Tarif Nomor Urut Bacaleg di Demokrat Disebut Kemunduran Demokrasi

Demokrat di Jawa Barat sedang mengalami masalah, nih!

Bandung, IDN Times - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Jawa Barat (Jabar) perlahan ditinggalkan oleh kader-kadernya, termasuk wakil ketua, Didin Supriadin yang angkat kaki karena adanya mahar nomor urut di partai berlambang bintang mercy itu.

Didin juga mengungkap langsung adanya jual beli nomor urut bacaleg Partai Demokrat untuk DPRD Jabar 2024 pada publik. Sebagai sosok yang tergolong lama menjadi kader, dia merasa kecewa harus ada upeti ratusan juta yang dikeluarkan untuk memilih nomor urut satu.

Didin yang awalnya mendapatkan nomor urut satu, terpaksa harus menurun ke nomor urut dua karena ada anggota baru yang membayar Rp500 juta untuk dana saksi di Pileg 2024.

"Jadi saya melihat dalam proses pencalegan di Partai Demokrat sepengalaman dari awal sampai saat ini, baru kali ini agak aneh. Dulu-dulu gak seperti ini, dulu-dulu lancar-lancar saja," ujar Didin, Selasa (9/5/2023).

1. DPD Demokrat Jabar sempat bantah tudingan tersebut

Tarif Nomor Urut Bacaleg di Demokrat Disebut Kemunduran DemokrasiKetua DPD Demokrat Jabar Anton Sukartono Suratto (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Dengan adanya fenomena ini, Didin kemudian hengkang dan memilih berlabuh ke partai lain. Namun, Ketua DPD Demokrat Jabar Anton Sukartono Suratto membantah soal adanya harga nomor urut bacaleg DPRD. Menurutnya, harga tersebut muncul untuk kesanggupan membayar saksi.

"Di Partai Demokrat tidak ada yang namanya mahar politik. Itu semua orang yang mendaftarkan ditanya, kalau mendaftarkan 1, 2, 3 mau berkontribusi berapa untuk uang saksi," ujar Anton di KPU Jabar, Sabtu (13/5/2023).

Anton menilai, nominal yang diberikan untuk saksi ini bukanlah hal yang aneh. Sebab, dari bakal calon legislatif sendiri yang mengisi dan menyanggupi berapa nominal yang akan diberikan untuk saksi di Pileg 2024.

"Jadi tidak ada yang namanya mahar. Mereka yang tulis sendiri untuk uang saksinya berapa (nominal), dan akan dibawa mereka sendiri. Tidak untuk Partai Demokrat, tidak untuk atribut, apalagi untuk Ketua DPD. Tidak ada itu," katanya.

2. Mahar nomor urut bikin partai tidak sehat

Tarif Nomor Urut Bacaleg di Demokrat Disebut Kemunduran DemokrasiUnpad

Dihubungi terpisah, Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan berpendapat, adanya jual beli nomor urut untuk bacaleg sendiri merupakan langkah kemunduran demokrasi. Menurutnya, hal ini tidak pantas terjadi dalam kontestasi politik.

"Ini sebetulnya tidak sehat, sebetulnya tidak boleh karena melanggar prinsip demokrasi, orang seharusnya dicalonkan karena integritasnya," ujar Firman, Senin (15/5/2023).

Meski hal ini tidak pantas, Firman menjelaskan, fenomena ini bisa menjadi lazim karena kaderisasi dari partai juga bersifat tertutup dan tidak transparan. Sehingga, soal nomor urut nantinya ditentukan oleh elite partai.

"Ukurannya bukan kompetensi integritas bahkan tadi soal materi bahwa punya kemampuan finansial yang kuat itu yang kemudian diberikan kesempatan diberikan nomor urut strategis, tapi itu pada dasarnya melanggar prinsip demokarasi. Seharusnya pola seleksi partai itu harus demokratis transparan dan akuntabel," kata dia.

3. Aturan batas logistik harus ditegakkan

Tarif Nomor Urut Bacaleg di Demokrat Disebut Kemunduran DemokrasiIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Firman juga mengakui jika ongkos politik dalam Pileg memang tergolong tinggi. Belum lagi biaya yang tinggi ini dibebankan pada bakal calon legislatif bukan dari partai politik, sehingga batas logistik yang sudah diatur oleh KPU kerap disampingkan.

"Sebetulnya sudah ada regulasi seperti pembatasan biaya kampanye kemudian sumber pembiayaan itu juga seperti apa, tapi ini kan regulasi di atas kertas dan ini belum efektif," kata dia.

Baca Juga: Wakil DPD Demokrat Jabar Mundur Akibat Uang Mahar Pileg Rp500 Juta

Baca Juga: Kader Banyak Mundur Jelang Pileg 2024, Ada Apa Dengan Demokrat Jabar? 

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya