Cerita Ramadan: Merasakan Tradisi Munggahan Bersama Keluarga Baru

Tradisi munggahan jelang Ramadan melekat bagi orang Sunda

Perayaan bulan suci Ramadan di Indonesia bisa dibilang lebih ramai dibandingkan lainnya. Selain ada kebiasaan masyarakat yang menggelar agenda buka bersama dengan keluarga besar, rekan sejawat hingga alumni SD hingga kuliah-nya, tradisi menyambut bulan Ramadan juga unik-unik.

Di Indonesia banyak tradisi yang berbeda-beda dalam menyambut bulan suci Ramadan. Salah satunya munggahan yang biasanya dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Islam suku Sunda. Tradisi munggahan diambil dari kata bahasa sunda 'Munggah' yang berarti berjalan/naik atau keluar dari kebiasaan kehidupan sehari-hari.

Tradisi munggahan pada umumnya dilakukan dengan bepergian ke tempat wisata, membersihkan makam keluarga, membersihkan seluruh anggota badan dengan keramas sebagai sunnah Rasulullah SAW, saling meminta maaf kepada orangtua, teman, sahabat dan kerabat.

Mayoritas masyarakat Sunda di Jawa Barat bahkan beberapa diantaranya ada di provinsi Banten yang dulunya masih masuk wilayah Jawa Barat, dipastikan menerapkan tradisi munggahan, dengan beberapa kegiatan baik bersama keluarga besar, hingga teman sebaya.

Tradisi munggahan pada Ramadan 1445 H/2024 M kali ini menjadi pengalaman terbaru bagi saya dan keluarga yang mayoritas dari Jawa. Saya berasal dari Kabupaten Subang, sedangkan istri saya, Harmira Primanda Putri dari Surabaya. Kami kini tinggal dan menetap di wilayah sayap Kota Bandung.

Sebelum lebih jauh bercerita serunya pengalaman menjalani trandisi munggahan, sedikit informasi, Kabupaten Subang secara geografis terbagi menjadi dua wilayah, pegunungan dan pantai. Bahasa dan tradisinya pun beda.

Wilayah pegunungan lekat dengan budaya Sunda, sedangkan wilayah pesisir pantai bercampur dengan Jawa Indramayu, Cirebon karena langsung berada di Jalur Pantura yang mayoritas penduduknya berbahasa Jawa.

Saya sendiri berasal dari wilayah pesisir Kabupaten Subang, secara budaya dan tradisi lebih kental dengan Jawa dibandingkan Sunda. Sehingga, tradisi munggahan merupakan hal yang baru. Namun saya lebih dulu tinggal di Bandung dibandingkan istri saya.

Mulanya istri masih belum mengerti secara jelas tradisi munggahan yang sering disampaikan oleh teman-teman di lingkungan kerjanya di Bandung. Satu dari temannga pun ada yang mengajak ikut munggahan. Dalam benak istri saya, munggahan merupakan kegiatan naik gunung.

Istri saya pun menolak, pikirnya kegiatan itu akan membuat lelah karena dia akan diajak mendaki gunung sedang esok harinya harus menjalani puasa. Saya kemudian menjelaskan, Munggahan bukan lah sebuah kegiatan mendaki gunung di wilayah Jawa.

Pada saat itu saya menyampaikan beberapa kegiatan yang umum dilakukan saat munggahan biasanya kegiatan kumpul dan makan bersama saling bermaaf-maafan. Ada juga yang mensucikan diri secara fisik sebelum masuk awal bulan Ramadan dengan bermain ke pantai atau berendam.

Mendengar penjelasan munggahan, isti saya pun kaget karena menolak ajakan teman-teman perempuannya itu. Nasi sudah menjadi bubur, akhirnya saja ajak istri saya untuk merayakan tradisi munggahan dengan gotong royong membersihkan semua isi rumah, mengepel lantai, membersihkan toren air, memilah baju yang sudah tidak terpakai, membersihkan saluran air yang ada di depan rumah.

Setelah itu, kami pun menyempatkan diri untuk pulang kampung ke Subang untuk meminta maaf pada orang tua, sekaligus ke makam almarhum kake. Untuk keluarga di Surabaya kami juga mengobrol melalui sambung telefon untuk saling meminta maaf.

Istri saya dari kecil hingga dewasa memang hanya tinggal di Kota Surabaya. Dia belum pernah tinggal lama di daerah lain seperti saya yang menempuh pendidikan dari SMP hingga kuliah di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Munggahan pertama kami ini juga terasa mewah karena ditemani anak pertama kami, Zianda Hati Nelinga yang masih berumur empat bulan. Ramadan memang menghadirkan beragam cerita, setiap umat muslim selalu berdoa agar tetap bisa berjumpa bulan suci ini. Kami pun berdoa agar mendapatkan banyak pahala dan bisa menjalani terus trandisi munggahan versi keluarga kami.

Tradisi munggahan sendiri merupakan satu dari sekian banyak yang ada di Indonesia. Beberapa daerah lain tentunya memiliki tradisi serupa dengan nama yang berbeda. Namun saya meyakini isi dari tradisi itu sendiri tidak jauh berbeda.

Baca Juga: Cerita Ramadan: Tempus Tergiur Duit hingga Cari Modal Beli Kaset Game

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya