Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi tunjangan (unsplash.com/Mufid Majnun)
ilustrasi tunjangan (unsplash.com/Mufid Majnun)

Intinya sih...

  • Tunjangan perumahan Ketua DPRD Bandung Barat mencapai Rp50,5 juta per bulan, sementara wakil ketua Rp45,8 juta dan anggota dewan Rp43,5 juta.

  • DPRD Kabupaten Bandung Barat juga menerima tunjangan transportasi sebesar Rp17,4 juta dan tunjangan komunikasi senilai Rp14,7 juta.

  • Pengamat politik menilai tingginya gaji legislator ini membuat disparitas dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat di daerah serta menyarankan agar DPRD membangun komunikasi politik yang sehat dan terbuka.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Tunjangan Perumahan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung Barat kini turut menjadi sorotan. Baik ketua, wakil, hingga anggota, ternyata mendapatkan tunjangan sampai puluhan juta Rupiah saban bulan.

Berdasarkan Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor 1.3.3.2/Kep yang diterbitkan Januari 2025, Ketua DPRD KBB mendapatkan tunjangan perumahan sebesar Rp50.588.000 per bulan. Wakil ketua menerima Rp45.882.000.

Sementara untuk anggota dewan memperoleh Rp43.529.000. Angka ini tentu jauh di atas rata-rata pendapatan masyarakat Bandung Barat, yang masih berkutat di kisaran Rp3 sampai Rp5 juta per bulan.

1. Menimbulkan disparitas di tengah masyarakat

ilustrasi tunjangan karyawan (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Selain perumahan, DPRD Kabupaten Bandung Barat juga menerima tunjangan transportasi sebesar Rp17.400.000 dan tunjangan komunikasi senilai Rp14.700.000. Jika diakumulasi, total tunjangan yang diterima anggota DPRD bisa mencapai Rp75.629.000 per bulan. Angka ini belum termasuk tunjangan lain, baik yang melekat atau jenis tunjangan lainnya.

Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Cimahi, Arlan Sidhha menilai, tingginya gaji legislator ini membuat adanya disparitas dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat di daerah.

"Kalau kita lihat anggaran di DPRD Bandung Barat atau dibeberapa daerah yang lain itu, angkanya kan fluktuatif sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah untuk memberi tunjangan tersebut," katanya.

"Tapi ada kepatuhan di situ melihat situasi dan perekonomian. Ini terlalu jomplang atau disparitas antara DPRD dengan masyarakat di situ."

2. Perekonomian masyarakat saat ini sedang tidak baik-baik saja

ilustrasi tunjangan karyawan (pexels.com/Yan Krukau)

Menurut Arlan, meski pemberian tunjangan sah secara regulasi dan aturan, kajian idealitas dan kepatuhan terhadap konteks ekonomi masyarakat setempat tetaplah diperlukan. Apalagi, kondisi ekonomi masyarakat saat ini sedang tidak baik-baik saja.

"Jangan sampai seolah-olah ini hal biasa, karena sudah jelas itu hal besar bagi masyarakat. Jadi harus ada narasi yang masuk akal kepada publik. Tunjangan besar bisa diterima masyarakat kalau komunikasinya jelas," katanya.

Arlan menilai bahwa persoalan utama yang terjadi bukan hanya pada besar kecilnya tunjangan, tetapi ketimpangan antara kinerja dan penghargaan yang diterima.

"Kalau masih banyak jalan rusak, pendidikan belum memadai, dan pelayanan kesehatan buruk, lalu DPRD menerima tunjangan sebesar itu, tentu wajar masyarakat marah," ungkapnya.

3. Masyarakat membutuhkan keadilan

Warga menunjukan uang tunjangan hari raya (THR) yang diberikan oleh pemerintah desa di Kantor Desa Wunut, Tulung, Klaten, Jawa Tengah, Selasa (18/3/2025). (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Arlan menuturkan, untuk menilai apakah tunjangan itu layak atau tidak, perlu dilihat konteks daerah secara keseluruhan, termasuk efektivitas program pemerintah dan peran DPRD dalam pengawasan.

"Kalau semua program berjalan baik dan masyarakat merasa terlayani, maka besar kecil tunjangan bisa dimaklumi. Tapi jika tidak, maka itu jadi masalah besar," katanya.

Dia juga menyarankan DPRD agar tidak hanya mengandalkan aturan, tetapi juga aktif membangun komunikasi politik yang sehat dan terbuka.

"Publik itu bukan tidak paham. Mereka hanya ingin keadilan dan transparansi. Kalau dijelaskan dengan baik, mungkin mereka akan menerima, meskipun nilai tunjangannya besar," ujarnya.

Editorial Team