TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemprov Jabar Klaim Perekonomian di Jabar Masih Aman Meski Menurun

Yakin ekonominya masih aman Pak? Rakyat dah mulai susah loh

ilustrasi bantuan sembako di tengah wabah COVID-19. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Bandung, IDN Times - Kepala Divisi Stabilisasi Ekonomi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Provinsi Jabar Rahmat Taufik mengatakan, sebagian besar industri terutama di kawasan Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan sekitarnya semakin tertekan dengan pandemik COVID-19.

Menurut Rahmat yang juga Kepala Biro Ekonomi Setda Provinsi Jabar, tekanan sudah dimulai sejak akhir 2019 akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Dengan pandemi ini, tekanan kepada dunia industri semakin bertambah dan menjadi ganda.

Jawa Barat menjadi salah satu daerah paling parah terkena dampak tekanan karena akhir tahun November, Desember 2019 ini perang dagang AS-Tiongkok. "Ini mengakibatkan laju ekonomi kita baru kita di bawah nasional, karena bahan baku beberapa masih bergantung ke luar negeri, termasuk Tiongkok," ujar Rahmat dalam konferensi pers, Jumat (15/5).

1. Setelah perang dagang, ekonomi makin turun saat kasus corona

Ilustrasi perekonomian Indonesia diserang virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Ketika skala wabah meningkat, banyak pelabuhan di Tiongkok ditutup, yang menghambat proses produksi, termasuk bahan baku untuk alat pelindung diri (APD).

“Inilah juga yang mengakibatkan banyak PHK,” kata Rahmat.

Menurutnya, Jabar memegang peran strategis dalam menopang perindustrian nasional. Sebanyak 20 persen pabrik manufaktur Indonesia ada di Jawa Barat dan hampir sebagian besar manufaktur ini tujuannya ekspor, seperti automotif, elektronik, tekstil, hampir semua di Jabar.

Selain industri manufaktur, pandemi juga berdampak pada pariwisata. Rahmat menjelaskan, Jawa Barat juga merupakan daerah tujuan wisata. Sementara tempat wisata semua ditutup, sehingga berbagai sektor terdorong juga untuk mundur seperti kuliner, perhotelan, dan tenaga kerja lain yang ada di pariwisata.

"Ini berakibat ke daya beli masyarakat di Jawa Barat. Mengakibatkan juga pangan terhambat, karena pasar induk mengurangi omsetnya, karena pasokannya juga berkurang," tambah Rahmat.

2. Petani dan peternak pun terdampak karena sulit menjual hasil usahanya

Pixabay.com

Kondisi saat ini, petani dan peternak pun kesulitan menjual komoditasnya karena tidak ada pembeli. Rahmat menyebut, Mei semestinya menjadi puncak panen, di mana padi harus segera panen dan peternak sudah menyiapkan pula untuk panen di bulan puasa dan lebaran.

Kemudian peternak pun harusnya bisa menyiapkan produk untuk dijual pada masa ini. Namun yang terjadi ironi karena di tingkat produksi harga jatuh.

"tapi di tingkat konsumen harga tetap melambung tinggi. Maka inflasi masih meninggi,” kata Rahmat.

3 Penyerapan sektor ini terus diupayakan

Pexels/Artem Beliaikin

Untuk meminimalisasi dampak dari tertekannya berbagai sektor industri dan pertanian, Pemprov Jabar berkoordinasi dengan asosiasi pengusaha dan pemerintah kota kabupaten.

"Di sektor pangan kita masih melakukan berbagai koordinasi untuk penyerapan di sentra produksi, juga di berbagai pasar," tambah Rahmat.

Sementara untuk masyarakat menengah atau kecil, selain bantuan sosial dari pemerintah pusat, Pemprov Jabar bekerja sama dengan PT Pegadaian agar masyarakat tetap bertahan dan mengamankan asetnya. Pemprov Jabar juga mengeluarkan Bantuan Tidak Terduga untuk menyerap produk APD yang dibuat oleh UKM.

Baca Juga: Bank-bank Ini Izinkan Debitur Tunda Bayar Cicilan, Catat Syaratnya!

Baca Juga: Harga Anjlok, Petani Cabai Berharap Segera Dapat Bantuan Sosial

Berita Terkini Lainnya