangnya.

Baca Juga: Partai Gelora Berikan Dukungan untuk 7 Paslon di Pilkada Jabar

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya