Karangtawang, Desa Ekonomi Inklusif di Tengah Gempuran Pinjol Ilegal
Karangtawang bergerak melawan rentenir dan pinjol ilegal
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Cirebon, IDN Times - Matahari sore di Desa Karangatawang, Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan, Jumat (13/9/2024), mulai merendah, namun hiruk pikuk aktivitas warga desa masih terasa. Di sudut-sudut jalan, terlihat beberapa warung masih terbuka, pedagang-pedagang kecil sibuk menata dagangannya, serta kelompok ibu-ibu tengah mengemas produk rumahan mereka.
Karangtawang yang dikenal sebagai desa dengan permukiman padat, kini menjadi desa percontohan ekosistem keuangan inklusif, di mana 300 usaha mikro kecil menengah (UMKM) tumbuh pesat. Namun, di balik kesuksesan ini, ada sebuah perjuangan panjang melawan rentenir dan pinjaman online (pinjol) ilegal yang sempat mengancam keberlangsungan ekonomi masyarakatnya.
Iroh Rosinah, pelaku UMKM yang sudah puluhan tahun bergelut dengan bisnis emping melinjo masih sibuk. Iroh adalah satu dari 300 pelaku usaha kecil yang kini merasakan dampak positif dari program inklusi keuangan yang diterapkan di desanya.
Ia tak pernah menyangka usaha turun temurunnya ini bisa bertahan dan bahkan berkembang lebih jauh setelah terlepas dari jerat pinjaman ilegal yang menghantui banyak pelaku usaha di desa tersebut.
Duduk di bangku panjang di dapur rumahnya, Iroh menceritakan masa-masa sulit yang sempat ia lalui.
"Sejak awal masa virus corona banyak tetangga dan pelaku UMKM di sini yang terpaksa meminjam uang ke rentenir. Bunganya mencekik, tapi kami tidak punya pilihan lain karena bank tidak percaya pada kami yang hanya pedagang kecil. Pinjaman online pun pun datang, dengan janji cepat cair dan tanpa jaminan. Kami tergoda, tapi belakangan cicilannya bahkan lebih besar daripada penghasilan harian," kata Iroh sambil menghela napas panjang.
1. Perangkat rentenir dan pinjol menyusup dengan cepat
Iroh tidak sendiri. Dalam beberapa tahun terakahir, sebagian pelaku UMKM di Desa Karangtawang pernah terjerat rentenir atau pinjaman online ilegal. Perangkap ini menyusup dengan cepat ke masyarakat desa yang minim akses ke lembaga keuangan formal.
Tidak ada jaminan usaha, tidak ada modal cukup, dan yang paling parah, tidak ada edukasi tentang literasi keuangan.
Namun, semua itu berubah ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia turun tangan. Program literasi keuangan mulai digalakkan dan dikoordinasikan dengan Pemerintah Desa Karangtawang untuk membangun ekosistem keuangan inklusif di wilayah tersebut.
Kepala OJK Cirebon, Agus Muntholib yang bertanggung jawab atas wilayah Kuningan mengatakan, Desa Karangtawang adalah salah satu desa percontohan untuk penerapan ekosistem inklusif ini.
“Kami melihat ada potensi besar di Karangtawang, terutama dengan banyaknya pelaku UMKM di desa ini. Tapi, masalah utama yang mereka hadapi adalah keterbatasan akses ke lembaga keuangan formal. Di sinilah kami masuk. Kami bekerja sama dengan bank-bank lokal dan lembaga keuangan mikro untuk menciptakan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka,” kata Agus.
Manager Sistem Pembayaran Bank Indonesia Kantor Perwakilan Cirebon, Wayan Sri Widhiastuti mengatakan, masyarakat pedesaan seperti di Karangtawang ini sangat membutuhkan akses keuangan yang lebih baik. Karena itu, mereka bekerja sama dengan OJK untuk membangun ekosistem keuangan inklusif.
Upaya yang dilakukan, mulai dari sosialisasi terkait pentingnya lembaga keuangan formal, hingga pendampingan untuk pelaku UMKM agar mereka dapat mengakses pembiayaan yang lebih murah dan aman.
"Beberapa dari mereka sudah paham terkait penggunaan transaksi yang aman," ujar Wayan.
Program ekosistem keuangan inklusif yang digagas OJK tidak hanya sekadar memberikan akses modal kepada UMKM, tetapi juga menyentuh aspek lebih mendasar, yaitu literasi keuangan.