Pada 4 September 2019, tim pelatih PB Djarum dan manajemennya berembuk sebelum memutuskan bahwa Audisi Djarum akan dihentikan. Sebelum mengumumkan itu, ternyata mereka terlebih dahulu bertemu dengan sejumlah perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Kesehatan, dan KPAI.
“Sebenarnya pertemuan ada dua kali, dan semuanya hadir. Dalam pertemuan, masing-masing pihak diminta menjabarkan alasan. Pihak saya menegaskan bahwa PB Djarum bukan produk tembakau, melainkan klub bulu tangkis. Kami adalah klub bulu tangkis yang sudah sekian lama berkiprah,” ujar Yoppy Rosimin, Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation, lewat hubungan telepon, Selasa (10/9).
Dalam kesempatan itu, KPAI menjabarkan pendapatnya dengan menegaskan bahwa dalam medium apa pun, nama Djarum tetaplah produk tembakau. “KPAI selalu mengarahnya ke produk tembakau. Selalu mengatakan Undang-Undang ini lah, Undang-Undang itu lah,” tuturnya.
Regulasi yang dipakai KPAI untuk mengkritisi Audisi Djarum adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tak hanya itu, ada pula regulasi lain yang digunakan dalam menegur PB Djarum ialah Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Pasal 36. PP itu melarang beberapa hal dalam tiap aktivitas perusahaan rokok, di antaranya berbunyi “a. Tidak menggunakan nama merek dagang dan logo produk tembakau termasuk brand image produk tembakau; b. tidak bertujuan untuk mempromosikan produk tembakau.”
“Pada intinya, dari KPAI statement-nya adalah (Audisi) Djarum tidak boleh ada lagi. Kalau begitu sudah tidak ada ruang lagi untuk diskusi. Sudah zero tolerance,” kata Yoppy. Dengan berbagai pertimbangan matang dan berat, maka PB Djarum memutuskan untuk menghentikan audisi mereka yang sudah berjalan dengan sistem yang baik sejak 2015.