TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Risiko Inflasi Meradang, Ekonomi Digital Bisa Jadi Solusi

Pemerintah harus tingkatkan sosialisasi

pixabay.com/StartupStockPhotos

Bandung, IDN Times – Sebagian besar negara-negara dunia tengah mengalami inflasi akibat beberapa alasan, salah satunya terkait dengan pemulihan pascapandemik COVID-19. Beberapa negara seperti Turki, Sri Lanka, Argentina, dan Iran mengalami inflasi dengan tingkat di atas 50 persen pada tahun ini, dan diproyeksikan belum akan kembali normal dalam waktu yang dekat.

Memang, ekonomi dunia sempat terpukul sepanjang 2020 akibat pandemik COVID-19 yang berlangsung selama kurang-lebih dua tahun lamanya.

Kondisi itu semakin diperparah dengan terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina sejak Februari 2022 hingga sekarang masih bergulir. Kedua negara memang memegang peranan penting dalam rantai pasok global, yakni terkait produk pangan, pupuk, maupun energi.

Bagaimana dengan Indonesia? Bisakah kita selamat dari jurang inflasi hingga tak berujung keburukan bagi masyarakat?

1. Kondisi perekonomian Indonesia

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Kondisi Indonesia sendiri perlu diwaspadai. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi bulan September 2022 melonjak 1,17 persen secara bulanan, sekaligus menjadi yang tertinggi sejak Desember 2014.

Lonjakan inflasi pada September lalu sudah diramal banyak analis dan ekonom ketika Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi pada 3 September lalu.

Sebenarnya, berbagai kebijakan telah ditempuh pemerintah untuk menekan laju inflasi, salah satunya dengan mengoptimalisasi ekonomi digital di Indonesia.

2. Indonesia punya potensi yang besar pada ekonomi digital

Ilustrasi transaksi digital (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Pengembangan ekonomi digital di Indonesia sendiri semakin moncer, salah satunya karena didorong pergeseran perilaku masyarakat yang cenderung menggunakan platform digital di berbagai sektor.

Berdasarkan hasil riset dari Google, Temasek, dan Bain & Company, Gross Market Value (GMV) dari ekonomi digital Indonesia mencapai 70 miliar USD pada 2021; menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.

Potensi ekonomi digital ini pun masih akan tumbuh ke depannya. Menurut laporan Google, Temasek, dan Bain & Company, tingkat pertumbuhan majemuk (Compound Annual Growth Rate/CAGR) dari ekonomi digital Indonesia sebesar 20 persen, sehingga GMV-nya akan menjadi 146 miliar USD pada 2025.

3. Ekonomi digital bantu perkembangan ekonomi lebih cepat

GrantThornton Indonesia (IDN Times/Istimewa)

Bagi Johanna Gani, CEO Grant Thornton Indonesia, ekonomi digital dapat membantu perkembangan ekonomi dengan lebih cepat, contoh paling nyata ialah di mana kita mampu memangkas rantai pasok produk pangan ke konsumen.

“Melalui aplikasi, para petani bisa menjajakan produk sayur-mayur, buah, hingga hasil ternak langsung ke konsumen akhir.”

“Tidak hanya itu, masyarakat semakin dipermudah dengan luasnya perdagangan berbasis digital (e-commerce) dan didukung pula dengan berkembangnya keuangan berbasis digital (fintech), pertumbuhan transaksi juga semakin cepat dengan penggunaan uang elektronik (e-money) dan transaksi non-tunai lebih efektif dan efisien,” kata Johanna, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Senin (17/10/2022).

Baca Juga: Perfoma Apik Ekonomi Digital RI Picu Stabilitas Ekonomi Domestik

Baca Juga: Potensi Ekonomi Digital Indonesia Rp2 Ribu Triliun di 2025

Berita Terkini Lainnya