ilustrasi asap rokok (pexels.com/Basil MK)
Fenomena tingginya pengeluaran untuk rokok dibanding bahan pangan bukan hal baru dan tidak hanya terjadi di Cirebon. Namun, angka di Kabupaten Cirebon terbilang signifikan.
Judiharto menjelaskan, tren ini juga tercermin secara nasional, terutama di wilayah pedesaan dan kelas ekonomi menengah ke bawah.
“Ini adalah tren jangka panjang yang sudah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Rokok kerap dianggap sebagai pelipur lara, apalagi di kalangan pekerja informal yang banyak berada di wilayah ini,” ungkapnya.
Ia menekankan perlunya perhatian khusus dari berbagai pihak, terutama pemerintah daerah, lembaga kesehatan, dan tokoh masyarakat untuk mengedukasi masyarakat agar lebih bijak dalam mengatur pengeluaran rumah tangga.
Judiharto menilai, penting bagi pemerintah daerah mengembangkan kampanye literasi keuangan dan kesehatan masyarakat berbasis data. “Masyarakat perlu tahu bahwa Rp92 ribu sebulan itu bisa diubah menjadi investasi kesehatan keluarga. Bayangkan jika dialihkan ke pembelian telur, sayur, susu, atau ditabung untuk pendidikan anak,” katanya. Ia berharap ada regulasi atau insentif yang membuat akses rokok menjadi lebih terbatas, terutama bagi remaja dan kelompok miskin.