Bandung, IDN Times - Seperti sudah menjadi rutinitas, isu pemberian tunjangan hari raya (THR) bagi driver transportasi online muncul ketika mendekati bulan Ramadhan dan Lebaran saban tahunnya. Tahun 2025, isu pemberian THR ini muncul dengan adanya demo driver transportasi online pada 17 Februari 2025.
Tuntutan yang dibacakan juga masih seputar pemberian THR hingga memicu komentar dari Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Sebelum membahas ke arah pemberian THR, ada baiknya pembahasan dimulai dari status driver transportasi online.
Dalam laporan Celios (2024), driver transportasi online sangat dekat dengan definisi pekerja gig. Pekerja gig sendiri merupakan pekerja dengan lepas dengan memiliki karakteristik fleksibel dan mendapatkan lebih dari satu sumber penghasilan.
“Pekerja gig terbagi menjadi dua tipe, yaitu location-based gig worker dan online based gig worker. Driver transportasi online dapat dimasukkan ke dalam location-based gig worker, di mana istilah ini mengacu pada pekerja gig yang melakukan tugas atau proyek berdasarkan lokasi geografis tertentu,” tulis laporan Celios, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Jumat (28/2/2025).
Artinya, pekerja ini menangani pekerjaan atau proyek yang membutuhkan kehadiran fisik di lokasi tertentu, biasanya dalam batas-batas geografis tertentu.
Status pekerja gig bukanlah pekerja formal seperti pada umumnya. Mereka menggunakan pendekatan kemitraan alih-alih pekerja formal. Tentu, status pekerjaan yang berbentuk kemitraan membuat pembahasan mengenai THR ini tidak kunjung selesai.
Secara hukum, THR hanya diberikan kepada pekerja tetap dan tidak tetap. Namun demikian, status pekerja gig adalah kemitraan yang diatur oleh UU nomor 20 tahun 2008. Demikian pula, status dari platform penyedia pekerjaan gig bukan perusahaan yang memiliki pekerja gig.