Anggota Karang Taruna RW 06, Kelurahan Gumuruh, Kota Bandung, sedang memisahkan sampah bernilai ekonomis untuk dijual kembali dan dijadikan pendanaan program cantelan. IDN Times/Debbie Sutrisno
Berdasarkan hasil studi laporan “The Economic, Social, and Environmental Benefits of Circular Economy in Indonesia” penerapan ekonomi sirkular dapat berpotensi mengurangi sampah di Indonesia 18 persen hingga 52 persen. Konsep ini pun bisa dioptimalkan karena pemerintah menargetkan ada pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sampah sebesar 70 persen pada tahun 2025, mengacu pada Perpres Nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) mengenai pengolahan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga.
Sementara itu, dari catatan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), penerapan ekonomi sirkular pada lima sektor industri, yaitu makanan dan minuman, tekstil, perdagangan grosir dan eceran (fokus pada kemasan plastik), konstruksi, serta elektronik berpotensi menghasilkan tambahan Produk Domestik Bruto (PDB) secara keseluruhan pada kisaran Rp593 triliun hingga Rp642 triliun. Implementasi konsep ekonomi sirkular di kelima sektor juga dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga 2030.
Kepala Seksi Bina Peritel Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Supriyanto menuturkan, salah satu langkah bijak dalam mendorong adanya ekonomi sirkular yakni dengan mengurangi buangan sampah sekali pakai. Dari data KLHK, timbunan sampah di Indonesia di 2020 mencapai 67,8 juta ton. Angka ini bisa semakin bertambah dengan pertumbuhan jumlah pendudukan dan peningkatan kesejeharteraan masyarakat Indonesia.
Tren zero waste atau mengurangi sebanyak mungkin sampah hingga ke titik nol yang digunakan dalam keseharian saat ini tengah menggebu-gebu. Namun, tantangan untuk melanggengkan tren ini pun tidak sedikit. Perlu keseriusan semua pihak agar sampah plastik khususnya tidak bertambah setiap tahunnya yang kemudian bisa mencemari lingkungan.
"Jika kita tidak bijak dalam apapun maka 2050 ini diperkirakan sampah plastik (jumlahnya) akan dua kali lipat dari sekarang. Ini berakibat buruk pada pencemaran ekosistem dan membahayakan manusia," kata Agus.
Menurutnya, perubahan untuk masuk dalam ekonomi sirkular memang tidak mudah. Butuh usaha secara bertahap dan berkelanjutan agar semua pihak mulai dari produsen barang dan jasa hingga konsumen masuk dalam sistem ini.
Bagi produsen, kegiatan usaha yang mendukung kelestarian lingkungan adalah bisnis masa depan. Mau tak mau, ke depan sistem ini akan berjalan karena semua pihak khususnya konsumen semakin peduli pada bisnis yang tidak merusak alam.
"Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle/kurangi, gunakan kembali, daur ulang) menjadi poin penting dalam pengurangan sampah khususnya yang sekali pakai," papar Agus.
Salah satu perusahaan yang sudah terjun ikut serta untuk mewujudkan ekonomi sirkular adalah Danone. Perusahaan yang terkenal dengan merk Aqua ini berupaya semaksimal mungkin menjaga agar produk yang digunakan bisa didaur ulang. Bahkan beberapa produk kemasan dari Danone pun sekarang sudah menggunakan bahan plastik daur ulang.
Corpcomm Director Danone Arif Mujahidin mengatakan, sebagai perusahaan Danone percaya bahwa lingkungan yang buruk tidak akan bisa dimanfaatkan untuk berjualan. Untuk itu, dalam usaha apapun sudah selayaknya setiap perusahaan bisa menjadi bagian dalam sebuah solusi, bukan masalah.
Sejak 2018, Danone sudah mencanangkan program bijak berplastik. Terdapat tiga pilar yang diusung yaitu pengumpulan, edukasi, dan inovasi. Dari segi inovasi, perusahaan ini sudah melahirkan produk yang bahan plastiknya 100 persen dari daur ulang. Bahkan selama ni botol plastik dengan merk Aqua, 25 persen sudah memakai plastik daur ulang.
"Kita yakin bisa memberi soluasi agar bisa hidup berkelanjutan," ujar Arif.
Tak berhenti di situ, Danone pun berencana membuat seluruh produk yang dipakai bahannya 100 persen dari bahan daur ulang. Dengan demikian ke depan pembuatan botol tidak akan mengggunakan lagi virgin plactic.
Gerakan kepedulian terhadap persoalan sampah di Indonesia kini menjadi perhatian anak muda generasi millennial. Sejumlah perusahaan rintisan (startup) pun mulai bermunculan untuk membantu memecahkan persoalan sampah di negeri ini yang tak kunjung selesai.
Salah satu yang namanya mulai muncul ke permukaan adalah Octopus. Ini merupakan platform ekonomi sirkular di mana pengguna aplikasi bisa menyetorkan kemasan bekas pakai untuk didaur ulang.
Selain itu ada juga Reciki. Ini adalah perusahaan pengelolaan sampah yang berkembang di Indonesia yang bertujuan untuk mengubah masalah menjadi peluang dengan membangun sistem pengolahan sampah yang 100 persen berbasis lokal.