Soal Penanggulangan Bencana, Pemerintah Tak Bisa Hanya Andalkan APBN 

Pemerintah tak bisa sendirian dalam menanggulangi bencana

Bandung, IDN Times – Bencana demi bencana saban tahun menghiasi pemberitaan Indonesia. Itu tak bisa ditampik, mengingat letak geografis Indonesia yang memang berada di jalur Cincin Api Pasifik (Ring of Fire).

Dalam kondisi itu, pemerintah sendiri telah menyiapkan dana cadangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai bentuk kesiapan pendanaan. Namun nyatanya, hal itu tidak cukup untuk menanggulangi berbagai bencana yang datang saban tahun.

Peneliti di Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan, mengatakan jika mitigasi pembiayaan risiko bencana di Indonesia perlu dukungan dari berbagai pihak.

"Tidak hanya pemerintah tapi masyarakat dan sektor swsata. Karena pada kenyataannya, sebenarnya apa yang telah dilakukan pemerintah selama ini sudah cukup baik,” kata Denni dalam webinar bertema Mitigasi Pembiayaan Risiko Bencana Alam, Kamis (17/6/2021).

“Permasalahannya adalah kapasitas pemerintah untuk menanggulangi seluruh bencana itu terbatas," tutur Deni. Menurutnya, selama ini ada gap sekitar 78 persen dari pembiayaan mitigasi risiko bencana yang bisa ditanggulangi oleh APBN.

1. Ada juga masalah birokrasi pemerintah yang terlalu panjang

Soal Penanggulangan Bencana, Pemerintah Tak Bisa Hanya Andalkan APBN Ilustrasi Gempa (IDN Times/Sukma Shakti)

Deni mengatakan, masalah lain yang dialami dalam mitigasi pembiayaan risiko bencana alam adalah administrasi dan birokrasi pemerintahan yang panjang. Untuk persoalan itu, solusi yang paling tepat baginya ialah peran serta masyarakat dengan skema public private partnership (PPP).

"Sektor swasta dengan keahlian yang dapat dimanfaatkan dan lebih efisien. Nah, di sini kita mencari keseimbangan mana peran pemerintah yang baik, itu yang dipegang pemerintah. Mana peran swasta yang baik, itu bisa jadi kontribusi swasta," kata dia.

Sementara model pembiayaan risiko bencana yang dapat dipergunakan ke depannya, kata Denni, ialah voluntary, swadaya masyarakat, sumbangan, dan lainnya. "Kita perlu membangun sebuah sistem penanggulangan bencana yang lebih integratif," ujar dia.

2. Jika bencananya besar dan serempak, pemerintah gak sanggup

Soal Penanggulangan Bencana, Pemerintah Tak Bisa Hanya Andalkan APBN Ilustrasi. (IDN Times/Arief Rahmat)

Setali tiga uang, sama dengan Denni, Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara DJPPR Kementerian Keuangan Heri Setiawan pun sepakat jika pemerintah tak bisa sendirian dalam mengurus biaya penanggulangan bencana. Sekali pun, kata dia, pemerintah sudah menyiapkan anggaran mitigasi bencana dan tanggap darurat dalam alokasi APBN.

"Tapi memang apabila bencananya besar, anggaran tidak cukup. Indonesia ini memang luas, dan jenis bencananya banyak sekali dan kalau itu berbarengan dan besar-besar, dana APBN tidak cukup," kata Heri, dalam webinar yang sama.

Sebenarnya pemerintah telah meluncurkan strategi dan kebijakan pembiayaan dan asuransi risiko bencana pada rangkaian acara annual meeting IMF WB pada 2018 di Bali.

Strategi itu meliputi implementasi bauran instrumen DRFI, serapan risiko bencana untuk porsi tertentu, eksplorasi kemungkinan pinjaman siaga (conttingent loans), pendirian pooling fund berencana, dan implementasi skema risk transfer asuransi.

3. Masyarakat Indonesia belum sadar pentingnya asuransi

Soal Penanggulangan Bencana, Pemerintah Tak Bisa Hanya Andalkan APBN pexels.com

Berbagai keterbatasan pemerintah seharusnya direspons oleh masyarakat agar lebih percaya pada skema asuransi. Menurut Heri, masyarakat bisa mengantisipasi kerugian properti dan kesehatan dengan menggunakan produk keuangan asuransi.

"Untuk skala kebutuhan yang besar, tidak mungkin pemerintah saja (yang terlibat). Ada keterlibatan masyarakat, misal untuk properti dan kesehatan yang harus menyiapkan juga mitigasinya," ujarnya.

Namun, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menjelaskan jika hingga saat ini masyarakat Indonesia belum dapat mengapreasi asuransi.

"Masyarakat Indonesia masih belum punya kemampuan untuk beli produk asuransi. Asuransi nomor sekian setelah kebutuhan primer," kata dia.

4. Ada 1.400 kali bencana yang terjadi di Indonesia tahun ini

Soal Penanggulangan Bencana, Pemerintah Tak Bisa Hanya Andalkan APBN Longsor di Desa Cihanjuang, Sumedang tewaskan 11 orang, data sementara BPPD Sumedang (basarnas.go.id)

Direktur Humanitarian & Emergency Affairs Wahana Visi Indonesia, Margaretha Siregar mengatakan pembiayaan risiko bencana di Indonesia itu amat penting. Bagaimana tidak, menurut data yang ia pegang, terdapat lebih 1.400 kali kejadian bencana di Indonesia selama 2021.

"Kita sudah melihat ada sekian banyak pengungsi atau orang yang harus dievakausi akibat bencana tersebut. Belum lagi kita melihat betapa banyak kerugian baik material maupun imaterial yang terjadi akibat bencana ini," kata Margaretha, dalam webinar yang sama.

Ia menambahkan, tingginya risiko bencana tersebut membutuhkan inovasi pembiayaan risiko bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebenarnya telah merumuskan apa saja yang perlu dilakukan atau direkomendasikan terkait bencana dan rehabilitasinya.

Namun, hal itu harus ditindaklanjuti hingga level masyarakat sebagai pihak penerima manfaat dari pembiayaan risiko bencana.

"Pemerintah sudah melakukan yang baik, seperti menggelontorkan perlindungan sosial di Indonesia sebesar Rp408,8 triliun tahun 2021, hingga program Kemensos berupa perlindungan sosial terdampak bencana seperti: rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni, bantuan sosial tunai, dan lainnya" ujarnya.

Baca Juga: Percepat Penanganan Bencana, Kemensos Gandeng BUMN dan Dunia Usaha

Baca Juga: Jika Hutan Sakral Baduy Rusak, Bencana Alam Intai Banten

Baca Juga: Bencana Mengintai, BPBD Ingatkan Mitigasi di Sekitar Sungai Citarum

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya