Bandung, IDN Times - Kenaikkan nilai ekonomi dan keuangan digital yang semakin meningkat saban tahun, membuat keamanan dari ancaman siber menjadi semakin mendesak.
Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) tahun 2020, estimasi total kerugian rata-rata tahunan yang dialami sektor jasa keuangan secara global yang disebabkan oleh serangan siber mencapai nilai 100 miliar USD, atau lebih dari Rp1.433 triliun.
Direktur Penelitian, Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mohamad Miftah, membenarkan data itu. Ia sepakat jika industri keuangan atau perbankan merupakan sektor yang menjadi peringkat pertama atau paling banyak mendapatkan serangan siber.
"Serangan siber tentunya akan mencari keuntungan (dari meningkatnya ekonomi digital). Serangan siber di Indonesia hingga September 2021 sudah meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2020," kata Miftah dalam webinar When Security Becomes a High Priority Rabu (12/1/2022).
Serangan siber pada top 10 industri di tahun 2020 terjadi di sektor keuangan yaitu 23 persen. Industri manufaktur ada di peringkat kedua dengan 17,7 persen dan sektor energi di peringkat ketiga dengan 10,2 persen.
Berdasarkan data IBM Security X-Force tahun 2021, 28 persen serangan siber pada industri keuangan adalah server access attack dan sepuluh persen serangan siber berupa ransomware.