Bayar Rp5 Juta, Otak-atik KK saat PPDB Demi Sekolah Negeri
Akal-akalan saat PPDB sudah menjamur di masyarakat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan sistem zonasi pada 2023 masih saja menimbulkan masalah. Sistem PPDB ini mendapat banyak kecaman dari orang tua siswa yang tidak lolos bersekolah di negeri.
PPDB online dengan sistem zonasi ini sepertinya tidak semakin baik setiap tahunnya sejak diberlakukan pemerintah. Bahkan, PPBD online terus menimbulkan kecurangan dengan cara melakukan otak-atik sistem demi sekolah negeri.
Pada PPDB 2023, tak sedikit orang tua siswa mengeluh anaknya tak masuk ke sekolah negeri padahal jaraknya sangat dekat dengan sekolah tersebut.
Usut punya usut, banyak orang tua yang ternyata menitipkan nama anaknya di kartu keluarga (KK) warga sekitar sekolah tersebut, padahal alamat rumah mereka sebenarnya jauh.
Di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), kecurangan ini terjadi di seluruh cabang dinas atau 27 kabupaten/kota di Jawa Barat. Kabupaten Bogor pun menduduki peringkat kecurangan terbesar yang berhasil dicatat dinas pendidikan Jawa Barat. Lebih dari 1.600 siswa dibatalkan masuk SMA tertentu karena terbukti curang.
IDN Times berhasil mewawancarai salah satu warga yang rumahnya dekat dengan SMP dan SMA favorit di Kota Bandung. Dalam beberapa tahun terakhir kartu keluarga (KK)-nya menjadi tujuan masyarakat untuk menumpang anggota keluarga baru yang saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Hal ini dilakukan tidak lain agar anggota keluarga yang masih duduk di SD bisa mendapat SMP hingga SMA favorit.
Zaenal, bukan nama sebenarnya, mengatakan bahwa kartu keluarga dia dan ayahnya sempat diminta agar bisa menerima seorang anak setahun sebelum PPDB zonasi dilakukan. Permintaan ini datang dari seorang tetangga yang sebelumnya juga sudah melakukan aksi serupa untuk orang tua siswa lain.
Dalam memasukkan anggota keluarga baru, Zaenal tidak mematok harga mahal, hanya Rp2,5 juta. Nominal ini masih lebih rendah karena tetangganya yang mengharuskan bayar Rp5 juta untuk satu anak.
"Sebelum ayah meninggal ada satu anak masuk. Sekarang sudah ada dua orang anak. Jadi di KK nambah lagi," kata Zaenal kepada IDN Times, Kamis (20/7/2023).
Menurutnya, praktik seperti ini sudah lumrah dilakukan warga di sekitar rumahnya. Pemukiman yang dekat dengan SMP dan SMA Negeri ini membuat rumah-rumah di sini jadi sasaran empuk orang tua siswa yang ingin memasukkan anaknya ke sekolah negeri ternama. Sebab, ibarat sekali dayung dua tiga pulau terlampui, anak yang masuk dalam KK warga di kawasan ini diprediksi bisa melenggag lebih mudah ke SMP sekaligus SMA favorit karena jarak rumah sangat dekat, sekitar satu kilometer (km).
Zaenal menyebut, praktik memasukkan anggota baru pada KK di warganya sudah berlangsung lama. Bahkan dalam satu KK ada yang sudah hampir penuh anggota keluarganya setelah mendapat 'titipan'. Pemilik KK tersebut lantas menjadi calo untuk mencarikan orang tua siswa yang ingin menitipkan anaknya, dan warga yang bisa menampung anak tersebut.
1. Tak kesulitan daftarkan anggota KK baru ke kelurahan atau kecamatan
Selama ini pendaftaran anggota KK baru ke kelurahan dan kecamatan sebenarnya tidak sulit. Asalkan data dari orang tersebut sudah lengkap dan mendapat persetujuan Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW), maka akal-akalan KK untuk mengatasi kesulitan PPDB sistem zonasi bisa lebih mudah.
"Kalau data dari kita sudah lengkap dan ada izin RT, RW, ya sudah kelurahan dan kecamatan tinggal mengiyakan. Kan datanya tidak ada yang salah. Memang kuncinya ini ada di RT dan RW," ungkap Zaenal.
Sistem PPDB zonasi selama ini memang menjadi persoalan karena banyak orang tua siswa yang mengakali aturan dengan menitipkan anaknya pada KK keluarga dekat dengan sekolah negeri. Bukan hanya setahun ke belakang sebelum PPDB diselenggarakan, bahkan ada anak yang namanya dititpkan dua sampai tiga tahun sebelum mereka akan masuk jenjang SMP atau SMA.
Minimnya sekolah negeri, lanjut Zaenal, bisa jadi salah satu pemicu banyak orang rela membayar agar anaknya bisa sekolah gratis dengan fasilitas yang baik. Karena, ketika mereka masuk SMP atau SMA swasta sudah pasti biayanya tidak murah. Terlebih hingga sekarang masih ada anggapan perbedaan antara sekolah favorit dan tidak. Hal itu membuat orang tua siswa yang anaknya sekolah di sekolah favorit merasa lebih bangga.
Baca Juga: Jokowi Minta Masalah di PPDB 2023 Diselesaikan dengan Baik
Baca Juga: Buktikan Keculasan Zonasi PPDB Jabar, Orang Tua Murid Bakal Ukur Jarak