TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Petambak Garam di Cirebon Bertambah, tapi Harga Malah Anjlok

Jumlah petambak di Cirebon meluas hingga 1.242 orang

Petani garam di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (IDN Times/Hakim Baihaqi)

Cirebon, IDN Times - Jumlah petambak garam dan luas tambak di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun, para petambak ini justru menghadapi tantangan besar berupa anjloknya harga garam.

Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Cirebon mencatat adanya kenaikan jumlah petambak garam yang cukup signifikan. Pada 2023, jumlah petambak garam tercatat sebanyak 924 orang. Angka tersebut melonjak hingga 1.242 orang pada 2024. 

Kepala DKPP Kabupaten Cirebon, Erus Rusmana mengatakan, peningkatan ini diakibatkan oleh bertambahnya masyarakat yang beralih menjadi petambak karena potensi ekonomi garam yang dianggap masih menjanjikan.

“Banyak warga yang tergerak untuk menjadi petambak karena melihat prospek garam yang cukup stabil beberapa tahun lalu," kata Erus, Rabu (18/9/2024).

1. Lahan tambak kian menyusut

Foto tanah retak di area tambak garam Dusun Muku Desa Sanolo (IDN Times/Juliadin)

Seiring dengan bertambahnya jumlah petambak, lahan tambak garam di Kabupaten Cirebon juga mengalami perluasan. Pada 2023, luas lahan tambak mencapai 1.011 hektare dan meningkat menjadi 1.242 hektare pada tahun ini.

Namun, peningkatan ini tidak semata-mata berasal dari pembukaan lahan baru, melainkan sebagian besar dari pengoptimalan lahan tidur yang sebelumnya tidak dimanfaatkan.

"Walaupun luas lahan bertambah, para petambak mengkhawatirkan ancaman konversi lahan tambak menjadi lahan non-pertanian. Beberapa wilayah, terutama di pesisir utara Cirebon, telah berubah menjadi kawasan industri dan perumahan, yang menggerus lahan tambak garam," kata Erus.

Di sisi lain, para petambak garam juga harus menghadapi kenyataan pahit mengenai anjloknya harga garam. Pada 2024 harga garam di tingkat petani masih berkisar antara Rp400 hingga Rp800 per kilogram. 

2. Harga murah tidak tutup ongkos produksi

Bagi petambak seperti Ismail Marzuki, penurunan harga ini sangat memukul ekonomi mereka.

“Dengan harga segitu, kami tidak bisa menutup ongkos produksi. Banyak dari kami yang akhirnya rugi,” kata Ismail petambak di Kecamatan Pangenan.

Faktor utama yang menyebabkan penurunan harga ini adalah masuknya garam impor yang membanjiri pasar lokal. Menurut catatan pemerintah, garam impor yang lebih murah banyak digunakan oleh industri, sehingga mengurangi permintaan terhadap garam lokal.

“Kami meminta pemerintah membatasi impor garam dan mengutamakan garam lokal. Kalau tidak, kami semakin sulit bertahan,” kata Ismail.

Berita Terkini Lainnya