Mirip Penyebaran COVID-19, Perhatikan Hal Ini untuk Cegah Difteri

Sudah 8 anak meninggal karena penyakit ini di Garut

Bandung, IDN Times - Kasus penyebaran difteri telah menimbulkan delapan korban jiwa di Kabupaten Garut. Persoalan ini pun telah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, dr. Ira Dewi Jani menjelaskan, difteri merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium.

Bahkan cara penularannya serupa dengan COVID-19, yakni melalui droplet (air liur) saat berbicara, bersin, atau batuk.

"Imunisasi itu dapat mencegah dia (difteri) bermanifestasi. Sehingga meski potensi tertular itu tetap ada tapi tidak menimbulkan manifestasi klinis atau saat anak tertular atau bergejala tidak menimbulkan komplikasi yang hebat atau kematian," papar Ira, Selasa (28/2/2023).

1. Keluhan pasien difteri beragam

Mirip Penyebaran COVID-19, Perhatikan Hal Ini untuk Cegah Difteriilustrasi demam (Pexels/Polina Tankilevitch)

Selain itu, hal penting lainnya untuk masyarakat adalah cara mendeteksi gejala difteri sedini mungkin. Meski menurutnya, bagi masyarakat umum memang agak sulit untuk mendeteksi karena gejala atau keluhan yang dialami pasien.

Sebab keluhannya bisa beragam, seperti bisa ada demam, bisa juga tidak. Namun, ada juga gejala lain seperti nyeri menelan, sesak nafas, dan batuk pilek.

"Gejala-gejala tersebut karena kuman difteri membentuk selaput berwarna abu keputihan di tenggorokan pasien. Itu yang menyebabkan sakit tenggorokan dan jika sudah parah bisa mengganggu pernafasan, atau berliur terus," ungkapnya.

Jika sudah menemui gejala tersebut, sebaiknya pasien langsung dibawa ke faskes terdekat. Sebab masyarakat umum biasanya sulit menentukan apakah ini benar karena difteri atau bukan.

Saat dibawa ke faskes, nantinya tenaga kesehatan yang akan menentukan itu difteri atau bukan. Sebab, untuk mendiagnosa secara pasti memerlukan pemeriksaan kultur di laboratorium dan butuh waktu sampai hasilnya keluar.

"Setelah kita mencurigai secara klinis difteri, harus segera dicari kontak eratnya dan yang bersangkutan harus diisolasi sampai memang dibuktikan ia tidak terkonfirmasi. Mirip seperti COVID-19," tuturnya.

2. Bisa menyerang orang dewasa

Mirip Penyebaran COVID-19, Perhatikan Hal Ini untuk Cegah DifteriIlustrasi pemeriksaan tenggorokan. healthline.com

Tak hanya anak-anak, difteri pun bisa menyerang orang dewasa. Ira mengungkapkan, beberapa faktornya bisa saja karena dulu status imunisasinya kurang lengkap. Pun jika sudah lengkap bisa saja terkena, tapi tidak memiliki komplikasi yang serius.

"Makanya dua kasus yang dilaporkan secara klinis ini alhamdulillah hasil akhirnya adalah hidup sehat kembali. Sebab yang dikhawatirkan itu jika mereka mengalami komplikasi berat akibat dari kurang lengkapnya imunisasi yang dulu dilakukan," ujarnya.

Ira mengimbau bagi seluruh masyarakat untuk tetap menerapkan disiplin pola hidup bersih dan sehat (PHBS), melaksanakan prokes seperti cuci tangan dan menggunakan masker.

3. Penyakit ini bisa dicegah dengan imunisasi DPT anak sejak balita

Mirip Penyebaran COVID-19, Perhatikan Hal Ini untuk Cegah DifteriImunisasi bayi di tengah pandemik COVID-19 (ANTARA FOTO/Fauzan)

Ia memaparkan, difteri sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) pada saat anak usia di bawah satu tahun dan akan diulangi lagi saat usia sekolah.

Untuk anak berusia di bawah satu tahun, imunisasi DPT-nya bisa sampai tiga kali, yakni pada saat anak berusia dua bulan, tiga bulan, dan empat bulan.

Kemudian saat anak sudah berusia lebih dari setahun, imunisasi DPT akan diulang lagi di umur 18 bulan, artinya anak sudah memperoleh empat dosis.

"Lalu saat anak memasuki usia sekolah, melalui kegiatan BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) sasarannya adalah anak SD kelas 1, 2 dan 5. Di situ mereka dapat lagi imunisasi yang mengandung difteri. Ini namanya DT (difteri dan tetanus)," katanya.

Jika anak lengkap imunisasinya atau sudah mendapat tujuh dosis DPT, menurut Ira, hal tersebut sudah cukup untuk mencegah difteri. Sebab prinsip pencegahannya adalah dengan melengkapi dosis imunisasi.

"Waktu pandemi memang cakupannya sudah bagus di atas 90 persen. Kemarin pas kita pandemi semua layanan kesehatan dibatasi. Posyandu juga tidak dibuka waktu itu., sehingga cakupan vaksinasi DPT kita turun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya," ungkapnya.

Oleh karena itu, ia melanjutkan, saat cakupan imunisasi tidak sesuai dengan target berarti surveilansnya harus dikuatkan. Sehingga kasus difteri bisa ditemukan sedini mungkin.

Baca Juga: 8 Anak Meninggal Karena Difteri, Bermula dari Imbauan Tidak Vaksin

Baca Juga: Wagub Jabar Tegaskan Vaksin Difteri Tak Langgar Norma Agama

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya