TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hikayat Mama Rende, Sang Penyebar Agama Islam dari KBB

Mama Rende dikenal dengan baju compang-camping

Makom Eyang Mama Rende di Desa Rende, Kecamatan Cikalongwetan, KBB. (Bangkit Rizki/IDN Times)

Bandung Barat, IDN Times - Mama Kiai Ahmad Zakariyya atau dikenal Mama Eyang Rende adalah tokoh penyebar syiar Islam yang cukup populer di Jawa Barat. Mama Eyang Rende dikenal sangat sederhana, karena semasa hidupnya sang Kiyai sudah terbiasa hidup keras.

Sosoknya kini sudah tiada, dan petilasannya berada di Kampung Rende RT 01/02, Desa Rende, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat.

Beliau meninggal pada tahun 1939. Kompleks pemakaman beliau berdekatan dengan rumah beliau yang ditempatinya semasa hidupnya di Kampung Rende.

Cerita kemahsyuran beliau hanya didapat dari tradisi lisan di lingkungan keluarganya dari generasi ke generasi. Sebab, sejauh ini literasi kisah penyebar syiar Islam itu masih sangat minim. Belum ditemukan dokumentasi dalam bentuk tulisan yang mengisahkan perjalanan Mama Eyang Rende.

1. Kesederhanaan Mama Eyang Rende

(Bangkit Rizki/IDN Times)

IDN Times pun menggali keterangan dari
Dede Muhammad Sirojuddin (47), keturunan ketiga Mama Eyang Rende. Ia menerangkan bahwa sang wali merupakan keturunan Ki Dalem Bandung salah satunya Eyang Dalem Mahmud Syekh Abdul Manaf.

Anak kedua dari pasangan Nyimas Abnol dan Mbah Rasipan KH R Arif, ini memiliki kakak laki-laki satu-satunya yakni Muhammad Syamsudin. Masa kecilnya Mama Rende hidup sangat sederhana lantaran sejak kecil dirinya sudah ditinggalkan sang ayah dan sang kakak sehingga dirinya menjadi yatim dan hanya tinggal bersama sang ibu.

Sejak remaja Mama harus berjuang menghidupi dirinya dan sang ibu Nyimas Abnol dengan berprofesi sebagai tukang aci (tepung tapioka) di Cigondewah, Kabupaten Bandung. Usaha yang dilakukannya sejak remaja hingga dewasa tersebut tidak kunjung menguntungkan. Dirinya kerap mendapat kerugian dalam usaha.

"Mama Eyang Rende sejak kecil ditinggal ramanya. Dari semenjak kecil dia usaha aci untuk membiayai ibunya, kurang lebih sampai umur 40 tahun, bangkrut usahanya belum mengaji." ujar Dede, belum lama ini.

2. Mama Eyang Rende kerap memakai pakaian compang-camping

(Bangkit Rizki/IDN Times)

Setelah itu Mama Eyang Rende mulai berkeinginan belajar agama Islam. Ia kemudian mendapat petunjuk dari Mama Eyang Prabu Marzuki bin Tazimmuddin bin Zainal A'rif (Eyang Agung Mahmud) yang menyarankaannya untuk belajar ngaji.

"Pertama kali Mama disuruh ngaji sama Eyang Prabu Marzuki. Beliau akhirnya belajar di Mama Cibaduyut, setelah mendapat perintah dari Mama Eyang Ibrahim Cipatik," tutur Dede.

Mama Eyang Rende pun belajar dan membaca semua kitab-kitab yang ada di pesantren. Istimewanya, beliau mampu mengahafal semua kitabnya meskipun tidak pernah membeli kitab lantaran tidak memiliki uang.

"Semua mazhab (mazhab Syafii, Maliki, Hambali, dan Hanafi) beliau pelajari dan semua mazhab beliau amalkan semuanya. Beliau fasih dalam berbahasa Arab dan menghafal semua kitabnya," ujar Dede.

Setelah belajar di pesantren Mama Cibaduyut, Eyang Mama Rende kemudian bermukim di Cikalongwetan. Dia menyebarkan syiar Islam dan mengamalkan ilmu yang telah dimilikinya di pesantren Mama Ajengan Sepuh Cibabat dengan bergelar Ajengan Anom Cibabat.

Sosoknya dikenal begitu sederhana, karena semasa hidupnya Eyang Mama Rende sudah terbiasa hidup keras. Beliau kerap memakai pakaian compang-camping hingga dianggap orang tak berilmu. Padahal Kiai bergelar wali ini sangatlah cerdas karena memiliki keistimewaan (karomah) yang dianugerahkan Allah kepadanya.

"Di Cibabat banyak para ulama dan Kiyai yang mengaji kepada beliau dari mana-mana, hingga muridnya tersebar di Jawa Barat dan seluruh Indonesia," terang Dede.

Berita Terkini Lainnya