Update: Tragedi Longsor Tambang Cirebon, 14 Tewas 6 Luka-Luka

Cirebon, IDN Times - Bencana tanah longsor yang terjadi di kawasan tambang batu Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengakibatkan 14 orang dilaporkan meninggal dunia.
Berdasarkan informasi terbaru yang dirilis pada Sabtu, 31 Mei 2025, pukul 05.00 WIB, insiden ini juga menyebabkan enam orang lainnya mengalami luka-luka. Mereka telah dievakuasi ke beberapa rumah sakit di wilayah Cirebon untuk mendapatkan penanganan medis.
Tim pencarian dan penyelamatan gabungan yang terdiri dari berbagai elemen segera diterjunkan ke lokasi setelah kejadian untuk melakukan evakuasi.
Dua unit alat berat ikut dikerahkan guna mempercepat proses pencarian korban yang tertimbun material longsor. Aksi cepat tanggap ini melibatkan personel dari instansi terkait, relawan, dan tim medis yang bekerja sama bahu-membahu di tengah medan yang sulit.
1. Korban tewas meningkat jadi 14 orang

Enam orang korban selamat kini dalam perawatan intensif di tiga rumah sakit berbeda. RS Arjawinangun menangani dua pasien bernama Efan Herdiansyah dari Pabedilan dan Safitri dari Kertajati, Majalengka.
Di RS Mitra Plumbon, dua korban lainnya, Aji dan Kurnoto, sedang dalam observasi tim medis. Sementara itu, dua korban terakhir, yakni Reni dan Abdurohim yang berasal dari Kertajati dan Bantarjati, Majalengka, sedang dirawat di RS Sumber Hurip.
Sementara itu, seluruh jenazah korban yang ditemukan telah dibawa ke rumah sakit untuk proses identifikasi lebih lanjut. Dari total korban meninggal dunia, 13 telah dikenali di RS Arjawinangun, sementara satu lainnya teridentifikasi di RS Sumber Hurip atas nama Rion Firmansyah, warga Gunung Santri, Kecamatan Palimanan.
Para korban yang telah diidentifikasi berasal dari berbagai daerah, termasuk Dukupuntang, Palimanan, Kuningan, Ciwaringin, dan Indramayu.
2. Upaya lanjutan dan imbauan keamanan

Pihak berwenang masih menyelidiki penyebab pasti terjadinya longsor yang menewaskan belasan pekerja tambang ini. Proses evakuasi sempat dihentikan sementara pada malam hari karena minimnya pencahayaan dan risiko keselamatan yang tinggi bagi tim penyelamat.
"Pencarian akan dilanjutkan kembali pada pagi hari ini ntuk memastikan tidak ada korban lain yang masih tertimbun," kata Kepala Kantor SAR Bandung, Ade Dian Permana, Sabtu (31/5/2025).
Pemerintah daerah bersama instansi terkait terus memperbarui data korban serta memberikan pendampingan bagi keluarga yang terdampak. Masyarakat di sekitar lokasi bencana diminta untuk menjauhi area tambang demi keselamatan dan menghindari potensi bencana susulan.
Kejadian tragis ini kembali mengingatkan pentingnya pengawasan ketat terhadap aktivitas tambang dan perlunya sistem mitigasi bencana yang lebih baik di wilayah rawan longsor seperti Gunung Kuda.
3. Kejadian nahas terjadi sebelum salat Jumat

Sebuah longsor hebat yang terjadi pada Jumat (30/5/2025) pagi mengubur sejumlah pekerja tambang, menewaskan empat orang, dan menyebabkan tiga lainnya mengalami luka-luka.
Peristiwa nahas ini terjadi sekira pukul 10.23 WIB ketika sejumlah pekerja tengah menjalankan aktivitas rutin di area penambangan batuan andesit.
Tiba-tiba, tebing batu setinggi lebih dari 15 meter runtuh, membawa serta material berat yang menimbun sebagian besar area kerja.
Menurut kesaksian salah satu pekerja yang selamat, suara retakan tanah sempat terdengar beberapa detik sebelum tebing ambruk. “Sempat teriak peringatan, tapi tidak cukup selamatkan diri,” ujar Maman (43), operator alat berat yang berhasil menghindar dari lokasi kejadian.
Gunung Kuda bukanlah nama baru dalam daftar lokasi rawan bencana tambang di Cirebon. Pada Februari 2025, lokasi yang sama sempat mengalami longsor, meski tidak memakan korban jiwa karena kebetulan aktivitas penambangan dihentikan sementara saat itu.
Peringatan dari para ahli geologi dan lingkungan telah dilontarkan sejak lama, namun tidak ditindaklanjuti dengan langkah konkret oleh pihak pengelola.
Penambangan batu andesit di Gunung Kuda memang menjadi sumber mata pencaharian bagi ratusan warga sekitar. Namun, aktivitas ini dinilai tidak sebanding dengan risiko keselamatan dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.