Dampak Wabah Corona, Ratusan Buruh Tambang Karst di KBB Dirumahkan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung Barat, IDN Times - Ratusan buruh tambang di kawasan Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB) dirumahkan. Keputusan perusahaan tambang untuk merumahkan pekerjanya itu terjadi sebagai dampak pandemi COVID-19.
Terlebih, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di daerah Jakarta, Banten, Depok dan sebagian wilayah lain, menghambat pendistribusian hasil tambang. Alhasil, perusahaan tambang harus mengurangi produksi hingga 70 persen dan terpaksa harus mengurangi jumlah pekerjanya.
1. Produksi tambang lumpuh dampak PSBB di Jabodetabek
Ketua Himpunan Pengusaha Pekerja Masyarakat Tambang (HP2MT) KBB, Taofik E. Sutarman mengatakan, selama COVID-19 mewabah sampai saat ini, seluruh pengusaha tambang terpaksa harus mengurangi pekerjanya. Tercatat, sekitar seratus buruh sudah dirumahkan.
"Karena yang terkena dampak ini dari mulai industri pengolahan tambang sampai industri bahan baku. Untuk di wilayah Jabodetabek banyak yang tutup, jadi dari sini gak bisa support," ujarnya saat dihubungi pada Rabu (22/4).
"Apalagi saat ini, pasti lebih parah. Tapi kami akan tetap berjalan hanya saja kapasitasnya diturunin, misalnya karyawan bisa di-rolling yang asalnya satu sif jadi dua sif," imbuhnya.
2. Ratusan buruh yang dirumahkan dibantu sembako
Di kawasan batu karst tersebut tercatat ada 34 perusahaan tambang dengan total buruh sekitar 5.000 orang. Taofik memastikan, ratusan buruh yang dirumahkan itu mendapat tunjangan bantuan berupa sembako.
"Untuk hak-haknya kita tetap berikan, karena mereka juga sudah terdampak COVID-19. Kita tetap bantu mereka termasuk diberikan sembako," ujarnya.
3. Sebanyak 1.000 paket sembako disiapkan untuk buruh yang dirumahkan
Bagi buruh yang dirumahkan, Taofik menjamin kebutuhan pokok. Pihaknya menyiapkan 1000 sembako untuk warga sekitar kawasan karst khususnya bagi buruh yang dirumahkan.
"COVID-19 sangat berdampak pada masyarakat sekitar karena penghasilannya terganggu. Kita bagikan 1.000 paket sembako," tandasnya.
4. Lebih parah dari krisis moneter 1997-1998
Menurutnya, lumpuhnya perekonomian tambang akibat COVID-19 pada tahun 2020 ini lebih parah ketimbang dampak yang ditimbulkan dari krisis moneter pada tahun 1997-1998 silam.
Di tengah pandemi, pengusaha tambang tidak bisa lagi mencari pasar untuk mendistribusikan hasil tambangnya. Sementara di era krismon, hasil tambang masih bisa dipasarkan ke luar negeri atau ekspor.
"Ketika itu pasar lokal masih kita bisa oper ke ekspor, sehingga pasar ekspornya naik. Tapi kalau sekarang ke pasar lokal juga bermasalah dan ekspor sudah gak bisa. Jadi ini lebih parah," kata Taofik.