Peneliti Unpad Jelaskan Manfaat Bioproduksi Perangi Kerusakan Alam
Jangan sampai dunia di masa depan semakin rusak
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Isu keberlanjutan lingkungan dan perubahan iklim masih menjadi hal krusial yang harus ditangani bersama. Salah satu persoalan yang membuat adanya perubahan iklim dikarenakan masifnya pembangunan infrastruktur dan peralihan tata guna lahan.
Peneliti dari Universitas Padjadjaran, Dr. Susanti Withaningsih, M.Si mengatakan, untuk menjaga agar kehidupan manusia bisa tetap baik di masa depan, harus ada perubahan yang dilakukan, seperti dalam sistem produksi pangan. Sistem yang digunakan yakni dengan cara bioproduksi, karena ini dapat berkontribusi dalam menciptakan layanan ekosistem yang bermanfaat bagi kesejahteraan manusia.
Menurutnya, model sistem bioproduksi yang tepat dan bisa diterapkan di tiap wilayah guna memulihkan layanan ekosistem dalam negeri sekiranya untuk tahun 2050.
“Nah kita itu ingin membuat model atau prediksi sebenarnya nanti tuh sekitar tahun 2050, sistem bioproduksi apa sih yang masih memungkinkan ada, kalau kita masih seperti sekarang nih pengelolaannya, seperti sekarang kondisinya, di mana pembangunan infrastruktur semakin banyak, perubahan tata guna lahan semakin banyak, apakah 2050 kita masih bisa makan?" kata Withaningsih dikutip dari laman Unpad.ac.id, Jumat (8/12/2023).
1. Ada dua sistem bioproduksi yang bisa diterapkan
Susanti menjelaskan, terdapat dua jenis sistem bioproduksi yang kemungkinan dapat diterapkan di masa mendatang untuk menyelamatkan ekosistem lingkungan. Pertama, ada sistem bioproduksi tradisional. Sistem yang satu ini berkembang pada suatu wilayah tertentu dan diajarkan secara turun temurun berdasarkan pengalaman leluhurnya untuk melakukan praktik-praktik sistem bioproduksi.
"Sistem yang satu ini sering kali berakar dari produksi tanaman, peternakan, perikanan, atau hutan yang bersifat subsisten dan dicirikan oleh produksinya yang menjangkau wilayah lokal dan dikonsumsi secara lokal untuk sehari-hari," paparnya.
Sementara itu, sistem bioproduksi modern biasanya diperkenalkan dari luar wilayah. Misalnya, produksi tanaman yang diolah secara modern kerap juga didatangkan dari luar daerah dengan praktik budidaya menggunakan metode monokultur, lebih mengutamakan teknologi, terdapat unsur globalisasi, modernisasi, dan komersialisasi. Selain itu, sistem bioproduksi modern juga lebih terintegrasi pasarnya, serta memiliki biaya produksi yang jauh lebih besar.
“Jadi memungkinkan hasil produksinya itu memang secara massal, diperuntukkan untuk menghasilkan sangat besar produksi, secara input materialnya lebih banyak karena kan banyak dari luar,” ujarnya.