UPI Ingatkan Presiden Jokowi Permainkan Kekuasaan
Jokowi dipandang tak cerminkan sosok kepala negara
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Kabar tentang nilai demokrasi Indonesia yang kiran tergerus terus disampaikan civitas akademika dari berbagai kampus. Di Bandung, jajaran guru besar, dosen, hingga mahasiswa pun ikut menyuarakan kondisi bangsa sekarang.
Mereka menyuarakan keresahannya melalui Petisi Bumi Siliwangi Kampus Pejuang Pendidikan. Digelar di depan gedung Isola, ratusan civitas akademika menggelar aksi kekecewaannya pada pemerintahan sekarang.
Salah satu guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), menyatakan keprihatiannya atas kondisi kebangsaan hari ini. Rentetan tindakan pengabaian etika, moral, dan nilai-nilai Pancasila serta pelanggaran norma konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang ditampilkan oleh para pejabat publik tanpa rasa malu, menjadi potret rusaknya bingkai kebangsaan dan kenegaraan hari ini.
"Tindakan cawe-cawe dalam pemilu, penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), penggunaan fasilitas negara dan politisasi bansos untuk kepentingan politik elektoral, serta pelanggaran netralitas oleh para pejabat publik dalam pemilu, menjadi gejala terdegradasinya nilai, moral, dan etika kebangsaan," kata Cecep, Senin (5/2/2024).
1. Jokowi tak cerminkan kedudukannya sebagai kepala negara
Civitas akademika UPI melihat bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara terbuka menyatakan keberpihakannya dan keterlibatannya dalam kampanye politik pada Pemilu. Ini sangat disayangkan karena tidak mencerminkan kedudukannya sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang semestinya bersikap dan bertindak sebagai negarawan, teladan atau role model, serta pengayom bagi seluruh elemen masyarakat, bangsa, dan negara.
Di samping itu, ke-tidak-negarawan-an seorang Presiden Republik Indonesis tidak selaras dengan ajaran trilogi kepemimpinan dari Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, yakni “Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani”. Artinya, tiga prinsip yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin ialah di depan memberi teladan, di tengah membangun ide atau gagasan, dan di belakang memberikan dorongan.
"Sikap dan tindakan ini jelas tidak memberikan pendidikan politik kebangsaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," ujar Cecep.