Warga Malas Pakai Angkutan Umum, Bandung Lebih Macet dari Jakarta

Bandung, IDN Times – Dalam studi Asian Development Bank (ADB) tahun 2019 yang ramai diperbincangkan belakangan ini, Kota Bandung (peringkat 14) disebut lebih macet ketimbang Jakarta (peringkat 17) sebagai kota termacet di negara-negara berkembang Asia. Berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota Bandung, seperti mengimbau masyarakatnya agar menggunakan transportasi umum dan memperbaiki infrastruktur, seakan tak berpengaruh signifikan terhadap kondisi lalu lintas Kota Kembang.
Menuntaskan kemacetan di Bandung seperti menuntaskan lingkar labirin yang tak berujung. Maksudnya, pemerintah tak berdaya mengadakan infrastruktur moda transportasi massal tanpa adanya suntikan investasi. Namun, investasi pun sedikit banyak sulit didapat karena kondisi lalu lintas Bandung yang semrawut.
1. Bandung macet ketika jam pergi dan pulang kerja

Muhammad Salman sepertinya menjadi salah satu orang Bandung yang paling akrab dengan kemacetan. Ia tinggal di Cibiru, atau tepatnya di Kota Bandung bagian timur, yang menjadi salah satu titik perumahan terbesar di kota ini.
Menurut pria yang bekerja lepas sebagai mitra ojek online ini, tadi pagi, sekitar pukul 06.30 WIB, ia mendapat pesanan untuk mengantarkan pelanggan ke Institut Teknologi Bandung (ITB) yang terletak di Jalan Ganesha, Kota Bandung. Jarak yang perlu ia tempuh dari Cibiru menuju ITB sekitar 15 km, atau ia asumsikan dengan waktu tempuh 40 menit.
Namun, perkiraan itu meleset jauh. Salman berhasil mencapai ITB dengan waktu sekitar 1 jam 45 menit, atau meleset 65 menit dari perkiraannya. “Mungkin karena itu waktunya orang berangkat kerja, jadi jalanan macet banget. Memang sepanjang jalan (selama 15 km) itu macet terus. Saya baru dapat jalan lancar, ya, di sekitar ITB,” kata dia, kepada IDN Times di Jalan Tamansari, Kota Bandung, Senin (7/10).
Setiap harinya, dengan bekerja sebagai ojek online, Salman mengaku menuntaskan jarak rata-rata sekitar 50 km. Kemacetan sepertinya sudah menjadi pemandangan biasa bagi Salman, meski ia tetap menggerutu tiap kali laju kendaraannya terhambat. Tidak hanya pagi hari, kemacetan yang sama sering ia temui pada sore hari.
2. Warga Bandung ogah pakai kendaraan umum

Salah satu penyebab terjadinya macet, ialah warga Bandung yang cenderung memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang transportasi umum. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung, EM. Ricky Gustiadi, mencapai rasio 80 banding 20.
“Jumlah pertumbuhan kendaraan (kepemilikan kendaraan pribadi) cukup tinggi dibanding jumlah pertumbuhan pembangunan infrastruktur jalan. Artinya, (lalu lintas Bandung) masih didominasi pengguna kendaraan pribadi, jadi sangat wajar mempengaruhi kemacetan,” kata Ricky, kepada IDN Times lewat aplikasi WhatsApp, Senin (7/10).
Warga Bandung memilih menggunakan kendaraan pribadi bukan tanpa alasan. Untuk ukuran kota besar, Bandung tidak memiliki moda transportasi untuk mengangkut banyak orang seperti MRT (Moda Raya Terpadu) atau LRT (Lintas Rel Terpadu) yang dimiliki DKI Jakarta. Warga Bandung tak punya pilihan efektik dalam urusan mobilisasi, selain angkutan kota dan bus. Kedua moda transportasi itu juga tidak ditunjang dengan jalur khusus, layaknya Trans Jakarta.
Maka, demi efektivitas waktu tempuh, kendaraan pribadi baik roda dua mau pun empat, dirasa cocok bagi warga Bandung pada umumnya.
3. Cetak biru Bandung Urban Mobile Project

Pemerintah sebenarnya sudah mencatat kebutuhan atas moda transportasi yang lebih unggul untuk menjawab kebutuhan masyarakat Bandung. Bandung Urban Mobile Project, sebuah buku cetak biru yang disusun Dinas Perhubungan Kota Bandung di bawah kepemimpinan Ridwan Kamil, membahas dengan matang kemungkinan dibangunnya LRT di Bandung.
Namun, dalam Bandung Urban Mobile Project, biaya menghadirkan LRT atau monorel di Kota Kembang tidaklah murah. Pemerintah perlu sekitar Rp6,279 triliun untuk dapat membangun prasarana monorel di Bandung—sebuah ongkos yang mahal untuk menuntaskan kemacetan.
4. Sumber uang yang sulit didapatkan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (ABPD) Kota Bandung tentu jauh dari kata mampu untuk memiliki duit Rp6,279 triliun. Atau, Ricky mengatakan kalau “Pemkot Bandung memiliki keterbatasan dalam APBD.”
Dalam APBD tahun anggaran 2019, Dishub Pemkot Bandung cuma kebagian Rp105 miliar. “Itu pun untuk semua program kegiatan Dishub Kota Bandung (tidak hanya untuk mengatasi kemacetan),” ujar Ricky.
Maka solusinya adalah pola Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau disebut investasi. Namun, sama dengan permasalahan lainnya, investasi untuk transportasi di Kota Bandung amat sulit didapat.
“Belum ada KPBU yang tanda tangan kontrak, karena tidak mudah untuk memenuhi persyaratan sesuai regulasi dan kemampuan keuangan daerah,” katanya.
5. Target 25 persen tahun 2023

Maka itu, Ricky mengatakan Dishub Bandung sudah mengupayakan berbagai hal dalam keterbatasan anggaran untuk mengatasi kemacetan tersebut. Misalnya, dengan berbagai imbauan penggunaan transportasi umum demi kelancaran lalu lintas bersama.
“Jadi sudah jelas, solusinya sudah ada dalam rencana strategis Dishub Kota Bandung tahun 2018 sampai dengan 2023. (Warga Bandung) Harus mencapai 25 persen yang menggunakan angkutan umum dalam melakukan mobilitas setiap hatinya,” tutur Ricky.