Wacana Impor Beras 2 Juta Ton Bikin Resah Petani-Tengkulak

Subang, IDN Times - Wacana impor beras sebanyak dua juta ton menimbulkan kebingungan di kalangan petani dan pengusaha atau tengkulak. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan wacana tersebut menimbulkan dilema dalam proses penyerapan gabah dari petani.
Menurutnya, impor beras berpotensi memengaruhi harga beras di dalam negeri. “Ketika dia (tengkulak) beli dengan harga yang cukup tinggi, begitu juga impor harus jual dengan harga rendah. Kondisi psikologis ini harus diselesaikan agar gabah petani terserap dan penyerapnya punya kepastian apakan ini mau impor atau tidak,” kata Dedi, Rabu (29/3/2023).
Menurut informasi yang diperoleh, wacana impor beras itu dilakukan dengan alasan serapan gabah di petani belum bisa memenuhi stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Padahal, produksi beras dalam negeri khususnya di wilayah Jawa Barat pada saat ini justru mengalami surplus pada saat ini.
1. Pemerintah sebaiknya tidak terburu-buru impor beras
Karena itu, Dedi meminta pemerintah tidak terburu-buru melakukan impor beras apabila gabah masih tersedia dari para petani lokal. Menurutnya, kebijakan itu hanya akan menyengsarakan para petani karena harga gabah terkait anjlok.
“Jangan sampai gabah tersedia tidak terserap, tapi lebih pilih impor. Jangan terjadi peristiwa seperti itu. Karena bagaimana pun, tugas negara melindungi petani, dan negara harus menyediakan ketersediaan pangan untuk masyarakat,” tutur Dedi dalam keterangan persnya.
2. Dua kementerian terkait diminta tingkatkan kerja sama
Alih-alih melakukan impor, Dedi lebih memilih sikap lembaga-lembaga pemerintahan terkait yang terkesan egois dan enggan bekerja sama. Ia mengatakan, selama ini Kementerian Pertanian fokus meningkatkan produktivitas dan Kementerian Perdagangan mengatur regulasi ketersediaan pangan di pasaran.
Dedi menilai, kedua hasil panen perlu membangun kerja sama yang baik. “Jangan sampai yang satu ingin meningkatkan produksi, yang satu ingin selalu mencari jalan pintas keuntungan besar atas setiap tindakan tanpa memperdulikan nasib para petani,” katanya.
3. Ada oknum di balik turunnya produktivitas pertanian
Dedi menjelaskan bahwa ia tak sepakat dengan pandangan tentang produktivitas pertanian yang turun, dengan alasan kelangkaan pupuk hingga kurangnya pendampingan terhadap petani.
Menurut dia, produktivitas pertanian yang turun terjadi karena oknum pebisnis yang memang menginginkan impor beras.
Maka itu mendorong angka statistik dan anggaran uang ke depan diarahkan ke aspek yang menjadi kebutuhan dasar.
“Agar kita tidak selalu ngomong dari tahun ke tahun, dari lebaran ke lebaran beras, cabai, itu terus, seolah negeri ini tak pernah bergeser masalahnya dari kebutuhan pokok,” ujar Dedi.