Menkum HAM Sebut di RKUHP Pelaku Aborsi Alasan Medis Tak akan Dibui

Tapi, bagi perempuan yang aborsi tetap dibui 12 tahun

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah memutuskan untuk menunda pengesahan beberapa pasal di dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Salah satunya menyangkut aborsi. 

Pasal menyangkut aborsi ini juga menjadi perdebatan di publik pasalnya bagi perempuan yang melakukan perbuatan itu maka bisa dipidana. Apabila merujuk ke draf RKUHP di pasal 470 ayat 1 maka bisa terlihat berisi; "Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun." Uniknya ancaman hukuman bagi pelaku aborsi justru lebih lama dibandingkan pelaku tindak korupsi. 

Di pasal 604 draf KUHP, tertulis pelaku korupsi dipidana dengan hukuman paling singkat dua tahun dan paling lama 20 tahun. Selain itu, bagi perempuan yang menjadi korban tindak pemerkosaan dan memilih menggugurkan bayinya, maka ia juga terancam kena pidana tersebut.

Menkum HAM Yasonna Laoly memiliki penjelasan khusus mengenai delik aborsi ini. 

Namun, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna Laoly mengklarifikasi delik aborsi dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Menurut dia, ancaman pemidaan bagi perbuatan aborsi sudah ada di dalam KUHP yang saat ini berlaku. 

"Ancaman (hukuman penjaranya) berat 12 tahun," ujar Yasonna ketika memberikan keterangan pers pada Jumat (20/9). 

Menurut menteri dari PDI Perjuangan itu, lamanya hukuman bagi pelaku aborsi di dalam draf RKUHP justru lebih ringan. Selain itu, bagi perempuan yang memilih menggugurkan janinnya karena merupakan hasil pemerkosaan tidak akan dijerat dengan pasal tersebut. Benarkah? 

1. Yasonna mengklaim ancaman pidana pelaku aborsi lebih rendah di dalam RKUHP

Menkum HAM Sebut di RKUHP Pelaku Aborsi Alasan Medis Tak akan DibuiIDN Times / Auriga Agustina

Dalam draf RKUHP, pasal 470 terkait aborsi tersebut berbunyi; "setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun."  Ia menjelaskan, ancaman pidana dari RKUHP tersebut lebih rendah dari KUHP yang telah berlaku sebelumnya.

Apabila mengacu ke KUHP lama, maka pelaku aborsi dapat dipidana penjara selama 12 tahun.

"Ini juga ada di Undang-Undang (perbuatan aborsi) kita. Yang sekarang di KUHP yang (tetap) existing, ancamannya berat, 12 tahun, tapi kan sekarang dunia sudah berubah maka diatur ancaman pidana yang lebih rendah," kata Yasonna kemarin di Gedung Kemenkumham.

Baca Juga: Menkumham Jelaskan RKUHP Perzinahan dan Kohabitasi yang Jadi Polemik

2. Ini bunyi beleid perbuatan aborsi di KUHP lama

Menkum HAM Sebut di RKUHP Pelaku Aborsi Alasan Medis Tak akan DibuiIDN Times / Auriga Agustina

Sebelumnya dalam KUHP lama, beleid aborsi diatur dalam pasal 344 dan berbunyi :

"Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun."

3. Menkum HAM Yasonna menjelaskan pasal aborsi tidak berlaku bagi korban pemerkosaan

Menkum HAM Sebut di RKUHP Pelaku Aborsi Alasan Medis Tak akan DibuiIDN Times / Auriga Agustina

Yasonna menjelaskan pasal itu tidak akan berlaku bagi korban pemerkosaan dan individu yang menggugurkan kandungannya karena alasan medis. Sebab, aturan tersebut juga telah diatur dalam Undang-undang Kesehatan.

"Karena alasan medis, mengancam jiwa misalnya, itu juga diatur dalam UU kesehatan. Tidak lah seolah-olah kita ciptakan ini seperti langit akan runtuh dan kita akan menangkapi semua orang," tutur dia. 

4. Bantah tidak memperhatikan masalah perempuan

Menkum HAM Sebut di RKUHP Pelaku Aborsi Alasan Medis Tak akan DibuiIDN Times / Auriga Agustina

Selain itu Yasonna juga membantah bahwa draf RKUHP baru tidak memperhatikan masalah perempuan, karena dalam pembahasan RUKHP tersebut sudah mengikutsertakan ahli hukum yang juga pemerhati HAM dan isu perempuan.

"Dalam pembahasan ini ada Prof Tuti (Harkristuti Harkrisnowo) yang mantan Dirjen HAM yang sangat pro jender," tutur dia. 

Baca Juga: Presiden Jokowi Minta Pengesahan RKUHP Ditunda

Topik:

Berita Terkini Lainnya