Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Polusi Udara di Jakarta memburuk. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Bandung, IDN Times - Paparan polusi udara tidak hanya memengaruhi kehidupan kita di luar ruangan atau bangunan, karena nyatanya paparan bisa masuk ke dalam ruangan. Pencemaran yang terbawa masuk ke dalam ruangan tersebut dampaknya dapat mempengaruhi kesehatan, bahkan kinerja orang-orang di dalamnya.

Kepala Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) Budi Haryanto mengatakan, polusi udara yang terbawa ke dalam ruangan berasal dari pergerakan pekerja dari rumah ke kantor dan sebaliknya. Dalam perjalanan, pencemar dari emisi kendaraan dan kondisi sekitar dapat menempel di pakaian pekerja dan menyebar di dalam ruangan tertutup.

“Pekerja keluar-masuk dari rumah, naik sepeda motor, kemudian di jalan tertempel pencemar kimia dari kendaraan lain atau virus dan bakteri dari jalan, sehingga saat di kantor pencemar yang menempel di sepatu atau pakaiannya bisa menyebar,” kata Budi, saat berbincang dengan Katadata Green di Lab Multidisiplin UI beberapa waktu lalu.

Pencemar biologis maupun kimiawi dapat menempel pada pekerja maupun orang yang ada di dalam ruangan tertutup. Ada juga pencemar dari kegiatan perkantoran, seperti penggunaan mesin cetak dan fotokopi, membuat polusi udara di dalam ruangan menjadi lebih parah.

Fenomena gedung perkantoran yang memiliki tingkat konsentrasi polusi udara yang tinggi disebut sick building syndrome. Kondisi ini dapat diperparah oleh ketiadaan ventilasi yang baik.

Melansir situs Nafas Indonesia, sistem pendingin terpusat di perkantoran memompa udara dari luar ke dalam bangunan. Polusi udara dalam bangunan terjadi ketika sistem penyaringan kurang baik dan diperparah oleh kualitas udara perkotaan yang buruk.

Polusi udara dalam ruangan dapat memengaruhi produktivitas pekerja dan mengakibatkan kerugian ekonomi. Menurut Budi, sick building syndrome dapat mengganggu pekerja secara langsung dalam bentuk penyakit, seperti batuk dan pusing kepala. Pekerja yang menderita penyakit ini harus beristirahat satu-dua hari setiap bulannya.

“Pekerja yang mengalami gangguan di organnya bisa dirawat di rumah sakit selama berbulan-bulan. Kondisi ini jelas akan merugikan produktivitas pekerja,” ujar Budi.

1. Dampak jangka panjang polusi udara

Polusi Udara di Jakarta memburuk. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Budi mengungkapkan, sebanyak 60 persen penyakit yang diidap seseorang pada umumnya berasal dari paparan polusi udara.

“Bandingkan dengan penyakit yang disebabkan oleh konsumsi lewat mulut. Itu hanya sekitar 15 persen,“ ujarnya.

Menurut Budi, dampak polusi udara terhadap kesehatan fisik maupun mental dapat dibagi menjadi dua: jangka pendek dan panjang. Dalam jangka pendek, penyakit pada orang yang terpapar polusi udara berupa batuk, flu, dan radang tenggorokan.

Penyakit jangka panjang berpotensi lebih kronis. Budi menjabarkan, pencemar kimia dapat tersimpan di dalam paru-paru dan organ lain seperti otak, ginjal, dan jantung melalui saluran peredaran darah. Timbunan pencemar dapat menyebabkan gangguan jantung, ginjal, kanker paru-paru, bahkan stroke.

Selain penyakit fisik, polusi udara juga salah satu pemicu penyakit mental. Timbunan pencemar di otak dapat memicu gangguan kecemasan, demensia, dan depresi.

“Ini disebabkan senyawa kimia seperti merkuri, timbel, dan kadmium, serta logam-logam berat berbahaya lainnya yang terkandung, terbawa dalam udara,” ungkapnya.

2. Berpengaruh pada mengurangnya tingkat kebahagiaan dan gejala depresi

Editorial Team

Tonton lebih seru di