TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hadapi Masa Tech Winter, Startup Mesti Lincah dan Fokus

Startup masih punya peluang untuk tumbuh, lho!

Ilustrasi Startup (IDN Times/Aditya Pratama)

Bandung, IDN Times - Belakangan ini kalimat “winter is coming” yang terkenal berkat salah satu drama televisi kerap digunakan meskipun season terakhir seri tersebut telah lama berakhir. Hal ini dimaksudkan untuk menjelaskan dampak kondisi ekonomi global bagi industri perusahaan rintisan (startup).

Tak hanya dialami oleh startup di Amerika, dampak dari perubahan kondisi ekonomi ini juga mulai terasa di Indonesia. Hal itu dapat terlihat dari fenomena efisiensi seperti PHK maupun hiring freeze yang telah dilakukan oleh beberapa startup tanah air di kuartal kedua tahun ini.

Banyak pihak kemudian berpendapat bahwa industri ini tengah berada dalam kondisi yang populer disebut tech winter.

1. Perlambatan ekonomi hanya bersifat sementara?

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Tentunya perubahan kondisi makroekonomi, geopolitis, dan dampak berkepanjangan dari pandemik COVID-19 dalam negeri membawa kekhawatiran bagi pelaku yang berada dalam industri ini.

Meski demikian, banyak penggiat startup dalam negeri yang masih optimistis akan kemampuan dan potensi talenta tanah air untuk bertahan di masa sulit, salah satunya Grab dan BRI Ventures.

CEO BRI Ventures, Nicko Widjaja, bahkan meyakini bahwa perlambatan yang dihadapi hanya bersifat sementara sebagaimana musim dingin yang akan berganti menjadi musim semi.

2. Jangan panik, Indonesia sudah alami dua kali masa sulit

Mahasiswa meluber hingga ke kubah Grahasabha Paripurna ketika menggelar unjuk rasa yang menuntut reformasi menyeluruh, Selasa (19/5/1998). Unjuk rasa mahasiswa yang datang dari Jakarta dan sejumlah kota di Jawa dan Sumatera tersebut berlangsung dengan aman. (ANTARA FOTO/SAPTONO)

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi turut menyampaikan optimisme serupa. Baginya, dampak buruk kondisi ekonomi ini bukan hanya sekali dirasakan oleh Indonesia, sehingga perusahaan rintisan sudah semestinya belajar dari pengalaman.

“Bukan pertama kalinya Indonesia berada dalam periode yang sulit. Kita sudah mengalami pahitnya dua krisis ekonomi sebelumnya di tahun 1998 dan 2009, namun tidak menyurutkan tekad dan rasa percaya untuk terus menerobos maju.”

“Kalau kita melihat posisi sekarang, kita bisa bangkit dan bahkan terus bertumbuh. Data-data tahun 2021 bahkan membuktikan Indonesia sebagai salah satu pendorong ekonomi digital di Asia Tenggara,” kata Neneng, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Selasa (20/7/2022).

3. Founder startup bisa fokus pada pengembangan produk

Ilustrasi Startup (IDN Times/Aditya Pratama)

Data yang disebutkan Neneng mengacu pada sebuah riset yang mengatakan bahwa ekonomi digital Indonesia diproyeksi menyentuh 146 miliar USD pada 2025.

Tentunya hal tersebut tidak terlepas dari kepercayaan investor terhadap startup dalam negeri yang berhasil berkontribusi meraih 42 persen dari total pendanaan yang disuntik ke wilayah Asia Tenggara selama tahun 2021 lalu. 

Optimisme ini tak pelak merupakan upaya pengencangan ikat pinggang oleh pelaku startup agar tetap dapat bertahan di kondisi yang sulit seperti saat ini.

“Hal kunci yang harus dimiliki founder agar tetap berdiri tangguh selama periode sulit adalah fokus pada pengembangan produk dengan memanfaatkan data yang ada dan masukan dari pengguna, mempercepat jalan menuju profitabilitas, serta kemampuan untuk agile dalam melakukan pivot bisnis apabila diperlukan,” kata Neneng.

Baca Juga: Tarik Investor Startup, Kemenkominfo Jajaki Kerja Sama dengan Jepang

Baca Juga: Tips Kelola Keuangan buat Kamu Para Anak Startup, biar Gak Boncos!

Baca Juga: 8 Tahap Pendanaan dalam Membangun Bisnis Startup

Berita Terkini Lainnya