Duduk Perkara Konflik Agraria di Dago Elos Bandung Berujung Ricuh
Dari konflik agraria hingga tindakan brutal kepolisian
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Konflik Agraria di Dago Elos kini tengah menjadi sorotan publik. Teranyar warga setempat memblokade jalan hingga akhirnya aparat kepolisian bertindak represif dengan menembakkan gas air mata dan mendobrak rumah warga pada Senin (14/8/2023) malam.
Aksi keji aparat kepolisian ini memang baru pertama dilakukan pada warga Dago Elos. Namun, warga setempat menyayangkan adanya aksi brutal ini. Bahkan, sejumlah anak-anak turut terdampak dan mengalami trauma.
Asal muasal konflik di Dago Elos sendiri tergolong panjang. Dikutip berbagai sumber, kasus ini Bermula dari sengketa lahan warga Dago Elos dengan Keluarga Muller yang mengklaim sebagai ahli waris menggugat warga Dago Elos.
Saat itu Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller mengklaim bahwa tanah seluas 6,3 hektar di Dago Elos merupakan warisan kakeknya, George Hendrik Muller. Seorang warga Jerman yang pernah tinggal di Bandung pada masa kolonial Belanda.
1. Keluarga Muller tidak pernah mengurus nasionalisasi tanah sejak 50 tahun lalu
Tanah yang diklaim ini awalnya merupakan Pabrik NV Cement Tegel Fabriek dan Materialen Handel Simoengan atau PT Tegel Semen Handeel Simoengan, tambang pasir, dan kebun-kebun kecil. Berjalannya waktu, kini berdiri kantor pos, Terminal Dago, dan didominasi oleh rumah-rumah warga RT 01 dan 02 dari RW 02 Dago Elos.
Namun, tidak semua warga RW 02 menempati lahan 6,3 ha yang diklaim keluarga Muller. Adapun tanah itu memiliki tiga sertifikat Eigendom Verponding atau hak milik dalam produk hukum pertanahan kolonial Belanda yang sertifikatnya dikeluarkan langsung oleh Kerajaan Belanda pada 1934.
Hak ini seharusnya sudah menjadi bagian dari nasionalisasi tanah bekas Belanda atau setidaknya berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dapat dikonversi menjadi hak milik selambat-lambatnya 20 tahun sejak UUPA berlaku.
Sayangnya, selama lebih dari 50 tahun keluarga Muller tidak pernah tercatat ulang kewajibannya bahkan tanah ini ditelantarkan begitu saja hingga akhirnya kini menjadi sumber penghidupan tempat tinggal oleh warga kampung Dago Elos.
Baca Juga: Polisi Dobrak Rumah Warga di Dago Elos, Anak Kecil Terluka dan Traum
Baca Juga: Ricuh di Dago Elos, Massa Bakar Ban dan Blokade Jalan