Pelajar Ternak Ayam dan Bahaya Pemborosan Anggaran Pemkot Bandung

Wacana program ternak ayam kampung vs revolusi industri 4.0

Bandung, IDN Times - Sekumpulan pemuda duduk menghampar di sebuah ruangan beralaskan rumput sintesis milik Agate Studio. Salah satu dari mereka membawa sebuah laptop, mendudukkannya di atas bean bag, kemudian mencatat berbagai ide yang muncul dari teman-temanya. Kurang lebih seperti itulah titik awal dari panjangnya proses pembuatan video game.

Sekumpulan pemuda tersebut merupakan bagian dari 150 pegawai Agate Studio, pengembang game asal Kota Bandung. Agate didirikan sejak 2009 oleh belasan orang gamers. Seiring berjalannya waktu, kini mereka telah menancapkan bendera di kancah internasional, di antaranya Amerika Serikat dan Amerika Latin, melalui console game buatannya.

Tak hanya meramaikan skena video game luar negeri, Agate yang berkantor di Jalan Sentra Raya Barat, Cisaranten Kidul, Kecamatan Gedebage, Kota Bandung itu, juga menggebrak pasar Indonesia lewat berbagai game bikinannya. Misalnya, game Dilan yang sukses atas kerja sama dengan Pidi Baiq, kemudian game Juragan Kost dan Game Anak Soleh yang tersedia di Play Store.

1. Pasar game gawai di Indonesia tidak bisa dianggap enteng

Pelajar Ternak Ayam dan Bahaya Pemborosan Anggaran Pemkot BandungIDN Times/Azzis Zulkhairil

Chief Marketing Officer Agate, Shieny Aprilia, mengatakan jika pasar game Indonesia merupakan ceruk bisnis yang besar dan tidak bisa dianggap enteng. Berdasarkan riset Asosiasi Game Indonesia (AGI), perputaran uang dalam bisnis video game di Indonesia mencapai angka 1 miliar dolar AS saban tahunnya.

"Indonesia itu termasuk negara dengan peningkatan yang luar biasa, mencapai 30-40 persen setiap tahunnya. Sangat pesat. Jika di-compare dengan sepuluh tahun yang lalu, nilai ini besar sekali,” kata Shieny saat ditemui IDN Times di kantornya, Jumat (25/10).

2. Industri game masih kesulitan mencari SDM

Pelajar Ternak Ayam dan Bahaya Pemborosan Anggaran Pemkot BandungIDN Times/Azzis Zulkhairil

Namun di tengah tingginya permintaan pasar, ada beberapa faktor yang menjadi ganjalan bagi para pengembang game Tanah Air, misalnya faktor Sumber Daya Manusia (SDM). Industri video game, kata Shieny, memerlukan orang yang kreatif dan sepaham dengan permintaan pasar.

"Dari dulu sampai sekarang selalu challenging bagian pekerja (talent). Aset utama dalam sebuah industri video game adalah orang-orang kreatif, dan itu sangat sulit untuk ditemukan," ujarnya.

3. Kikis bibit SDM 4.0 di Kota Bandung

Pelajar Ternak Ayam dan Bahaya Pemborosan Anggaran Pemkot BandungIDN Times/Humas Bandung

Di tengah semangat Agate menjadi perusahaan Kota Kembang yang berhasil menggempur pasar internasional, Pemerintah Kota Bandung justru berencana menghindari pelajar dari gawai--salah satu medium video game. Padahal para pelajar itu merupakan bibit SDM industri 4.0, salah satunya video game, dalam 20 tahun ke depan.

Shieny memprediksi, dalam 10 tahun ke depan, tren game akan terus meningkat hingga 10 persen per tahunnya. Perhitungan itu dilandasi berbagai faktor, salah satunya pertumbuhan populasi di Indonesia.

"Pasar Indonesia yang berkembang pesat, ke depannya pasti tambah 10 persen per tahun. Kami yakin pasti begitu," tuturnya.

Melihat besarnya pasar game di Indonesia, Agate tentu tak ingin ketinggalan. Maka itu ia berharap di masa mendatang muncul para kreator game unggul dalam negeri, untuk ikut membantu pengembang lokal berasing dengan para perusahaan game asing, terutama Jepang dan China yang saat ini menguasai pasar game Indonesia.

Sementara itu, rencananya Wali Kota Bandung Oded M Danial akan memberi ayam kampung untuk para siswa SD dan SMP, juga tanaman cabai untuk siswi SD dan SMP. Ia merasa pemberian ayam kampung dan tanaman cabai untuk diurus akan jitu mengalihkan perhatian pelajar di Kota Bandung dari bermain gawai.

"Program ini insyallah akan dilaksanakan pada bulan November (2019)," kata Oded, Rabu(23/10).

Pelajar Ternak Ayam dan Bahaya Pemborosan Anggaran Pemkot BandungIDN Times/Arief Rahmat

4. Program ambisius minim kajian

Pelajar Ternak Ayam dan Bahaya Pemborosan Anggaran Pemkot BandungIDN Times/Humas Bandung

Ironinya, sejauh ini Pemkot Bandung belum membikin kajian ilmiah untuk mengukur seberapa efektif program tersebut. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispangtan) Kota Bandung, Gin Gin Ginanjar, mengakui bahwa tidak ada riset yang dilakukan untuk melandasi program pemberian anak ayam kampung.

"Secara khusus tidak ada. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan tidak ke situ. (Program) Ini melihat fenomena yang terjadi di luar,” katanya.

Psikolog dari Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSKIA) Kota Bandung, Dwi Edriyanti, mengatakan jika sejauh ini memang tak ada penelitian yang dapat membuktikan secara ilmiah bahwa seorang anak dapat teralihkan fokusnya dari bermain gawai jika diberi anak ayam kampung dan tanaman cabai.

"Mungkin ketidaktahuan saya semata, tapi sampai saat ini memang belum ada risetnya,” ujar Dewi di Balai Kota Bandung, Selasa (22/10).

5. Pelihara anak ayam tidak relevan kurangi anak bermain gawai

Pelajar Ternak Ayam dan Bahaya Pemborosan Anggaran Pemkot BandungIDN Times/Humas Bandung

Wacana itu tentu melahirkan pro dan kontra. Pengamat pendidikan Iwan Hermawan, misalnya, menilai bahwa mencegah siswa untuk tidak mengakses gawai dengan memberikan anak ayam tidaklah relevan. "Anak-anak selama ini hanya biasa memegang ayam saja, bukan mengurusnya. Akhirnya akan dijadikan mainan, dan hanya membuat ayamnya mati," ujar dia.

Sejatinya, lanjut Iwan, ayam bukanlah medium yang tepat untuk mengalihkan perhatian anak dari gawai. Maka itu ia berharap Pemkot Bandung mengkaji ulang berbagai faktor dan menemukan cara lain yang lebih tepat.

Setali tiga uang, Sekretaris Dewan Pendidikan Kota Bandung, Irianto, mengatakan jika tidak ada korelasi antara memelihara ayam dan mengurangi anak kecenderungan bermain gawai. Apalagi jika ditinjau dari segi pendidikan.

"Dari segi pendidikan tidak ada kaitan antara ayam dengan gadget. Mungkin Mang Oded punya pengalaman masa kecil, atau mungkin pernah membaca buku tentang itu," kata Irianto saat dihubungi, Senin (21/10).

Irianto sendiri mengaku belum pernah menemukan karya ilmiah yang menyebut bahwa keinginan bermain gawai dapat dialihkan dengan permintaan mengurus ayam. Maka, ia meminta Oded agar segera membuktikan cara tersebut dengan perhitungan ilmiah.

Bagi irianto, gawai bukan untuk dihindari melainkan dikurangi pemakaiannya. Langkah tepat mengurangi anak dalam mengakses gawai, kata dia, bisa dimulai dari lingkungan rumah. Pasalnya pendidikan pada usia anak bukan hanya menjadi tanggung jawab guru, melainkan juga orang tua.

"Bagaimana mungkin Mang Oded kasih ayam pada anak yang bapak ibunya sibuk main gawai di rumah? Mau seribu ayam yang diberikan pun enggak akan bisa meninggalkan kecanduan gadget," kata Irianto, “Perlu keteladanan dalam rumah tangga. Kalau dari rumah tangga sudah bagus, baru keteladanan dari guru dan pemimpinnya.”

6. Pelihara anak ayam kampung tidak selesaikan masalah

Pelajar Ternak Ayam dan Bahaya Pemborosan Anggaran Pemkot BandungIlustrasi pribadi

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung, Chritsian Julianto Budiman, juga mengkritisi program Oded soal memelihara anak ayam kampung kepada siswa. Menurutnya, program tersebut tidak menyelesaikan problema anak agar tidak bermain gawai.

"Kecenderungan dengan gawai itu harus dipelajari dahulu. Bisa jadi anak ketergantungan bermain gadget karena melihat orang tuanya juga. Bisa juga anak bermain gawai karena tidak menemukan permainan yang seru di lingkungannya," kata perwakilan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini.

Christian berharap, pemerintah Kota Bandung dapat mengukur kembali dan melakukan pengamatan lebih mendalam soal program tersebut. Dengan tidak adanya kajian sebelum memutuskan sebuah program, maka hasilnya pun layak disanksikan.

"Tidak terukur, harus survei lagi. Harus ada penelitian lain yang lebih kepada interaksi sosial. Menurut saya coba cari solusi yang terukur output-nya nanti," tuturnya.

Sementara itu, terkait dengan anggaran untuk program ini, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Bandung Tedy Rusmawan memastikan pemerintah tidak akan menggunakan dana anggaran penerimaan dan belanja daerah (APBD) Kota Bandung. Dengan demikian seharusnya dana ini bisa didapat dari pihak lain ketika akan dijalankan.

7. Jangan sampai hanya membuang anggaran

Pelajar Ternak Ayam dan Bahaya Pemborosan Anggaran Pemkot Bandungpixabay

Dengan tidak adanya kajian ilmiah yang melandasi pengadaan anak ayam dan tanaman cabai, maka program tersebut rawan untuk dilaksanakan. Jika satu anak ayam kampung dan tanaman cabai dihargai rata-rata Rp7.500, dan dibagikan kepada total 159.835 siswa SD dan SMP di Kota Bandung (data dilansir dari Dapodikdasmen Kemendikbud), maka Pemkot Bandung memerlukan anggaran Rp1,2 miliar untuk melancarkan program tersebut.

Artinya, seandainya kritik dari berbagai pihak bahwa pengadaan anak ayam tidak relevan dengan pengurangan anak bermain gawai itu terbukti, maka Pemkot Bandung hanya membuang-buang waktu dan anggaran semata.

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya