Tipping Fee Jadi Kendala, Investasi Pengolahan Sampah Cirebon Gagal

Cirebon, IDN Times - Rencana investasi perusahaan pengolah sampah terkemuka, PT Reciki Solusi Indonesia, di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dipastikan batal. Kegagalan ini disebabkan oleh ketidaksepakatan antara perusahaan dengan pemerintah daerah terkait biaya pengolahan sampah (tipping fee).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon, Iwan Ridwan Hardiawan mengatakan, pihaknya telah melakukan pembahasan mendalam dengan PT Reciki. Namun, perbedaan pandangan mengenai besaran tipping fee menjadi kendala utama yang tak terselesaikan.
“Perusahaan menawarkan tipping fee sebesar Rp250.000 per ton, sedangkan kemampuan keuangan daerah hanya mampu menanggung Rp150.000 per ton. Perbedaan ini terlalu jauh, sehingga kerja sama sulit direalisasikan,” kata Iwan, Jumat (17/1/2025).
1. Potensi pengelolaan sampah yang terbuang

Menurut Iwan, kegagalan kerja sama ini sangat disayangkan, mengingat PT Reciki Solusi Indonesia memiliki teknologi pengolahan sampah yang mampu mengatasi sekitar 50 persen dari total sampah yang dihasilkan Kabupaten Cirebon, atau setara 600 ton per hari.
“Teknologi yang dimiliki perusahaan ini dapat mengubah sampah menjadi refuse derived fuel (RDF), yaitu bahan bakar alternatif pengganti batu bara. Selain mengurangi volume sampah di TPA, hasil olahan ini juga memiliki nilai jual di pasar,” jelas Iwan.
Kabupaten Cirebon sendiri memiliki potensi besar dalam pengelolaan sampah, terutama dengan kehadiran pasar seperti PT Indocement yang siap menampung RDF hasil pengolahan sampah.
Jika kerja sama ini terwujud, PT Reciki rencananya akan menjadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kubangdeleg sebagai lokasi operasionalnya.
“Sampah yang diolah akan menghasilkan RDF serta produk lain yang dapat dimanfaatkan. Sayangnya, karena kendala biaya tipping fee, peluang ini belum bisa direalisasikan,” tambahnya.
2. Komitmen PT Reciki Solusi Indonesia dalam pengelolaan sampah

Sebelumnya, Direktur Utama PT Reciki Solusi Indonesia, Bhima Aries Diyanto, menyatakan kehadiran perusahaannya di Kabupaten Cirebon bertujuan membantu pemerintah daerah dalam menyelesaikan permasalahan sampah yang hingga kini belum tertangani secara optimal.
Bhima menegaskan bahwa pihaknya menawarkan pola kerja sama dengan konsep blended finance untuk investasi di sektor pengelolaan sampah.
“Kami ingin menciptakan nilai tambah dari sampah melalui pengolahan yang menghasilkan RDF. Produk ini bisa menjadi salah satu bahan bakar alternatif pengganti batu bara, yang pasarnya sudah tersedia, seperti PT Indocement,” kata Bhima.
Bhima juga menjelaskan, teknologi yang digunakan PT Reciki tidak mengadopsi teknologi asing. Sebaliknya, teknologi ini telah dikembangkan untuk menyesuaikan dengan karakteristik sampah lokal, termasuk yang ada di Kabupaten Cirebon.
“Kami telah membuktikan keberhasilan teknologi ini di beberapa daerah lain di Indonesia, seperti Lamongan, Jimbaran, Badung, dan Bangkalan. Kami percaya, teknologi yang sama juga dapat diterapkan di sini,” ungkap Bhima.
3. Kontribusi yang hilang akibat gagalnya investasi

Kerja sama ini awalnya diharapkan dapat memberikan dampak besar dalam mengurangi beban sampah di Kabupaten Cirebon, terutama di TPA Kubangdeleg yang semakin penuh. Selain itu, kehadiran PT Reciki juga dinilai bisa membuka peluang ekonomi baru bagi daerah melalui pengelolaan sampah yang lebih produktif.
Iwan menyebutkan, pola kerja sama dengan PT Reciki sebenarnya telah dirancang untuk mendukung pengelolaan sampah secara berkelanjutan. Namun, tantangan dalam negosiasi tipping fee menjadi kendala yang sulit teratasi.
“Dengan tipping fee yang tinggi, kami harus mempertimbangkan kemampuan anggaran daerah. Kami tidak ingin membebani keuangan daerah yang sudah memiliki prioritas lain,” jelas Iwan.
PT Reciki menawarkan konsep blended finance sebagai mekanisme kerja sama, yang menggabungkan pendanaan publik dan swasta untuk investasi di sektor pengelolaan sampah. Skema ini dianggap mampu memberikan solusi jangka panjang dalam menangani permasalahan sampah, termasuk di Kabupaten Cirebon.
4. Pengalaman sukses di daerah lain

Bhima menambahkan, teknologi pengolahan sampah yang dimiliki perusahaannya telah diterapkan di berbagai daerah di Indonesia. Di Kabupaten Lamongan, misalnya, PT Reciki berhasil mengolah sampah menjadi RDF yang digunakan sebagai bahan bakar untuk pabrik semen.
Di Jimbaran dan Badung, Bali, teknologi serupa juga diterapkan untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA. Hasil pengolahan sampah di daerah-daerah tersebut telah memberikan dampak positif, baik secara lingkungan maupun ekonomi.
“Teknologi kami dirancang untuk beradaptasi dengan jenis sampah lokal. Ini menjadi salah satu keunggulan kami dalam mengelola sampah secara efektif dan efisien,” kata Bhima.
Sementara itu, pemerintah Kabupaten Cirebon berencana mencari alternatif lain untuk mengatasi permasalahan sampah. Pihaknya akan terus mencari mitra yang sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
“Kami tetap berkomitmen untuk menyelesaikan masalah sampah di Kabupaten Cirebon. Meski kerja sama dengan PT Reciki belum berhasil, kami tidak akan berhenti mencari solusi,” tegas Iwan.